Nextren.com - Penipuan pada sektor fintech lending semaking bertambah selama pandemi Covid-19.
Hal ini disusul dengan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengumumkan bahwa terjadi peningkatan jumlah fintech lending ilegal yang memanfaatkan keadaan ini demi keuntungan pribadi.
Meskipun permasalahan fintech lending ilegal bukan suatu hal yang baru di Indonesia, peningkatan jumlah fintech lending ilegal selama pandemi Covid-19 masih mengkhawatirkan.
Selain itu juga berpotensi merugikan para pelaku bisnis yang sedang kesulitan mempertahankan bisnisnya.
Baca Juga: Riset LD FEB UI Tentang Fintech Lending di Indonesia: Bisa Dongkrak Pendapatan Hingga 50 Persen
Dari bulan Januari 2020 sampai Maret 2020, Satgas Waspada Investasi (SWI) kembali melaporkan bahwa ditemukan sekitar 508 fintech lending yang beroperasi tanpa izin dari OJK.
Berdasarkan SWI, kerugian masyarakat yang di sebabkan oleh investasi dan pendanaan ilegal yang di dalamnya termasuk fintech lending ilegal mencapai Rp 92 triliun sepanjang 10 tahun terakhir.
Investree sebagai perusahaan fintech lending yang terdaftar dalam OJK memberikan sebuah saran.
Di tengah pandemi yang masih berlangsung ini, para pelaku usaha dan masyarakat Indonesia perlu mengantisipasi jumlah fintech lending ilegal yang sedang meningkat.
Baca Juga: Kini Makin Banyak Koperasi Gagal Bayar, Penipuan Setelah Investasi Bodong dan Fintech Ilegal
Agar tidak terjebak, berikut adalah beberapa karakteristik fintech lending ilegal yang dapat dihindari oleh masyarakat dan pelaku bisnis dalam memilih platform fintech lending terpercaya.
1. Tak ada ijin OJK
Ciri yang pertama ialah tidak memiliki surat izin resmi dari OJK untuk beroperasi.
Menghadapi situasi saat ini, OJK memutuskan untuk menghentikan sementara pemberian izin bagiperusahaan teknologi finansial.
Saat ini, ada 33 perusahaan fintech lending yang memiliki izin resmi untuk beroperasi.
Baca Juga: Awalnya Dianggap Fintech Ilegal Berkedok Koperasi, Kini 35 Koperasi Ini Dinormalisasi
Dalam hal ini, izin yang dikeluarkan oleh OJK ini dapat menjadi salah satu indikator kuat untuk membuktikan jika perusahaan fintech lending resmi atau ilegal.
Masyarakat bisa selalu memeriksa apakah sebuah fintech lending telah memiliki izin dan diawasi oleh OJK atau tidak.
2. Tak terdaftar di AFPI
Ciri yang kedua, tidak terdaftar sebagai anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI).
AFPI adalah asosiasi resmi yang ditunjuk oleh OJK untuk mengawasi dan mengarahkan setiap kegiatan penyelenggaraan layanan fintech lending.
Baca Juga: Investasi dan Fintech Ilegal Rugikan Masyarakat Indonesia Rp 92 Triliun, Begini Modus Jahatnya
Pembentukan AFPI dilakukan untuk memberi perlindungan bagi para pengguna layanan fintech lending, baik pemberi dana maupun peminjam dana.
Sebelum mengajukan pinjaman atau melakukan pendanaan, masyarakat perlu memeriksa apakahfintech lending tersebut sudah menjadi anggota AFPI melalui situs resmi AFPI di www.afpi.co.id.
3. Tak ada alamat kantor
Ciri yang ketiga, tidak ada identitas dan alamat kantor yang jelas.
Untuk sebuah perusahaan dapat beroperasi dengan baik, mereka membutuhkan identitas dan alamat kantor yang jelas.
Baca Juga: Akun Twitter Blogger Zero Hedge Kena Blok Twitter Karena Sebarkan Identitas Ilmuwan China
Hal tersebut juga wajib diinformasikan agar pihak regulator, dalam hal ini OJK, bisa mengawasiperusahaan tersebut.
4. Terlalu mudah disetujui
Bila persetujuan pinjaman terlalu mudah juga bisa termasuk ke dalam ciri yang keempat.
Perusahaan fintech lending yang beroperasi sesuai dengan aturan yang berlaku akan memiliki sistem dan strategi mitigasi risiko tersendiri untuk memastikan kepastian pembayaran setiap pinjaman.
Jika pengajuan pinjaman terlalu mudah disetujui, pelaku usaha perlu curiga dan mencari tahu lebih banyak mengenai perusahaan tersebut.
Baca Juga: Meski Sudah Diurus Pengadilan, Dana Korban Pinjol Ilegal Tak Bisa Balik 100 Persen
Investree memberikan contoh dalam perusahaannya, sebelum produk pinjaman ditawarkan dimarketplace, setiap pinjaman yang diajukan telah diseleksi menggunakan sistem credit scoring yang modern.
5. Informasi pinjaman tak jelas
Ciri yang kelima yaitu informasi terkait aktivitas pinjam meminjam tidak jelas.
Perusahaan fintech lending yang terpercaya wajib memberikan informasi terkait syarat dan ketentuan pinjam meminjam dengan jelas dan terbuka, termasuk di dalamnya bunga, penalti/denda, dan risiko mendanai.
Fintech lending yang berizin dan diawasi seperti Investree selalu mencantumkan informasi lengkap terkait aktivitas pinjam meminjam bagi para Lender dan Borrower melalui situs resmi dan aplikasi mobile.
Baca Juga: Fintech P2P JULO Dengan 1 Juta Pengguna Kini Resmi Kantongi Izin OJK
6. Tak ada batas bunga
Bunga tidak terbatas juga menjadi ciri keenam yang perlu diperhatikan.
Setiap negara memiliki kebijakan keuangan untuk menjaga keseimbangan perekonomian, salahsatunya adalah batas nilai bunga yang dapat dikenakan.
Perusahaan yang telah diberikan izin dan resmi beroperasi di bawah pengawasan OJK wajib memiliki batas bunga.
Pelaku usaha harus selalu berhati-hati dan memastikan bahwa terdapat batas penetapan bunga yang jelas sebelum mengajukan pinjaman.
Baca Juga: Fintech Dumi, Pinjaman Cepat Khusus untuk PNS Dengan Bunga 9 Persen per Tahun
7. Denda keterlambatan
Ciri yang terakhir ialah, denda keterlambatan pembayaran tidak terbatas.
Sama halnya dengan bunga tidak terbatas, penerapan denda keterlambatan pembayaran yang tidak terbatas oleh fintech lending ilegal wajib dicurigai.
Hal ini dapat sangat merugikan pelaku bisnis yang mengajukan pinjaman di mana perusahaan fintech lending ilegal tersebut dapat menagih denda keterlambatan pembayaran sebanyak mungkin tanpa aturan yang jelas.
(*)