Saat pertama kali sanksi dijatuhkan, Zhengfei berpikir mungkin perusahaannya melakukan kesalahan dan tidak patuh terhadap aturan.
"Namun, kemudian serangan kedua lalu ketiga menyusul. Lalu kami sadar mereka ingin kami lenyap, tapi keinginan untuk bertahan juga memotivasi kami," jelas Zhengfei dikutip KompasTekno dari South China Morning Post, Selasa (26/1/2021).
Sejak sanksi pertama tahun 2018, pemerintahan Donald Trump memang menjatuhkan beberapa sanksi susulan lain terhadap Huawei.
Pada Agustus 2020, Kementerian Perdagangan AS menambahkan 38 afiliasi Huawei di seluruh dunia ke dalam entity list dengan alasan Huawei memanfaatkan afiliasinya untuk menghindari sanksi yang mencegah ekspor teknologi dari AS.
Menurut sejumlah laporan, Huawei juga dilarang menggunakan chip dari Intel.
Larangan tersebut muncul sesaat sebelum Donald Trump lengser dari jabatannya.
Kini, pemerintahan Trump telah berakhir dan digantikan rivalnya Joe Biden setelah memenangi pemilu AS pada November lalu.
Baca Juga: Amerika Blokir Lagi Perusahaan Asal China, Kini SMIC Jadi Korban
Menurut beberapa analis, Biden akan membawa angin segar terhadap rekonsiliasi AS-China.
Namun, menurut anggota kongres, Frank, kebijakan AS terhadap China di bawah Biden tidak akan begitu saja "membebaskan" Huawei dari pusaran konflik AS-China.
Salah satu alasannya karena sentimen antiproduk teknologi China kemungkinan sudah terbentuk di benak para pemimpin AS.
Kendati demikian, peluang lain tetap masih terbuka lebar.