Nextren.com - Makin cepat dan meluasnya jangkauan akses internet di seluruh Indonesia, didukung kuat oleh keberadaan kabel fiber optic bawah laut.
Sampai saat ini, kabel fiber optic memang menjadi andalan utama jaringan data internasional, dengan kecepatan data yang sangat tinggi, bandwith besar dan latensi yang sangat rendah.
Ada banyak jaringan kabel bawah laut yang membentang di dasar lautan Indonesia, menghubungkan antar pulau dan menjadi pintu gerbang internet ke dunia luar, seperti lewat Singapura, Australia dan Hongkong.
Nah dalam prakteknya, sering ada kerusakan pada kabel bawah laut tersebut yang ditimbulkan oleh kapal-kapal yang lewat maupun kegiatan laut lainnya.
Baca Juga: Saat Kabel Bawah Laut 4600 KM Membentang Sepanjang Australia-Indonesia-Singapura
Hal ini tentu saja menganggu kinerja dan kecepatan data dan internet antar pulau dan antar negara, yang kini sangat dibutuhkan dalam era digital saat ini.
Baru-baru ini, Triasmitra (PT Ketrosden Triasmitra) berhasil mencatat sejarah di bidang telekomunikasi, khususnya dalam penegakkan Undang-undang Republik Indonesia No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Perusahaan yang telah berkecimpung di dunia telekomunikasi sejak 26 tahun lalu itu berhasil untuk pertama kali memenangkan kasus pengrusakan sistem komunikasi khususnya Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL), dalam persidangan kasus pengrusakan SKKL Palapa Ring Barat (PRB), yang menjadi tanggung jawab Triasmitra dalam perawatan dan pemeliharaan, di perairan Tanjung Balai Karimun Kepulaun Riau.
Titus Dondi, CEO Triasmitra, menjelaskan bahwa kasus ini berawal pada tanggal 4 Juli 2019, melalui pemantauan sistem monitoring Triasmitra, telah terjadi gangguan (disebabkan putusnya koneksi) pada SKKL PRB di sekitar perairan Tanjung Balai Karimun.
Baca Juga: Google Buat Kesalahan, Android 11 Beta Bisa Dipakai Sebelum Rilis
Segera tim patroli PT Ketrosden Triasmitra melakukan pengecekan langsung ke lokasi yang diperkirakan terjadi kerusakaan.
Di titik lokasi, tim patroli menemukan ada Kapal (tug boat) TB Bintang Ocean 3 dan tongkang Winbuild 2312 berbendera Singapura milik Hai Seng Marine Pte Ltd yang sedang berlabuh jangkar berada dekat dengan lokasi yang diperkirakan terjadi kerusakaan.
Nahkoda Kapal (tug boat) TB Bintang Ocean 3 bernama Djunaidi Tan, yang menarik tongkang winbuild 2312 milik Hai Seng Marine Pte Ltd mengakui bahwa kapal tersebut tidak bisa bergerak, karena jangkar tongkang tersangkut sesuatu.
Menurut Nahkoda Kapal (tug boat) TB Bintang Ocean 3 sesuatu yang menyangkut itu adalah wire atau kabel, sehingga Nahkoda Kapal akhirnya terpaksa memutus tali jangkar tongkang winbuild 2312 yang ditarik oleh Kapal (tug boat) TB Bintang Ocean 3, milik Hai Seng Marine Pte Ltd.
Baca Juga: Gerai Alfamart vs Indomaret Sama Sekitar 16 Ribuan, Ternyata Ini Pemilik yang Lebih Kaya
Setelah dilakukan pengecekan di lapangan dengan melakukan penyelaman pada sekitar lokasi yang diperkirakan terjadi kerusakaan, maka telah ditemukan jangkar tongkang winbuild 2312 yang ditarik oleh Kapal (tug boat) TB Bintang Ocean 3 milik Hai Seng Marine Pte Ltd tersebut, dalam kondisi tersangkut pada kabel fiber optik Palapa Ring Barat dan kondisi kabel sudah dalam keadaan terputus/rusak.
Mengetahui kabel fiber optik sudah dalam keadaan terputus/rusak, maka Triasmitra segera melaporkan hal tersebut kepada pihak berwajib, dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Kepulauan Riau Resor Karimun (Polres Karimun).
Setelah melalui serangkaian proses Penyelidikan dan Penyidikan, Polres Karimun akhirnya menetapkan Djunaidi Tan yang merupakan Nahkoda Kapal (tug boat) TB Bintang Ocean 3 milik Hai Seng Marine Pte Ltd sebagai Tersangka, atas rusaknya kabel laut SKKL PRB tersebut.
Rusaknya kabel laut itu menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.
Baca Juga: YouTuber Ini Oprek Kalkulator Casio Jadi Bisa Internetan, Netizen Khawatir Dipakai Nyontek
Maka oleh pihak Kejaksaan Negeri Tanjung Balai Karimun, Djunaidi Tan dituntut hukuman penjara 3 tahun dan denda Rp.500.000.000,- (lima ratus juta Rupiah) subsider 6 bulan penjara.
Djunaidi Tan dianggap telah melanggar ketentuan Pasal 55 Jo. Pasal 38 Undang-undang Republik Indonesia No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Selanjutnya setelah melalui beberapa kali sidang, pada tanggal 18 Mei 2020, Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun telah membacakan Putusan Nomor 2/Pid.Sus/2020/PN.Tbk.
Dalam Putusan tersebut, pada intinya menyatakan Terdakwa Djunaidi Tan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi”, sebagaimana dalam dakwaan Ke Satu Penuntut Umum.
Dalam putusan tersebut, Terdakwa Djunaidi Tan dihukum pidana penjara 2 Tahun dan Denda Rp500 Juta, dan jika denda tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama 3 Bulan. Pengadilan langsung memerintahkan Terdakwa Djunaidi Tan untuk ditahan.
Baca Juga: Inilah Aplikasi yang Paling Dibenci dan Membuat Tersiksa Siswa dan Remaja
Adapun barang bukti yang diajukan dalam pengadilan adalah 1 Unit Kapal Tugboat BINTANG OCEAN 3 beserta berbagai dokumennya, dan 1 Unit Kapal Tongkang bernama WINBUILD 2312 beserta dokumennya, dirampas untuk Negara.
Titus Dondi sendiri berharap dengan adanya keputusan ini, maka berbagai pihak yang melakukan kegiatan di laut, menjadi lebih perhatian terhadap keberadaan dan keamanan kabel fiber optik bawah laut sebagai sarana vital negara.
Putusan tersebut telah membuat terang bahwa segala tindakan dari pihak manapun yang meyebabkan putusnya kabel telekomunikasi bawah laut, adalah menjadi tindak pidana karena melanggar Pasal 55 Jo. Pasal 38 Undang-undang RI No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Di tempat yang berbeda, CEO PT Palapa Ring Barat Syarif Lumintarjo, menyambut positif keputusan majelis hakim atas kasus ini.
Baca Juga: Peluncuran PlayStation 5 Ditunda Gara-gara Unjuk Rasa di Amerika
Dikatakannya, putusan ini membuat tenang perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi, khususnya yang memiliki dan memelihara SKKL, karena menjadi kekuatan hukum saat mengalami kejadian serupa.
Pada akhirnya memang keputusan hakim atas perkara ini bukan bertujuan untuk menjadi senjata bagi satu pihak dan menakuti pihak lain.
"Tujuan adalah agar semua pihak peduli atas keberadaan dan keamanan sarana telekomunikasi, baik di darat maupun di laut, demi kemajuan telekomunikasi Indonesia di tengah globalisasi dunia," tutupnya.