Follow Us

facebookyoutube_channeltwitter

Ilmuwan China Deteksi 30 Mutasi Virus Corona, Ada Yang Paling Mematikan

None - Jumat, 24 April 2020 | 13:15
Ilustrasi virus corona
Pixabay.com

Ilustrasi virus corona

Nextren.com - Ilmuwan China telah memperingatkan kemampuan mutasi virus corona jenis baru, SARS-CoV-2, yang mungkin telah memberi dampak berbeda terhadap penyakit Covid-19 di seluruh dunia.

Hal ini diungkapkan Profesor Li Lanjuan dan rekan-rekannya dari Zhejiang University seperti dilansir dari South China Morning Post (SCMP), Selasa (21/4/2020).

Studi baru yang dilakukan ilmuwan yang pertama kali menyarankan lockdown kota Wuhan, China, tempat pertama kali virus corona, SARS-CoV-2 terdeteksi ini menunjukkan bukti mutasi tertentu dari virus penyebab Covid-19 itu.

Menurut dia, mutasi tertentu pada virus corona baru ini dapat menciptakan jenis yang lebih mematikan dari jenis lainnya.

Baca Juga: Dituduh Konspirasi, Bill Gates Tetap Prediksi Soal Penanganan Pandemi

"SARS-CoV-2 telah memperoleh mutasi yang mampu secara substansial mengubah patogenisitasnya," kata Prof Li.

Hasilnya, menunjukkan mutasi virus paling mematikan pada pasien di Zhejiang juga ditemukan di sebagian besar pasien di seluruh Eropa.

Sementara strain virus corona yang lebih ringan adalah varietas dominan yang ditemukan negara bagian Washington, Amerika Serikat.

Baca Juga: Vietnam Diduga Biayai Hacker Untuk Curi Data Kesehatan di Wuhan

Mutasi langka tri-nukleotida Tim Li mendeteksi lebih dari 30 mutasi virus corona dan di antara mereka sebanyak 19 mutasi atau sekitar 60 persen adalah mutasi virus baru.

Mereka menemukan beberapa mutasi ini dapat menyebabkan perubahan fungsional pada spike protein virus, struktur unik di atas selubung virus yang memungkinkan virus corona mengikat sel manusia.

Untuk memverifikasi teorinya, Li dan rekannya menginfeksi sel dengan strain virus corona yang membawa mutasi berbeda.

Jenis yang paling agresif dari SARS-CoV-2 dapat menghasilkan viral load hingga 270 kali lebih banyak dibandingkan jenis yang paling lemah.

Baca Juga: Internet 5G Berkecepatan 1000Mbps Sudah Tersedia di Everest, Gunung Tertinggi di Dunia

Strain virus corona ini juga membunuh sel-sel dengan sangat cepat.

"Itu adalah hasil tak terduga dari sedikitnya selusinan pasien yang menunjukkan perbedaan dari strain virus yang sebagian besar masih diremehkan," jelas Prof Li.

Peneliti juga menemukan tiga perubahan yang terjadi secara berturut-turut yang dikenal sebagai mutasi tri-nukleotida yang terjadi pada seorang pasien berusia 60 tahun.

Ilmuwan mengklaim itu adalah peristiwa yang langka terjadi.

Sebab, biasanya gen bermutasi pada satu situs pada satu waktu.

Baca Juga: Cara Daftar Rapid Tes dan Tes PCR COVID-19 Lewat Aplikasi Halodoc

Pasien tersebut menghabiskan masa perawatan sekitar 50 hari di rumah sakit, lebih lama dari pasien Covid-19 lainnya.

Bahkan, feses pasien tersebut sangat menular dengan strain virus yang hidup.

"Menyelidiki dampak fungsional dari mutasi tri-nukleotida ini akan sangat menarik," kata Prof Li.

Adapun gen virus corona yang bermutasi saat ini berbeda dari strain paling awal yang diisolasi di Wuhan, tempat virus ini pertama kali terdeteksi.

Baca Juga: Aplikasi PeduliLindungi Tembus 1 Juta Pengguna, Peringatkan Jika Ada Pasien Positif Covid-19 di Sekitarnya

Peneliti mengungkapkan pada umumnya, virus corona berubah dengan kecepatan rata-rata satu mutasi per bulan.

Namun, pada hari Senin, dilaporkan lebih dari 10.000 strain telah diurutkan oleh para ilmuwan di seluruh dunia.

Menurut China National Centre for Bioinformation, dari strain virus corona tersebut mengandung 4.300 mutasi.

Profesor Zhang Xuegong, kepala divisi bioinformatika di National Laboratory for Information Science and Technology, Tsinghua University mengapresiasi metode pengurutan sekuensing ultra-deep.

Baca Juga: Grup Video Call WhatsApp 8 Orang Sekaligus Sudah Bisa Dicoba di Versi 2.20.133

Metode ini digunakan Prof Li untuk melacak mutasi virus, yakni pada mutasi virus corona, SARS-CoV-2.

"Metode ini adalah strategi efektif untuk melacak mutasi virus dan dapat menghasilkan beberapa informasi bermanfaat," kata Prof Zhang.

Kendati demikian, melacak mutasi virus dengan pendekatan ini bisa jadi akan memakan waktu lebih lama dan harus mengeluarkan lebih banyak biaya.

Selain itu, metode tersebut juga tidak bisa diterapkan pada semua sampel strain virus corona.

Source : NexTren

Editor : Nextren

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x