Nextren.com -Kasus pencurian mata uang kripto kembali terjadi dan melibatkan nominal yang cukup besar.
Baru-baru ini, kasus pencurian mata uang kripto melibatkan hacker yang berafiliasi dengan pemerintah Korea Utara.
Dilansir dari CNN, FBI pada hari Kamis (14/4) menyalahkan hacker yang berafiliasi dengan pemerintah Korea Utara terkait pencurian kripto terbesar di dunia.
Tak main-main, laporan FBI mengatakan bahwa mata uang kripto yang berhasil dicuri mencapai USD 625 juta atau sekitar Rp 8,8 Triliun.
Hacker yang berafiliasi dengan pemerintah Korea Utara berhasil meretas platform kripto besutan Sky Mavies.
Dilansir dari Gizchina, Sky Mavis yang mengoperasikan game NFT Axie Infinity mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa "bridge" Ronin Network mereka diretas pada akhir Maret lalu.
Sky Mavis mengungkapkan bahwa bridge tersebut seharga USD 625 juta dalam token Ethereum dan USDC.
Pernyataan Sky Mavis tersebut dikonfirmasi oleh investagasi FBI.
"Melalui investigasi kami, kami dapat mengkonfirmasi Lazarus Group dan APT38, aktor siber yang terkait dengan DPRK (Korea Utara), bertanggung jawab atas pencurian USD 620 juta di Ethereum yang dilaporkan 29 Maret," ujar FBI seperti dilansir dari CNN.
Peretasan yang dilakukan oleh Lazarus Group dan APT38 menjadi salah satu pencurian terbesar dalam sejarah mata uang kripto.
Selain itu, pencurian ini juga menimbulkan banyak pertanyaan mengenai keamanan jaringan Ronin.
Dilansir dari Gizchina, jaringan Ronin mengandalkan 9 validator terpercaya dalam transaksinya.
Namun dalam kasus ini, hacker mengambil alih 5 validator untuk meretas jaringan dan mentransfer dana.
Baca Juga: Jejak Aksi Serangan Hacker Rusia yang Paling Ditakuti Dunia, Bisa Bikin AS Kalang Kabut
Kasus peretasan platform kripto yang melibatkan Korea Utara bukanlah yang pertama kalinya terjadi.
Sebelunya, pada tahun 2021 Lazarus Group diduga menjadi koordinator utama untuk peretasan platform kripto dan membawa USD 400 juta untuk Korea Utara.
Menurut Chainaalysis, kelompok Lazarus bertanggung jawab atas 7 serangan peretasan selama tahun 2021 lalu.
Hal ini mengindikasikan bahwa Korea Utara juga memiliki jaringan cybercrime yang patut diwaspadai.
(*)