Nextren.com - Film KKN di Desa Penari memang fenomenal bahkan menjadi film terlaris di Indonesia mengalahkan Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 dan Dilan 1990.
Sejak pertama kali rilis 30 April 2022 hingga hari ini, Kamis, 19 Mei 2022, KKN di Desa Penari telah ditonton oleh 7 juta penonton.
Film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 yang rilis 2016 silam meraih 6.858.616 penonton.
Sedangkan film Dilan 1990 yang rilis 2018 meraih 6.315.664 penonton.
Ada beberapa hal yang membuat orang-orang tertarik dan penasaran dengan Film KKN di Desa Penari.
Baca Juga: Simak Adu Kuat Superkomputer China dan Amerika Serikat, Siapa Pemenangnya?
Selain soal jalan ceritanya yang horor dan penuh teka-teki, lokasi syuting Film KKN di Desa Penari juga menjadi daya tarik para penontonnya.
Diketahui tempat syuting film KKN di Desa Penari ternyata berada di Ngluweng, Kalurahan Ngleri, Kapanewon Playen, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Syuting film ini tentu mendatangkan rezeki bagi orang-orang di sekitar lokasi.
Ada beberapa rumah yang disewa untuk dijadikan lokasi syuting film KKN di Desa Penari ini.
Rumah ini disewa dengan bayaran yang beragam.
Salah satunya adalah rumah milik Ngadiyo.
Rumah milik Ngadiyo ini disewa untuk dijadikan rumah utama Film KKN di Desa Penari.
Namun siapa sangka setelah rumah tersebut dijadikan lokasi syuting, Ngadiyo dan keluarga justru ketakutan untuk kembali meninggali rumah tersebut.
Bahkan kini dikabarkan bahwa rumah tersebut akan dijual.
Kabar ini dibenarkan oleh Ketua RT setempat.
Baca Juga: Pasukan Ukraina Sukses Redam Invasi Rusia ke Kyiv Lewat Rekayasa Banjir Buatan
"Iya (bangunan rumah mau dijual), tapi saya tidak tahu detailnya. Seperti laku tidaknya, belum tahu saya," kata Ketua RT 002 RW 001 Pedukuhan Ngluweng Chasanah saat ditemui wartawan di rumahnya Rabu (18/5/2022).
Menurut Ketua RT Setelah selesai untuk syuting Ngadiyo dan istrinya kembali menempati rumah tersebut. Namun, tidak berselang lama pindah dari rumah tersebut.
"Setelah selesai syuting pindah karena di situ perasaannya takut. Sudah lama itu sekitar satu tahunan yang pindah," kata Chasanah.
Salah seorang tetangga, Danuri mengungkapkan Ngadiyo dan istri saat ini sudah tidak menempati rumah tersebut beberapa bulan setelah pengambilan gambar film.
"Sudah pindah sekitar satu tahun setengah, kabarnya limasannya mau dijual. Ya kemungkinan itu (rumahnya jadi seram). Yang tinggal dulu hanya pak Ngadiyo dan istrinya. Setelah syuting yang punya rumah sakit dan tinggal bersama anaknya di Banaran," kata Danuri.
"Informasinya yang dijual hanya Limasan saja, menyisakan (bangunan) kampung yang di dapur," kata dia.
Lantas seperti apakah penampakan rumah tersebut?
Rumah milik Ngadiyo berbentuk limasan dengan dinding bambu dan kayu.
Selain itu di sisi kiri terdapat tumbuhan bambu, dan sebelah kanan pohon jati tak berpenghuni.
Saat mengawali cerita, SimpleMan sempat mengatakan tidak diberi izin oleh salah satu narasumber KKN untuk mem-publish cerita tersebut.
"Sebelumnya, penulis tidak mendapat ijin untuk memposting cerita ini dari yang empunya cerita, karena beliau memiliki ketakutan sendiri pada beberapa hal, yang meliputi kampus, dan desa tempat KKN di adakan," tulis SimpleMan kala itu.
Namun, karena banyaknya pelajaran yang bisa didapat dari kisah tersebut, akhirnya kisah 'KKN di Desa Penari' tetap dituliskan.
Konon, ada dua versi cerita 'KKN di Desa Penari' yakni dari sudut pandang tokoh Widya dan versi Nur.
Cerita versi Widya dituliskan terlebih dahulu. Widya merupakan mahasiswa angkatan 2005/2006 yang melaksanakan KKN pada 2009.
Widya sempat kesulitan mencari lokasi untuk KKN. Beruntung temannya, Ayu menemukan lokasi yang cocok yakni di kota B, kabupaten K.
Saat mengetahui anaknya akan KKN di kota B, ibu Widya sempat memiliki perasaan tak enak dan memperingatkan putrinya. Namun, Widya berhasil meyakinkannya.
Akhirnya, Widya berangkat ke lokasi desa KKN bersama 5 mahasiswa lainnya yakni Ayu, Nur, Bima, Wahyu dan Anton.
Saat menuju lokasi, banyak kejadian dan penampakan aneh yang hanya bisa dilihat dan dirasakan Widya.
"Ngene, awakmu krungu ora, nang dalan alas mau, onok suara gamelan?" (gini, kamu dengar apa tidak , di jalan tadi, ada suara orang memainkan gamelan?)"
Baca Juga: Terungkap, Inilah Fitur yang Membuat MiChat Jadi Platform Open BO
"Yo paling onok hajatan lah, opo maneh" (ya palingan ada warga yang mengadakan hajatan, apalagi)"
"Berbeda dengan Ayu, Nur, menatap Widya dengan ngeri. Sembari berbicara lirih, Nur yang seharusnya paling ceria di antara mereka berkata. "Mbak, ra onok Deso maneh nang kene, gak mungkin nek onok hajatan, nek jare wong biyen, krungu gamelan nang nggon kene, iku pertanda elek."
Cerita Asli KKN di Desa Penari versi Nur
Berbeda dengan versi Widya, cerita 'KKN di Desa Penari' versi Nur diklaim sudah mendapat izin dari yang orangnya langsung.
Cerita versi Nur inilah yang akan menjawab segala teka-teki yang ada di cerita versi Widya.
"Banyak hal yang membuat Nur bimbang, salah satunya, tentang lokasi dan sebagainya. sejujurnya, ini kali pertama Nur, pergi ke arah etan (Timur) sebagai, perempuan yang lahir di daerah kulon (barat) ia sudah seringkali mendengar rumor tentang arah etan, salah satunya, kemistisanya."
"Mistis, bukan hal yang baru bagi Nur, bahkan ia sudah kenyang dengan berbagai pengalaman akan hal itu, saat menempuh pendidikanya sebagai santriwati, mengabaikan perasaan tidak bisa di lakukan secara kebetulan semata. dan malam ini, belum pernah Nur merasa setidak'enak ini."
Dalam cerita Nur merasakan hal janggal ketika mobil melaju dari Kota J ke Kota B. Salah satu pertanda buruk yang dialaminya adalah ketika ada kakek-kakek yang tiba-tiba menghampirinya.
"Bukan hanya itu saja, si kakek, mengelengkan kepalanya, seolah memberikan tanda pada Nur yang ada didalam mobil, untuk mengurungkan niatnya."
Selain itu, hujan lebat tiba-tiba turun yang membuat mobil yang dikendarai Nur dkk harus berhenti di rest area yang sepi.
Bagi yang penasaran bisa membaca kelanjutan kisahnya di Twitter ya!(*)
Artikel ini telah tayang di TribunPalu.com dengan judulPenampakan Rumah Lokasi Syuting Film KKN di Desa Penari yang Dijual Pemilik karena Takut MenempatiPenulis: Lita Andari Susanti