Pasalnya, saat ini baru sedikit strain atau jenis virus corona yang di-submit.
"Untuk berapa jenisnya, saat ini masih sedikit yang di-submit. Dari Eijkman baru 7 yang di submit, dari Unair baru 2, yang lainnya baru proses karena belum lengkap," jelas dia.
"Yang dari Unair, kalau enggak salah 1 di antaranya itu masuk di kelompok G," imbuhnya. Dikonfirmasi terpisah, pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyatakan bahwa hal ini mengindikasikan virus corona terus bermutasi.
Baca Juga: Tertekan Corona, Garuda Indonesia Buka Bisnis Baru KirimAja Kurir Barang Berbasis Aplikasi
Kendati demikian, ia menilai seharusnya dilihat dari keseluruhan pihak yang mensubmit jenis virus, tidak hanya dari Eijkman saja.
"Jadi kita ingin melihat polanya. Apakah mutasinya di Indonesia atau di luar Indonesia, ini penting," kata Pandu.
Lebih lanjut, hal ini juga menuntut dalam pembuatan vaksin harus mengantisipasi semua jenis virus corona yang ada.
Pandu mengungkapkan, nantinya vaksin tak hanya diperuntukkan di Indonesia, namun juga untuk seluruh dunia.
Baca Juga: Bossman Mardigu Anggap Virus Corona Buatan Manusia, Pakar Miologi Molekuler Minta Bukti
"Bukan hanya virus yang ada di Indonesia, bukan berarti Indonesia buat vaksin untuk Indonesia, enggak. Tapi juga untuk semua jenis virus corona yang ada di dunia," terang dia. Oleh sebab itu, kata Pandu, dalam pembuatan vaksin harus dilakukan secara global.
Tidak mungkin satu negara membuat vaksin sendiri-sendiri.