Perusahaan Wajib Tingkatkan Sistem Keamanan Siber di Era Kerja Hybrid

Rabu, 23 Februari 2022 | 13:00
Dot Net University

ilustrasi cybersecurity

Nextren.com -Masa pandemi Covid-19 telah berlangsung hampir 3 tahun di berabagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Pandemi Covid-19 yang terus berlangsung telah memaksa berbagai lini bisnis untuk mengadopsi model kerja jarak jauh.

Perusahaan-perusahaan besar telah menerapkan pola kerja WFH dan pola kerja hybrid dalam mensiasati pandemi Covid-19.

Baca Juga: MIUI 13 Resmi Bisa Dinikmati di Poco, Bawa Fitur Keamanan dan Privasi Andal

Dari sisi pekerja, model kerja WFH dan hybrid membuat mereka merasa lebih aman dan terlindungi dari paparan Covid-19.

Saat ini, kerja hybrid (hybrid workplace) sepertinya akan menjadi budaya kerja baru paska-pandemi, di mana beberapa karyawan akan kembali bekerja dari kantor, sementara karyawan lainnya tetap mendapatkan pilihan bekerja dari rumah atau dari jarak jauh (remote working).

Bekerja dari kantor dilakukan secara bergantian atau mendapatkan pilihan penuh untuk bekerja jarak jauh.

Baca Juga: Apakah NFT Aman dari Kebocoran Data dan Hacker? Ini Kata Pakar

Di dalam Global Workplace Report 2021 yang dibuat oleh NTT Ltd. mengungkapkan bahwa hanya 43,2% karyawan yang yakin bahwa informasi perusahaan tetap terjaga aman saat mereka bekerja dari rumah.

Tentu saja angka tersebut sangat rendah, mengingat sejak awal pandemi para karyawan sudah bekerja secara fleksibel.

Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar bisnis masih berjuang memasang sistem keamanan yang tepat dan menggunakan pelatihan untuk memastikan informasi perusahaan aman saatmemulaisistem kerja hybrid.

Saat ini, sebagian besar tim keamanan perusahaan tidak memiliki waktu, energi, dan sumber daya untuk secara mandiri membangun pertahanan terhadap ancaman keamanan siber.

Apalagi beberapa waktu belakangan ancaman keamanan siber meningkat di seluruh jejak digital yang terus berkembang.

Setiap tim keamanan perusahaan harus menjalani transformasi yang mendukung ‘new normal’ dan mengidentifikasi setiap risiko ketika sebagian besar karyawan dan perangkatnya berada di luar batas keamanan perusahaan tradisional.

Baca Juga: Cara Cek Keamanan Akun Instagram, Antisipasi Pembajakan Akun!

Sementara itu, NTT Ltd. telah lebih dari 20 tahun berinovasi, menyempurnakan, dan berkolaborasi dengan klien untuk menghadirkan kemampuan dalam mendeteksi ancaman-ancaman dengan cerdas, otomatis, dan responsif.

Deteksi dan respons ancaman-ancaman haruslah menjadi garis pertahanan pertama terhadap serangan siber karena ini bukan tentang jika serangan akan terjadi, tetapi, tentang ketika serangan akan terjadi.

Perimeter keamanan tradisional yang beralih ke model berbasis cloud mampu mendeteksi dan mengidentifikasi ancaman secara cepat dan akurat.

Hal tersebut merupakan kunci untuk memastikan ancaman direspon untuk mengurangi terjadinya kerusakan akibat serangan yang ditujukan terhadap bisnis.

Baca Juga: Instagram Rilis 3 Fitur Keamanan & Privasi Baru di iOS dan Android

Peran IntelijenAncaman

Intelijen ancaman sangat penting untuk mendeteksi dan memvalidasi ancaman yang ada.

Intelijen ancaman dan deteksi ancaman sering kali ada secara simbiosis.

Pada saat intelijen ancaman meningkat, tentu ini akan meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi ancaman.

Saat ancaman yang lebih kompleks terdeteksi, ini akan memberi tahu sistem intelijen mengenai apa yang harus diwaspadai sekarang dan di saat lainnya.

Intelijen ancaman serta deteksi dan respon ancaman merupakan hal penting dalam sistem kerja hybrid karena tim TI dan pemimpin bisnis harus bergegas untuk mengadopsi teknologi yang mendukung kerja jarak jauh agar bisnis tetap berjalan selama pandemi berlangsung.

Adopsi Teknologi dan aplikasi berbasis cloud atau solusi kolaborasi siap pakai sangat direkomendasikan untuk mendukung keamanan bisnis di era hybrid.

Namun, sayangnya, 80,7% pemimpin TI mengatakan bahwa mereka merasa lebih sulit untuk menemukan keamanan TI atau risiko bisnis yang ditimbulkan oleh karyawan saat mereka bekerja dari jarak jauh.

Sikap terburu-buru dalam pengambil-keputusan untuk beralih ke cloud telah meninggalkan celah pada keamanan dan menciptakan postur dan perimeter keamanan yang keropos.

“Penjahat dunia maya telah menyadari peluang ini. Karyawan dan data perusahaan lebih rentan di luar batas keamanan jaringan perusahaan, dan karyawan juga cenderung tidak menyadari taktik terbaru yang digunakan oleh pelaku ancaman,” kata Hendra Lesmana, CEO NTT Ltd. di Indonesia.

Baca Juga: Facebook Messenger Kedatangan 3 Fitur Keamanan Baru, Tambah Aman!

Deteksi ancaman dan intelijen ancaman yang baik perlu melihat pada keseluruhan permukaan serangan yang terjadi di manapun baik orang, proses, aset, dan teknologi secara realtime.

Sehingga, dapat dipastikan apakah suatu organisasi memiliki pemahaman yang baik tentang di mana kelemahan keamanan dan apa yang dapat dilakukan untuk mengatasinya.

Hal ini juga penting untuk mengurangi waktu tunggu penyerang, mengurangi biaya respons, meningkatkan skalabilitas, dan mengoptimalkan operasional keamanan.

Ketika banyak penyedia layanan menawarkan layanan keamanan melalui cloud berbasis langganan, Cyber-Threat Sensor AI dimanfaatkan untuk menganalisis dan otomatisasi dalam menyederhanakan proses deteksi ancaman.

Selain itu Cyber-Threat Sensor AI lebih mudah dikelola dan ditindaklanjuti oleh tim keamanan.

Cyber-Threat Sensor AI dalam pelaksanaannya dapat digabungkan dengan penyedia layanan keamanan terkelola untuk intelijen ancaman untuk mengembangkan layanan yang tangkas dan memiliki keahlian keamanan khusus yang diperlukan.

(*)

Editor : Wahyu Subyanto

Baca Lainnya