Sebagai contoh, mereka menikmati setidaknya US$ 75 miliar dalam bentuk keringanan pajak dan pembiayaan sumberdaya yang murah.
Hal ini lumrah sebagai sebuah praktik bisnis yang bisa dijumpai di mana pun.
Baca Juga: Prancis Tidak Melarang Huawei , Asal Operator Telko Bisa Menghindar
Kompleksitas baru muncul ketika kita kaitkan praktik bisnis yang dilakukan Huawei dengan kebijakan pemerintahan sentralistik Tiongkok serta upaya intelijen yang mereka lakukan.
Mari kita lihat Undang-Undang (UU) Intelijen Nasional Republik Rakyat Tiongkok tahun 2017.
Aturan ini berisi 6 bab dan 32 pasal.
Pasal 7 secara khusus memberikan peluang bagi setiap warga dan entitas Tiongkok untuk menjadi bagian intelijen negara.
Selain itu, ditegaskan kembali di Pasal 14 dan 16 bahwa pekerjaan intelijen negara mungkin memerlukan bantuan warga maupun entitas Tiongkok, dan memberikan akses bagi intelijen untuk memeriksa serta mengambil file, materi, dan bahan yang mereka perlukan.
Baca Juga: Jaringan 5G Huawei Kini Resmi Dicekal Pemerintah Inggris, Bisa Timbulkan Kesenjangan Digital?
Pasal tersebut menunjukkan dengan jelas, bahwa sekalipun Huawei (maupun perusahaan teknologi Tiongkok lainnya) membantah mereka melakukan kegiatan spionase, bila Pemerintah Tiongkok meminta data untuk keperluan intelijen, maka secara hukum Huawei harus memberikannya.
Dan, melihat kecepatan dan kekuatan teknologi 5G, bahaya terbesar bukan hanya pada penyadapan informasi.
Tetapi, lebih dari itu, intervensi dalam semua peranti yang dikendalikan melalui protokol 5G milik Huawei: internet, kendaraan, rumahsakit, hingga drone dan senjata militer yang bisa memicu perang.