Menurut keterangan yang dilansir dari Kompas, Slamet menyebut bahwa konten SARA terbanyak berasal dari Twitter dan Facebook.
Kemudian jumlah konten serupa yang banyak lainnya beredar di Instagram, YouTube, dan WhatsApp.
Lalu bagaimana cara kerja polisi virtual di media sosial?
Terkait cara kerjanya, Slamet menerangkan bahwa polisi virtual bertugas untuk memantau aktivitas di media sosial.
Baca Juga: Tencent dan Polisi Bongkar Aksi Penjualan Cheat Game Terbesar di Dunia
Mereka akan melaporkan ke atasan jika menemukan unggahan atau konten yang berpotensi melanggar UU ITE.
Setelah itu, konten yang dilaporkan akan diserahkan kepada para ahli, seperti ahli pidana, ahli bahasa, dan ahli ITE.
Kalau mereka lolos seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, makan konten yang diduga melanggar akan diberikan ke Direktur Tindak Pidana Siber atau pihak yang berwenang yang ditunjuk.
Baca Juga: Polri Pakai Software Cellebrite Buatan Israel untuk Retas HP, Canggih!
Dan proses akhir adalah dikirimnya surat peringatan kepada pemilik konten atau akun kreator.
Contoh bentuk tegurannya seperti, "Peringatan 1. Konten Twitter Anda yang diungah 21 Februari 2021 pukul 15.15 WIB berpotensi pidana ujaran kebencian. Guna menghindari proses hukum lebih lanjut diimbau untuk segera melakukan koreksi pada konten media sosial setelah pesan ini Anda terima. Salam Presisi".