Nextren.com - Melonjaknya harga ata uag crypti seperti Bitcoin, Ethereum dan lainnya, mengundang banyak penambang di seluruh dunia.
Aktifitas penambangan crypto ini memang menggiurkan, dengan harga Bitcoin yang mencapai 700 jutaan rupiah per unit. Begitu pula mata uang crypto lainnya.
Namun ada satu sumber biaya terbesar yang menghantui para penambang crypto, yaitu listrik.
Aktivitas penambangan cryptocurrency membutuhkan listrik berjumlah besar karena kerap melibatkan banyak perangkat komputer yang dinyalakan secara terus-menerus.
Kasus pencurian listrik akibat hal ini pun sering dilaporkan.
Baca Juga: Warnet Ini Jadi Penambang Cryptocurrency untuk Hadapi Pandemi
Sindikat penambang Bitcoin di Johor, Malaysia, misalnya, diprediksi mengakibatkan kerugian sebesar 8,6 juta ringgit atau sekitar Rp 30 miliar karena mencuri listrik dari Tenaga Nasional Berhad (TNB), perusahaan penyedia listrik semacam PLN di Negeri Jiran.
Pekan ini, kepolisian Malaysia di Johor dilaporkan telah menggerebek sindikat terkait dan membekuk tujuh orang tersangka dari operasi besar-besaran di empat distrik bersama THB.
Kepala Kepolisian Johor, Datuk Ayob Khan Mydin Pitchay, mengatakan, pihaknya turut menyita 1.746 unit mesin penambang Bitcoin senilai 2,6 juta ringgit atau sekitar Rp 9 miliar (kurs Rp 3.400) dari 21 titik di Johor Baru Selatan, Seri Alam, Tangak, dan Muar.
"Masing-masing unit penambang membutuhkan satu tenaga kuda (horsepower/PK), hampir sama dengan yang dibutuhkan oleh sebuah AC yang menyala hingga 24 jam," kata Ayob Khan.
"Satu unit mesin penambang Bitcoin dijual di (toko) online dengan harga 200-300 ringgit (sekitar Rp 700.000-Rp 1 juta), tergantung kapasitasnya," imbuhnya, dirangkum KompasTekno dari Malaymail, Kamis (18/2/2021).
Ayob Khan menjelaskan, operasi penangkapan penambang Bitcoin dilakukan selama sebulan, di mana para penyelidik mengumpulkan informasi intelijen sebelum menggagalkan sindikat tersebut.