Follow Us

facebookyoutube_channeltwitter

Viral Alat Pengubah Air Menjadi BBM di Cirebon, Pakar ITB Ini Malah Kurang Setuju?

Wahyu Subyanto - Senin, 23 Mei 2022 | 17:36
Nikuba, alat pengubah air menjadi BBM ciptaan Ariyanto Misel warga Lemahabang, kota Cirebon, Jawa Barat
TribunCirebon.com/Ahmad Imam Baehaqi

Nikuba, alat pengubah air menjadi BBM ciptaan Ariyanto Misel warga Lemahabang, kota Cirebon, Jawa Barat

Nextren.com - Kabar tentang penemuan alat pengubah air menjadi bahan bakar motor ramai diperbincangkan akhir-akhir ini media sosial.

Penemunya adalah Aryanto Misel, warga Lemahabang, Cirebon, Jawa Barat, yang menamakan alat temuannya Nikuba alias Niki Banyu.

Niki Banyu dalam bahasa Jawa berarti "ini air".

Pembuatnya mengklaim alat ini bisa mengubah air menjadi energi mesin pembakaran dalam (Internal Combustion Engine, ICE) di motor atau mobil.

Namun, klaim itu dianggap tidak pas oleh Dr. Ing. Ir. Tri Yuswidjajanto Zaenuri, Ahli Motor Bakar dari Institut Teknologi Bandung (ITB), sehingga dia merasa perlu meluruskan pemahaman terhadap teknologi air sebagai bahan bakar itu.

Baca Juga: Hati-Hati, Riset Buktikan Fitur Privasi Apple Bisa Dibobol Pengembang Aplikasi

Menurut Prof Yus, dilansir Gridoto (17/5), alat itu (Nikuba) sebenarnya menggunakan energi gas HHO, bukan H2 murni.

HHO (Hidrogen Hidrogen Oksigen) ini juga disebut sebagai gas Brown.

Alat pengubah air menjadi H2 atau HHO itu menurut Prof Yus tidak bisa menggantikan bahan bakar sepenuhnya di mesin pembakaran dalam.

Agar air bisa dipakai sebagai menjadi bahan bakar, maka perlu proses elektrolisis.

Nah, dalam proses elektrolisis itu unsur kimia air H2O akan dipecah hingga menghasilkan H2.

Untuk memproses elektrolisis air agar menghasilkan H2 sebanyak 1 kg dibutuhkan energi sebesar 180 MJ/kg, sehingga bisa digunakan energi pembakaran.

Saat dipakai sebagai bahan bakar mesin pembakaran dalam, H2 hanya menghasilkan energi sebesar 130 MJ/kg.

Sebagai perbandingan, bahan bakar diesel atau bensin menghasilkan energi sebesar 40-43 MJ/kg.

Menurut Prof Yus, maka ada kekurangan energi 50 MJ/kg dari 180 MJ/Kg kebutuhan energi untuk memroses elektrolisis air menjadi H2 dan dijadikan energi bahan bakar.

Maka meskipun dipakai untuk mesin pembakaran dalam, H2 tetap butuh bantuan dari energi lain seperti BBM.

Baca Juga: Jenderal Tertinggi AS Minta Perwira Muda Bersiap untuk Perang Robot dan Drone

Pasalnya, kekurangan energi 50 MJ/kg itu membuat H2 tidak bisa dipakai sebagai energi tunggal untuk mesin.

Tetap dibutuhkan bantuan bahan bakar BBM sehingga hasilnya membuat konsumsi BBM menjadi lebih irit.

Jadi menurut Prof Yus, jika disebut sebagai pengganti bahan bakar maka jelas tidak bisa, tapi bisa dibilang sebagai alat penghemat bahan bakar.

Prof Yus menambahkan, sebenarnya teknologi ini sudah ada lama, namun memang kurang efektif.

Editor : Nextren

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x