Follow Us

facebookyoutube_channeltwitter

Adu Rudal Hipersonik AS, Rusia dan Cina: Paling Cepat Rudal Cina 33 Ribu Km/jam

Wahyu Subyanto - Rabu, 06 April 2022 | 17:38
Perbandingan rudal hipersonik AS. Di deretan paling kanan masih dirahasiakan oleh Cina.
Daily mail

Perbandingan rudal hipersonik AS. Di deretan paling kanan masih dirahasiakan oleh Cina.

Nextren.com - Setelah perang berlangsung cukup lama, akhirnya senjata mematikan Rusia dikeluarkan untuk menyerang Ukraina, yaitu rudal hipersonik Kinzhal.

Rudal hipersonik Kinzhal terbaru akhirnya diluncurkan untuk pertama kalinya ke Ukraina pada Jumat (18/3/2022).

Baru digunakan pertama kali dalam pertempuran, rudal hipersonik Kinzhal langsung unjuk gigi dengan menghancurkan gudang bawah tanah besar yang berisi rudal dan amunisi penerbangan di desa Deliatyn, Ukraina.

Rudal hipersonik memang sangat diunggulkan, karena kecepatan yang sangat tinggi sehingga sulit dideteksi radar dan memiliki daya rusak yang tinggi ke sasaran.

Tak heran jika negara dengan militer kuat seperti AS, Rusia dan Cina, berlomba membuat rudal hipersonik yang makin cepat dengan beragam teknologi canggih.

Baca Juga: Gak Mau Kalah Lawan Ukraina, Rusia Bakal Gunakan Senjata Nuklir di Kondisi Seperti Ini

Namun dalam hal rudal hipersonik ini, militer Amerika Serika ternyata mengakui jika terlambat dibandingkan kehadiran teknologi rudal hipersonik Rusia dan Cina.

Berikut ini perbandingan rudal hipersonik yang dikembangkan oleh Amerika Serika, Rusia dan Cina.

Rudal Hipersonik AMERIKA SERIKAT

Militer AS memiliki sejumlah program senjata hipersonik di Angkatan Laut, Angkatan Darat dan Angkatan Udara. Tetapi sebagian besar masih dalam tahap pengembangan dan sangat rahasia.

Namun program yang telah diketahui adalah senjata hipersonik konvensional yang mampu menyerang dari ketinggian, tidak seperti sistem pembom orbit yang menyerang dari luar angkasa seperti telah dikembangkan oleh Cina minggu ini.

Satu-satunya senjata hipersonik AS yang diketahui berhasil berhasil diuji adalah GM-183 ARRW milik Angkatan Udara, yang dirancang untuk diluncurkan dari pesawat pengebom besar.

Setelah diluncurkan dari pesawa pembom, rudal lalu berakselerasi ke kecepatan hipersonik hingga kecepatan 15.345mph (24.705 km/jam) menggunakan ramjet pembakaran supersonik, untuk menyerang target dalam jarak 1.000 mil (1610 km).

Sementara itu kapal selam Angkatan Laut juga meluncurkan Long Range Hypersonic Weapon dengan jangkauan 1.725 mil (2777 km), yang diharapkan akan beroperasi pada tahun 2023.

Darpa, divisi ilmiah militer AS, baru-baru ini mengumumkan kesuksesan ujicoba rudal HAWC hipersonik (Hypersonic Air-breathing Weapon Concept) namun merahasiakan detail seperti jangkauan, kecepatan, dan muatan rahasianya.

Rudal hipersonik itu menggunakan oksigen di atmosfer sebagai bagian dari bahan bakarnya, menandai ujicoba pertama kelas senjata itu yang berhasil sejak 2013.

Rudal, yang diluncurkan dari jet pembom dan dipercepat oleh booster sebelum terlepas, dapat diarahkan ke target yang tepat.
Lockheed Martin

Rudal, yang diluncurkan dari jet pembom dan dipercepat oleh booster sebelum terlepas, dapat diarahkan ke target yang tepat.

Rudal hipersonik yang dibuat oleh Raytheon itu, dilepaskan dari pesawat hanya 'beberapa detik' sebelum mesin scramjet dari Northrop Grumman bekerja, kata Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA).

Mesin bekerja dengan mengompresi udara yang masuk dengan bahan bakar hidrokarbon untuk menciptakan campuran aliran udara yang cepat, yang mampu mendorongnya mencapai kecepatan lebih dari 1.700 meter per detik, atau lima kali kecepatan suara.

Awal tahun ini, uji coba rudal hipersonik dari Angkatan Udara AS dibatalkan setelah tidak dapat menyelesaikan urutan peluncurannya.

Pada 19 Maret tahun lalu, Pentagon menguji penerbangan sebuah kendaraan luncur hipersonik di Fasilitas Jangkauan Rudal Pasifik di Kauai, Hawaii.

Baca Juga: Ukraina Dituduh Pakai Senjata Biologis Virus, Bisa Menyebar via Burung

Ujicoba itu dianggap sukses dan disebut 'tonggak utama menuju kemampuan perang hipersonik' sejak awal hingga pertengahan 2020-an.

Tidak seperti Rusia, Amerika Serikat tidak mengembangkan senjata hipersonik untuk digunakan dengan hulu ledak nuklir. Akibatnya, senjata hipersonik AS harus lebih akurat, dan menimbulkan tantangan teknis tambahan.

Pada tahun 2004, pesawat hipersonik eksperimental tak berawak NASA X-43 mencapai kecepatan 7,366mph (11.854 km/jam) atau 9,6 Mach, menggunakan mesin scramjet.

Pada 2019, DailyMail melaporkan bahwa rudal yang dikembangkan Raytheon dan Northrop Grumman akan menggunakan mesin yang dibuat oleh printer 3D.

Tahun lalu, DARPA mengatakan sedang bekerja dengan Aerojet Rocketdyne pada proyek senilai hampir $20 juta untuk mengembangkan roket hipersonik yang dapat mencegat rudal musuh di udara.

Rudal Hipersonik RUSIA

Rusia baru-baru ini meluncurkan rudal hipersonik, Zircon dari kapal selam. Selain itu, sejak akhir 2019 Rusia telah memiliki rudal Avangard yang beroperasi dengan kemampuan nuklir hipersonik.

Avangard dapat melesat perjalanan hingga kecepatan Mach 27, bahkan mengubah arah dan ketinggiannya.

Jangkauan rudal hipersonik Rusia, Zircon, adalah 621 mil dengan kecepatan 9.800mph (15771 km/jam).

Peluncuran rudal hipersonik Rusia Kinzhal dari atas kapal perang
Daily mail

Peluncuran rudal hipersonik Rusia Kinzhal dari atas kapal perang

Tetapi cara kerja rudal Rusia itu adalah terbang di bawah atmosfer dan menggunakan bahan bakar untuk melesat ke kecepatan hipersonik dsan bukannya mengorbit bumi.

Awal bulan ini, Rusia mengumumkan telah berhasil menguji coba peluncuran Zircon dari kapal selam nuklir untuk pertama kalinya.

Menurut kementerian pertahanan Moskow, senjata berkecepatan 6.670mph (10.734 km/jam) itu berhasil mencapai target di Laut Barents.

Kecepatan rudal itu diklaim bisa mencapai Mach-9 dan mampu menghindari semua pertahanan Barat.

Rusia mengatakan telah menyelesaikan uji terbang rudal zaman baru tersebut dari kapal fregat juga gunung dan pantai, namun sebelumnya tidak diluncurkan dari kapal selam.

Baca Juga: Inilah Rudal Anti-Tank Javelin, Andalan Ukraina Redam Invasi Rusia

Rudal Zirkon telah diidentifikasi oleh TV milik pemerintah Moskow sebagai senjata pilihan Vladimir Putin untuk memusnahkan kota-kota pesisir Amerika jika terjadi konflik atom.

Dia telah menyatakan rudal itu sebagai 'benar-benar tak tertandingi di mana pun di dunia', dan Rusia telah membual bahwa rudal itu 'tak terbendung' oleh pertahanan Barat.

Putin pertama kali mengumumkan pengembangan berbagai senjata hipersonik baru pada tahun 2018. Ia bersikeras bahwa mereka akan mampu mencapai hampir semua titik di dunia dan menghindari perisai rudal buatan AS.

Rudal Zircon akan mulai beroperasi tahun depan, dan pertama kali akan dikerahkan melalui fregat Admiral Golovko yang membawa teknologi siluman yang andal.

Penggunaan utama rudal itu adalah untuk menghancurkan kapal musuh dan menurut laporan jangkauan maksimumnya adalah antara 188 dan 620 mil.

Tetapi dari laporan yang belum dikonfirmasi, jangkauan sebenarnya adalah sekitar 1.200 mil (1930 km).

Desain dan pengembangan sistem rudal hipersonik telah dilakukan dengan sangat rahasia, dan Putin telah memperingatkan bahwa mata-mata asing telah mencoba mencuri rahasianya.

Rudal ini adalah salah satu dari sejumlah rudal hipersonik yang dikerahkan Rusia termasuk Sarmat seberat 188 ton - yang dikenal di Barat sebagai Satan-2 - yang akan menjadi monster terbesar dalam persenjataan nuklir Rusia.

Pada bulan Mei, Rusia telah menguji tiga rudal hipersonik 'Setan 2' yang diklaim 'tak terkalahkan' yang menurut beberapa orang dapat memusnahkan wilayah seukuran Inggris dan Wales.

Rudal Hipersonik CINA

Sistem pembom orbit hipersonik yang diuji China pada bulan Agustus tahun lalu, dilaporkan telah mencapai kecepatan tertingginya di 21.000 mph (33.796 km/jam) untuk menyerang dari luar angkasa.

Konsep inti senjata 'baru' China itu adalah mengirimkan hulu ledak ke orbit dan membuatnya mengelilingi dunia sebelum mencapai target. Konsep ini pertama kali dikembangkan oleh Soviet pada 1960-an.

Disebut Sistem Pengeboman Orbital Fraksional (FOBS), sistem itu dikembangkan untuk menghindari susunan radar dan sistem pertahanan rudal AS yang kuat.

Sistem tersebut bekerja dengan mendeteksi peluncuran ICBM oleh pihak lawan, yaitu rudal jarak jauh yang dapat dilontarkan dengan nuklir, dan melacaknya ke luar angkasa, kemudian menembakkan hulu ledak saat rudal turun dengan harapan meledakkannya sebelum mencapai target.

Rudal hipersonik Cina DF-17
defencexp

Rudal hipersonik Cina DF-17

Hal ini dimungkinkan karena ICBM dan hulu ledaknya mengikuti lintasan yang dapat diprediksi yang naik tinggi ke luar angkasa.

Hal itu membuatnya relatif mudah dikenali dan memungkinkan kru pertahanan untuk menghitung ke mana rudal diarahkan sehingga dapat ditembakkan dari langit.

FOBS bertujuan untuk meniadakan pertahanan ini dengan menembakkan hulu ledak mereka di sepanjang lintasan yang jauh lebih datar, tentu dibantu oleh gravitasi Bumi.

Ini berarti sistem ini akan lolos di bawah cakupan banyak susunan deteksi radar dan lebih sulit dilacak.

Itu juga membuat hulu ledak jauh lebih sulit untuk ditembak jatuh, karena lintasannya lebih sulit untuk dihitung.

Baca Juga: Hadapi Rudal Hipersonik China, AS Uji Senjata Laser Terkuat

Penggunaan orbit membuat jangkauan hulu ledak berpotensi tidak terbatas, artinya dapat ditembakkan ke targetnya dari segala arah.

Cara ini membantu untuk menghindari sistem radar yang umumnya menunjuk pada titik tetap di langit, dan dalam kasus Amerika di atas Kutub Utara.

Sementara itu, China juga telah meluncurkan rudal jarak menengah hipersonik, DF-17, pada 2019, yang dapat menempuh jarak sekitar 2.000 kilometer dan dapat membawa hulu ledak nuklir.

Pada bulan Oktober, China mengerahkan rudal DF 17 ke daerah pesisir sebagai persiapan untuk kemungkinan invasi ke Taiwan.

Senjata itu memiliki jangkauan maksimum 2.500 kilometer (1.550 mil) dan mampu mencapai kecepatan hingga 7.680 mil per jam (12.360 km/jam) - atau 10 kali kecepatan suara - sambil membawa hulu ledak nuklir.

Rudal ini disebut sebagai 'hukuman mati' bagi kapal induk yang berada dalam jangkauannya.

Rudal hipersonik bergerak lebih dari lima kali kecepatan suara di atmosfer atas - atau sekitar 6.200 km per jam (3.850 mph).

Kecepatan ini lebih lambat dari rudal balistik antarbenua, tetapi karena bisa dibawa kendaraan luncur maka memungkinkannya untuk bermanuver menuju target atau menjauh dari pertahanan.

Gabungan kendaraan luncur dengan rudal ke orbit, bisa mengurangi waktu reaksi musuh dan mekanisme pertahanan tradisional.

Sebaliknya, Rudal balistik antarbenua (ICBM) membawa hulu ledak nuklir pada lintasan balistik yang melakukan perjalanan ke luar angkasa, tetapi tidak pernah mencapai orbit.

China bersikeras bahwa uji pada bulan Agustus lalu adalah uji rutin untuk pesawat ruang angkasa daripada rudal.

Editor : Nextren

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x