Aturan lain adalah Permendag Nomor 25 Tahun 2021 Tentang Penetapan Barang yang Wajib Menggunakan Atau Melengkapi Label Berbahasa Indonesia dan Permendag Nomor 26 Tahun 2021 Tentang Penetapan Standar Kegiatan Usaha Dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Perdagangan.
“Kami juga melakukan pengawasan berkala terhadap perdagangan jasa buka blokir (unblocking) IMEI secara online di marketplace, dilanjutkan dengan permintaan takedown link di marketplace yang menyediakan jasa buka blokir IMEI,” ungkap Gembong dalam diskusi yang digelar Indonesia Technology Forum (ITF).
Lebih lanjut Gembong mengatakan pihaknya telah melakukan Pengawasan Terpadu secara langsung (onsite) bersama tim dari Kemkominfo, Kemenperin, Ditjen Bea dan Cukai, Rokorwas PPNS Bareskrim POLRI, dan Dinas PPKUKM Provinsi DKI Jakarta.
“Selain itu, pihak Kemendag juga telah melakukan sosialisasi (onsite dan offline) kepada pedagang perangkat telekomunikasi tentang kewajiban untuk memperdagangkan perangkat telekomunikasi dengan IMEI yang telah terdaftar dan tervalidasi serta larangan perdagangan jasa unblocking IMEI,” ungkap Gembong.
Baca Juga: Perbedaan iPhone IMEI Kemenperin dan iPhone Smartfren Only, Banyak Dijual Murah!
Untuk pengaduan konsumen, Kemendag juga telah membuka saluran melalui website, simpktn.kemendag.go.id, telpon 021-3441839, whatsapp 085311111010, telpon, email pengadua.konsumen@kemendag.go.id.
Lebih lanjut Gembong mengatakan ada dua sanksi hukum terhadap pelanggar IMEI.
Pertama sanksi administratif sesuai dengan Permendag Nomor 25 Tahun 2021 dan Permendag Nomor 26 Tahun 2021, yakni dengan pencabutan perijinan di bidang Perdagangan.
Kedua, sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan serta pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2 miliar sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen).
“Perangkat hukum untuk pelanggar IMEI sudah sangat jelas. Tak ada kompromi. Dan Masyarakat pun jangan tergiur dengan popnsel ilegal. Lebih baik beli ponsel resmi,” ungkap Gembong.
Secara terpisah, Taufiq CH,SH,MH, praktisi Hukum mengatakan jika mengacu pada ancaman pelaku penjual ponsel black market (ilegal) sendiri, masuk dalam ancaman pidana dan denda kejahatan perdagangan barang selundupan yang diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 1995, yang lalu mengalami perubahan lewat UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.
"Dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)," bunyi pasal 102 UU Nomor 17 Tahun 2006.