Follow Us

Kisah Mahasiswa IPB di Lebak Banten Harus Naik Bukit Tiap Hari, Tak Ada Sinyal Internet untuk Kuliah Online

Wahyu Subyanto - Sabtu, 11 April 2020 | 19:09
Idim Dimyati, mahasiswa IPB di Lebak Banten ini harus naik bukit tiap hari agar bisa kuliah online
way

Idim Dimyati, mahasiswa IPB di Lebak Banten ini harus naik bukit tiap hari agar bisa kuliah online

Nextren.com - Pandemi virus covid-19 memksa hampir semua orang untuk membatasi aktifitasnya.

Bekerja, belajar dan beribadah dari rumah kini dilakukan hampir semua orang.

Bagi mereka yang masih belajar, akses internet menjadi andalan untuk belajar dan mengejarkan tugas-tugas dari guru atau dosennya.

Sedangkan mahasiswa di berbagai kampus diminta pulang dan belajar secara jarak jauh secara online.

Yang menjadi masalah adalah mahasiswa yang berada di pelosok, karena mereka kesulitan mendapatkan sinyal operator seluler.

Baca Juga: Google Berikan Akses Layanan Kesehatan Online, Daftar Dulu di Gmaps

Tak usah jauh-jauh melihat ke luar Jawa, tapi hanya sekitar 90 km dari ibukota Jakarta, ternyata jsudah sulit mendapatkan sinyal seluler untuk internetan.

Salah satunya Idim Dimyati, mahasiswa dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB University yang setiap hari harus naik bukit di desanya.

Seperti dilansir dari situs resmi IPB, ritual ini ia lakukan untuk mendapatkan sinyal internet guna mengikuti perkuliahan online yang digelar kampusnya.

Mahasiswa asal Desa Sindangwangi Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak, Banten ini harus pulang ke rumahnya karena kebijakan Partially Closed Down yang diterapkan oleh IPB University, terkait merebaknya wabah COVID-19.

Baca Juga: Bill Gates Danai Pembuatan Vaksin Anti Covid-19, Siap Diuji ke Manusia

Anak pertama dari empat bersaudara ini harus pulang dan kembali kepada keluarganya di desa.

Jarak dari desanya ke ibukota kabupaten Lebak mencapai 50 kilometer.

“Di sini aman, nyaman dan damai. Jauh dari ribuan informasi yang beredar tentang COVID-19. Ini karena sinyal internetnya tidak ada,” ujarnya sambil tertawa.

Meskipun begitu, Idim harus tetap mengikuti kuliah online. Walaupun susah sinyal, Idim punya cara tersendiri untuk mengatasinya.

Desanya dikelilingi tiga bukit, sehingga dia sulit mendapatkan akses jaringan internet.

Baca Juga: GoRide Hilang Selama PSBB, Tak Hanya di DKI Tapi Seluruh Jabodetabek

Tapi hal itu tidak memutuskan semangat Idim untuk bisa terus mencari informasi dalam perkuliahan.

Agar bisa tetap mengikuti perkuliahan dengan baik, Idim pergi ke bukit-bukit.

Bukit yang biasa ia kunjungi adalah bukit di sebelah barat perkampungan.

Setiap hari Idim harus naik ke bukit, mulai dari jam 8.00 pagi hingga pulang jam 17.00 sore.

"Sebelum pergi biasanya saya melakukan berbagai persiapan mulai dari persiapan buku untuk bahan kuliah, bekal makan dan powerbank untuk charger smartphone,” ujarnya.

Selain jaringan di desa yang kurang mendukung, Idim juga harus waspada dengan kondisi cuaca di desanya.

Baca Juga: Menu Antar Penumpang Hilang, Driver Ojol Tawarkan Jasa Antar Jemput Pribadi

Menurut Idim, ia pernah kehujanan hingga basah kuyup saat mengikuti kuliah online.

Untungnya saat itu dia tidak membawa terlalu banyak buku dan ada gubuk untuk berteduh.

Selain basah diguyur hujan, kejadian lain datang yang sempat membuatnya takut adalah ada badai dengan petir besar.

Walaupun demikian, kondisi tersebut tidak membuatnya surut untuk menunaikan kewajiban sebagai mahasiswa.

Idim tetap semangat untuk melakukan aktivitas perkuliahan. Malah Ia senang dengan perkuliahan online ini.

Baca Juga: Ini Materi Belajar di TVRI Hingga 3 Bulan, Untuk Siswa Yang Sulit Akses Internet “Dimanapun kuliahnya jika kita melakukannya dengan ikhlas, Insya Allah itu akan jadi pahala buat kita."

"Untuk naik ke bukit, saya harus menempuh perjalanan selama 30 menit dari rumah dengan berjalan kaki."

"Kuliah online ada hikmahnya buat saya. Saya jadi bisa banyak belajar langsung dari alam, banyak hal menarik yang saya alami,” imbuhnya.

Awalnya Idim gundah dengan kebijakan kuliah online yang diterapkan IPB University.

Idim merasa dia akan banyak tertinggal informasi, tapi ternyata setelah seiringnya waktu dan setelah konsultasi dengan dosen, semuanya berjalan baik.

Baca Juga: Google Buat Keyboard Virtual Ditujukan Bagi Penyandang Tunanetra

Dia bersyukur dosennya memaklumi dan mensupport semua kondisi mahasiswanya.

Dosen juga mencoba menerapkan berbagai metode untuk memudahkan jalannya perkuliahan.

"Bahkan dosen meminta saya untuk mengirimkan alamat lengkap tempat tinggal saya untuk memberi bahan kuliah dan bahan tugas pada saya."

"Alhamdulillah setelah beberapa hari kuliah berjalan pihak kampus juga membuat kebijakan memberikan bantuan biaya 150.000 rupiah/bulan untuk mahasiswa membeli paket data internet. Sejak saat itu saya tidak risau lagi akan kekurangan kuota data,” ujar penerima beasiswa Afirmasi Dikti 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) ini.

Baca Juga: Pejabat Keamanan Dunia Ungkap Cara Hacker Ambil Untung Dari Wabah Corona

Aktivitas Idim ini menjadi perhatian warga desa. Dukungan dari warga pun muncul.

Salah satu petani yang bernama Rois memberikan semangatnya kepada Idim.

“Jangan pernah menyerah dek, kita memang orang kampung. Jangan merasa kita orang kampung kita tidak bisa bersaing dengan orang-orang kota."

"Buktikan kalau orang kampung juga bisa pintar dan maju. Kamu harapan kami, manfaaatkan kesempatan dengan baik dan terus berusaha,” ujarnya saat menghampiri Idim di gubuk di atas bukit.

Idim sudah merindukan momen diskusi dan tatap muka langsung dengan dosen dan kawan-kawannya.

Ia berharap masalah COVID-19 segera berakhir dan ia pun bisa melakukan aktivitas seperti semula.

Editor : Wahyu Subyanto

Baca Lainnya

Latest