Sang CEO juga mengakui bahwa dirinya senang sekali berjudi.
Dilansir dari South China Morning, sekitar 20 suplier yang menahan pasokan komponen mereka dilaporkan mengajukan permohonan restrukturisasi dan kebangkrutan atas Gionee, ke pengadilan di wilayah Shenzhen pada November lalu.
Permohonan itu diajukan lantaran Gionee gagal membayar biaya produksi kepada para pemasok tersebut selama beberapa bulan.
Total utang Gionee dilaporkan mencapai 17 miliar yuan atau sekitar Rp 35 triliun.
Sebanyak 10 miliar yuan (Rp 20 triliun) merupakan tunggakan ke bank, 5 miliar yuan (Rp 10 triliun) ke pemasok, dan 2 miliar yuan (Rp 4 triliun) ke agensi iklan.
Di pasaran smartphone China, Gionee menduduki urutan keenam setelah Apple.
Posisinya belakangan mulai terancam oleh para pemain besar Negeri Tirai Bambu, seperti Huawei, Oppo, Vivo, dan Xiaomi.
Meski demikian, Gionee masih bisa melakukan ekspansi ke beberapa wilayah pasar di luar China, seperti India dan Indonesia pada akhir 2017 lalu.(*)