Laporan wartawan Nextren, Wahyu Subyanto.
Nextren.com- Kendati blokir ponsel Black Market (BM) lewat IMEI (International Mobile Equipment Identity) sudah diberlakukan sejak 18 April 2020, namun diduga masih ada penjualan dan peredaran ponsel Black Market secara online.
Menyikapi hal tersebut, Ojak Manurung, Direktur Pengawasan Barang dan Jasa Kementerian Perdagangan menyatakan, bahwa pihaknya telah menyiapkan dua peraturan menteri.
“Pertama, peraturan menteri nomor 78 tahun 2019 tentang petunjuk penggunaan layanan jaminan purna jual untuk produk elektronika dan telematika."
"Di situ terkait dengan pasalnya yang menjamin bahwa produk yang diperdagangkan itu sudah tervalidasi atau teregistrasi."
Baca Juga: Penjualan Huawei Salip Samsung, Meski Sedang Diblokir AS dan Tak Bisa Pakai Google Play
"Kemudian yang kedua adalah Permendag No. 79 Tahun 2019 terkait dengan kewajiban pencatatan label berbahasa Indonesia pada barang,” ungkap Ojak.
Menurut Ojak, bagi pelaku usaha, bagi produsen importir, wajib mencantumkan IMEI pada kemasan.
Terkait dengan peraturan ini tentunya akan ada sanksinya.
Misalnya jika tidak memberikan jaminan tertentu, maka ada konsekuensi pernyataan jaminan.
Sehingga pelaku usaha harus memberikan jaminan, apabila nanti produknya tidak tervalidasi.
Baca Juga: 5 Smartphone Dengan Layar IPS LCD Terbaik Mulai Rp 1 Jutaan
Di samping itu juga nanti produk itu harus ditarik dari peredaran.
Kemudian sanksi yang lainnya apabila tidak diindahkan, itu nanti ada pencabutan perizinan, tentu melalui peringatan satu dan dua.
Misalnya jika tidak mencantumkan label IMEI atau tidak sesuai pada emasan,nanti akan ada pencabutan perizinan.
“Mengapa kita wajibkan label di PP 79 itu di kemasan, karena untuk empermudah Konsumen mengecek apakah IMEI sudah terdaftar."
"Juga mempermudah petugas pengecek memeriksa tanpa membuka kemasan,”tandas Ojak.
Baca Juga: Begini Cara Kerja Pembayaran Lewat WhatsApp yang Sudah Hadir di Brazil
Jika mengacu pada UU perlindungan konsumen pasal 8 huruf i, terkait pelanggaran label ini bisa mengacu ke pidana.
Terkait label ini harus jelas juga seperti ada mereknya, frekuensinya, ada ketentuan di peraturannya
Peraturan yang sama juga berlaku bagi masyarakat yang membeli ponsel secara daring atau online melalui market place.
"Para market place ini juga harus turut bertanggung jawab terhadap ponsel atau produk HKT (Handphone atau telepon seluler, Komputer Genggam, dan Tablet) yang diperjualbelikan oleh merchant-nya,” tandas Ojak.
Itu sebabnya, menurut Ojak para market place harus meminta surat pernyataan dari para merchant, bahwa tidak akan menjual produk HKT yang illegal.
Baca Juga: Produk Baru Telkomsel Orbit, Meski Sinyalnya Bagus Belum Tentu Masuk Jangkauan Layanan
Sementara itu Tulus Abadi, Ketua YLKI mengatakan bahwa masalah kebijakan validasi IMEI ini harus memprioritaskan aspek perlindungan pada konsumen, bukan semata masalah kerugian negara akibat telepon seluler ilegal tersebut.
Sebab menurut Tulus, aspek perlindungan konsumen pengguna telepon seluler jauh lebih penting daripada kerugian negara.
Beberapa waktu lalu, lanjut Tulus, pemerintah mengklaim bahwa telepon seluler ilegal mencapai 20 persen dari total telepon seluler yang beredar.
Adapun kerugian negara mencapai lebih dari Rp. 2 triliun per tahunnya.
Baca Juga: Ini 6 Aturan Baru Nonton di Bioskop, Nonton Bareng Pacar Bakal Repot Nih!
Untuk itu menurut Tulus, konsumen saat membeli ponsel baru harus memastikan bahwa ponsel tersebut adalah legal.
Ciri utama ponsel legal atau bukan BM, adalah pada aspek jaminan yang diberikan.
Jika jaminan yang diberikan hanya jaminan toko, maka bisa dipastikan bahwa ponsel tersebut adalah ponsel ilegal atau BM.
Sebab secara regulasi (Permendag), jaminan harus dari produsen secara langsung, bukan hanya jaminan toko saja.
“Dengan adanya kebijakan validasi IMEI, seharusnya sudah selesai nasib ponsel Black Market."
Baca Juga: Google Meet Untuk Android dan iOS Kini Bisa Diakses Lewat Gmail
"Jika ditengarai masih dijual secara online dan masih mendapat layanan selular, maka YLKI menghimbau kepada semua pihak terkait, untuk memiliki komitmen bersama dan bersinergi dalam mengawal kebijakan ini yang sudah diterapkan sejak 20 April 2020 lalu,” ungkap Tulus.Tulus juga sepakat dengan kebijakan yang diterapkan Kemendag, bahwa pihak Market Place harus ikut bertanggung jawab mengawasi merchant yang diduga menjual ponsel Black Market.
“Kami kira jika semua berkomitmen untuk menjalankan regulasi untuk kepentingan kita bersama, baik itu konsumen maupun ekosistem industri."
"Pemerintah harus konsisten jangan maju mundur kayak undur-undur, masyarakat perlu ketegasan,” ungkap Tulus.
Baca Juga: Facebook Akhirnya Menutup Celah Iklan Politik Jelang Pemilu AS
Tulus juga berharap agar para pemangku kebijakan dalam masa transisi validasi IMEI ini perlu melakukan monitoring.
“Sebaiknya lakukan sweeping terhadap peredaran dan penjualan ponsel Black Market."
"Sangat gampang kok, tinggal cek ke website E-commerce, cari produk yang kita tuju."
"Saya dengar katanya yang lagi heboh iPhone SE2 2020."
"Jika sudah didata, tinggal ditegur saja e-cormmerce-nya."
Baca Juga: Pegawainya Suka Kerja di Kantor, Tapi Bos Microsoft Malah Berkata Lain
"Ini salah satu cara membangun komitmen bersama, agar peredaran ponsel BM berhenti, sembari menunggu software pengendali IMEI berjalan secara optimal,” pungkas Tulus.
Sebagaimana diketahui, kebijakan validasi IMEI diterapkan sejak 18 April 2020 lalu.
Pasalnya selama ini ponsel BM deras masuk Indonesia, sehingga berpotensi merugikan negara antara Rp 2 triliun sampai Rp 5 triliun setahun, langsung atau tidak langsung.
Baca Juga: Chipset Snapdragon 690 Resmi Dirilis, Mampu Dukung Kamera 192MP
Derasnya penyelundupan ponsel ini menurut kalangan industri ponsel terjadi sejak empat tahun terakhir, sehingga membuat persaingan tidak sehat dan merugikan konsumen dan negara.
Ekosistem industri pun berharap, agar kebijakan validasi IMEI ini bisa berjalan sesuai dengan apa yang sudah ditargetkan.
“Kami sangat mendukung terhadap aturan yang diterapkan oleh pemerintah, untuk bersama-sama memerangi ponsel Black Market,” ungkap Andi Gusena, Direktur Marketing Advan.