Follow Us

facebookyoutube_channeltwitter

Asyik! Puasa Belakangan Tapi Lebaran Mungkin Barengan, Ini Penjelasan Detilnya

None - Selasa, 26 April 2022 | 10:03
Ilustrasi mudik lebaran
Kompas.com/Galih Pradipta

Ilustrasi mudik lebaran

Nextren.com - Perbedaan awal dan akhir Ramadan sudah sering kita dengar sejak dulu dan sempat memicu keresahan masyarakat.

Namun seiring makin bebasnya masyarakat bersuara, maka perbedaan itu makin dipahami.

Seperti tahun ini, meski puasa dimulai secara berbeda hari, namun lebaran kemungkinan akan sama harinya.

Jauh-jauh hari, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sudah menetapkan 1 Syawal 1443 H atau hari raya Idul Fitri jatuh pada Senin, 2 Mei 2022.

Hal itu tertuang dalam Maklumat Nomor 01/MLM/I.0/E/2022 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah 1443 H.

Baca Juga: Cara Mengisi e-HAC via PeduliLindungi, Syarat Wajib Mudik Lebaran 2022

Sementara pemerintah lewat Kementerian Agama (Kemenag) baru akan memutuskan waktu perayaan Idul Fitri di sidang isbat pada Minggu (1/5/2022) petang.

Namun menurut Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam) Kemenag Kamaruddin Amin, secara hisab posisi hilal di Indonesia saat sidang isbat sudah memenuhi kriteria MABIMS.

Yakni, tinggi hilal minimal harus 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.

“Di Indonesia, pada 29 Ramadan 1443 H yang bertepatan dengan 1 Mei 2022 tinggi hilal antara 4 derajat 0,59 menit sampai 5 derajat 33,57 menit, dengan sudut elongasi antara 4,89 derajat sampai 6,4 derajat,” jelas Kamaruddin di Jakarta, Senin (25/4/2022), dikutip dari laman Kemenag.

Jika saat pengamatan atau rukyat hilal nanti benar demikian, maka Idul Fitri 1443 H akan dilaksanakan secara serentak pada Senin, 2 Mei 2022.

Artinya, Muhammadiyah menjalankan puasa selama 30 hari, sedangkan Kemenag atau pemerintah hanya berpuasa selama 29 hari saja.

Mengapa bisa demikian?

Perbedaan metode

Guru Besar Peradaban Islam UIN Raden Mas Said Surakarta Syamsul Bakri mengatakan, seluruh umat Islam sepakat bahwa puasa dimulai pada 1 Ramadhan.

Namun, yang menjadi perbedaan adalah bagaimana menentukan awal Ramadhan tersebut.

“Semua sepakat bahwa munculnya hilal adalah 1 Ramadhan, tetapi berbeda pendapat tentang apakah malam itu sudah muncul atau belum,” kata Syamsul saat dihubungi Kompas.com, Senin (25/4/2022) malam.

Baca Juga: Daftar 11 Hape Infinix Pilihan Untuk Lebaran, Murah Meriah Mulai Rp 1 Jutaan

Adapun metode yang digunakan untuk menentukan kemunculan hilal, yakni rukyat dan hisab.

Rukyat adalah melihat hilal atau Bulan dengan mata atau teropong. Sementara hisab, yakni menggunakan ilmu astronomi atau ilmu falak.

Syamsul melanjutkan, dengan menggunakan ilmu hisab, awal bulan sudah dapat diketahui tanpa harus mengamati hilal secara langsung.

Jumlah hari di bulan kalender Hijriah pasti 29 atau 30

“Di hadis dikatakan jika melihat Bulan, berpuasa. Tetapi jika belum, digenapkan Syakban-nya jadi 30 hari."

"Bagi Muhammadiyah (hilal 1 Ramadhan) itu sudah muncul ketika NU belum melihat (hilal). Muhammadiyah sudah melihat dengan hisab,” terang Syamsul.

Ia menambahkan, sidang isbat 1 Ramadhan 1443 H lalu, kondisi hilal jika dilihat atau diamati dengan mata, diragukan.

Hal tersebut lantaran derajat hilal masih rendah sekali, sehingga NU dan pemerintah memutuskan untuk menggenapkan bulan Syakban menjadi 30 hari.

“Kalau besok (1 Syawal) itu hampir ya menurut ilmu hisab sama dengan apa yang nanti diperoleh saat rukyat."

"Jadi bagi NU puasanya 29 (hari), bagi Muhammadiyah 30 hari karena tidak mungkin lebih dari itu,” ujar Syamsul.

Baca Juga: 24 HP Samsung 5G Pilihan Mulai Rp 3 jutaan, Hape Baru Buat Lebaran Nanti

Wakil Rektor UIN Raden Mas Said ini juga memastikan, jumlah hari di bulan pada sistem penanggalan Hijriah adalah 29 atau 30.

Tidak mungkin kurang dari 29 hari, atau lebih dari 30 hari.

“Jumlah hari di bulan Hijriah sudah tetap 29 atau 30. Hanya berbeda soal menentukan apakah malam ini sudah masuk bulan baru atau belum,” terang dia.

Tak seperti pada kalender Masehi yang berbasis Matahari, kalender Hijriah atau sistem penanggalan dengan Bulan ini memiliki hari yang tidak pasti.

Seperti menurut sidang isbat Kemenag, Ramadhan 1439 H atau Ramadhan 2018 berjumlah 29 hari.

Sehingga, Idul Fitri 2018 dirayakan keesokan hari setelah sidang isbat, yakni pada 15 Juni 2018.

Tahun berikutnya, sidang isbat memutuskan bahwa Ramadhan 1440 H atau Ramadhan 2019 digenapkan menjadi 30 hari lantaran hilal tidak terlihat.

Hal tersebut berbeda dengan bulan pada kalender Masehi yang memiliki jumlah hari tetap, kecuali bulan Februari yang terdiri dari 28 atau 29 hari.

Bahkan perbedaan jumlah hari di Februari pun, rutin setiap empat tahun sekali atau pada saat tahun kabisat.

Baca Juga: 9 HP Xiaomi 5G untuk Lebaran Mulai Rp 2 Jutaan, Kencang dan Terjangkau

“Kalau kalender Matahari (Masehi) kan jelas, kalau Maret sekian hari, April sekian hari, Mei sekian hari, jelas. Kalau Hijriah bisa 29 atau 30, tidak mesti,” imbuh Syamsul.

Demikian penjelasan resmi mengapa sebagian masyarakat puasa belakangan namun bisa lebaran bersamaan.

Kalau benar bisa lebaran barengan, tentu menambah kemeriahan lebaran di masyarakat bukan?

Artikel ini tayang di kompas.com, dengan judul : Kemenag Puasa Belakangan tapi Ada Kemungkinan Lebaran Bersamaan, Bagaimana Bisa?Penulis Diva Lufiana Putri

Editor : Nextren

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x