Nextren.com - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah membentuk sebuah unit baru guna memberantas penyebaran konten yang melanggar di dunia maya.
Laporan terbaru menyebut bahwa kegiatan patroli secara virtual itu pun telah membuahkan hasil.
Dihimpun dari Kompas, disebutkan ada 200 konten SARA yang ditetapkan melanggar aturan di sejumlah platform media sosial.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Slamet Uliandi menyatakan kalau polisi virtual telah mengirimkan peringatan terhadap 68 akun.
Baca Juga: Polisi Virtual Indonesia Bakal Patroli di Medsos, Tilang Pakai UU ITE?
Penyebaran surat tersebut dilaksanakan sejak tanggal 23 Februari sampai 12 April 2021.
Lebih lanjut, ia pun menyebutkan bahwa jumlah akun itu berdasarkan adanya 200 konten yang sudah terbukti melanggar aturan.
"Dari 329 konten yang diajukan peringatan virtual polisi (PVP), 200 lolos verifikasi (layak diberi peringatan karena diduga mengandung ujaran kebencian," ucap Slamet, dikutip dari Kompas.
Dan peringatan tersebut dikirim kepada akun-akun yang mengunggah konten diduga mengandung unsur suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA) dan berpotensi melanggar Pasal 28 Ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Slamet juga menyebutkan bahwa penyebaran konten SARA tidak terjadi di satu platform media sosial saja.
Baca Juga: Begini Cara Kerja Polisi Virtual Mendeteksi Konten Negatif di Medsos
Menurut keterangan yang dilansir dari Kompas, Slamet menyebut bahwa konten SARA terbanyak berasal dari Twitter dan Facebook.
Kemudian jumlah konten serupa yang banyak lainnya beredar di Instagram, YouTube, dan WhatsApp.
Lalu bagaimana cara kerja polisi virtual di media sosial?
Terkait cara kerjanya, Slamet menerangkan bahwa polisi virtual bertugas untuk memantau aktivitas di media sosial.
Baca Juga: Tencent dan Polisi Bongkar Aksi Penjualan Cheat Game Terbesar di Dunia
Mereka akan melaporkan ke atasan jika menemukan unggahan atau konten yang berpotensi melanggar UU ITE.
Setelah itu, konten yang dilaporkan akan diserahkan kepada para ahli, seperti ahli pidana, ahli bahasa, dan ahli ITE.
Kalau mereka lolos seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, makan konten yang diduga melanggar akan diberikan ke Direktur Tindak Pidana Siber atau pihak yang berwenang yang ditunjuk.
Baca Juga: Polri Pakai Software Cellebrite Buatan Israel untuk Retas HP, Canggih!
Dan proses akhir adalah dikirimnya surat peringatan kepada pemilik konten atau akun kreator.
Contoh bentuk tegurannya seperti, "Peringatan 1. Konten Twitter Anda yang diungah 21 Februari 2021 pukul 15.15 WIB berpotensi pidana ujaran kebencian. Guna menghindari proses hukum lebih lanjut diimbau untuk segera melakukan koreksi pada konten media sosial setelah pesan ini Anda terima. Salam Presisi".
Dalam laporan di bulan Februari pun dikatakan kalau teguran akan dilayangkan sebanyak dua kali dalam waktu 1x24 jam.
Baca Juga: Pengamat Sebut Ada 9 Pasal Karet yang Perlu Direvisi dalam UU ITE
Jika menolak, polisi virtual bakal memanggil pihak yang bersangkutan untuk dimintai klarifikasi lebih lanjut.
Brigjen Slamet Uliandi menekankan proses klarifikasi akan dilakukan secara tertutup.
So, dengan adanya laporan ini diharapkan bahwa sebagai pengguna internet yang baik, diimbau untuk menggunakan media sosial secara bijak.
(*)