Nextren.com -Sri Lanka bangkrut dan mengalami krisis ekonomi terburuk sejak era kemerdekaan negara tersebut pada 1948.
Pasca Sri Lanka bangkrut, masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan ekonomi mulai dari makanan, bahan bakar, obat-obatan, hingga layanan internet.
Kondisi internet saat Sri Lanka bangkrut juga mengalami kendala besar-besaran akibat krisis energi.
Dilansir dari Newswire, provider internet mobile di Sri Lanka mengatakan bahwa mereka mengalami gangguan dalam sistem jaringan transmisi 3G dan 4G karena pemadaman listrik berjam-jam.
"Beberapa penyedia layanan seluler mengatakan ada gangguan dalam sistem jaringan transisi 3G dan 4G mereka karena pemadaman listrik berjam-jam dan kekurangan bahan bakar untuk pembangkit listrik mereka," ujar penyedia layanan internet Sri Lanka seperti dilansir dari Newswire.
Baca Juga: Accenture Technology Vision 2022: Bisnis di Metaverse Akan Jadi Tren, Internet Bakal Lebih 3D
Berdasarkan pantauan tim Nextren di situs monitoring internet ISP Today, kecepatan unduh dan unggah di Sri Lanka sangat buruk dibandingkan Indonesia.
3 Mobile Broadband Srilanka hanya menyediakan layanan internet dengan kecepatan unduh maksimum 512Kbps dan unggah 128Kbps.
Untuk internet rumah, kecepatan unduh maksimal hanya 7,2Mbps dan unggah 5,76Mbps.
Jika dibandingkan dengan Indonesia, kecepatan unduh/unggah internet rumahan di Indonesia bisa mencapai 1.000Mbps tergantung dengan pilihan layanan.
Dilansir dari AFP via Kompas.com, Sri Lanka bangkrut karena tak mampu membayar utang luar negerinya sebesar USD 51 miliar atau sekitar Rp 732 triliun.
Ketidakmampuan Sri Lanka dalam membayar utang membuat negara tersebut tak lagi bisa mengimpor kebutuhan pokok untuk memutar roda ekonomi negara.
Pada akhir 221, cadangan devisa Sri Lanka menyusut dari USD 7,5 miliar menjadi USD 2,7 miliar.
Baca Juga: Microsoft Ungkap Peran Hacker Rusia Menyerang Puluhan Negara Pro-Ukraina
Para pedagang mulai kesulitan mencari sumber mata uang asing untuk membeli barang-barang impor.
Bahan makanan posok seperti beras, lentil, gula, dan susu bubuk mulai menghilang dari rak toko dan supermarket terpaksa menjatahnya.
Kemudian SPBU kehabisan bensin dan minyak tanah yang berdampak pada kelangkaan listrik dan kebutuhan energi.
(*)