Nextren.com - Keberadaan perusahaan financial technology (fintech) ilegal tak pernah berhenti menghantui masyarakat.
Apalagi jumlah fintech ilegal bukannya berkurang, tapi malahan terus bertambah.
Salah satu cara untuk memberantas rentenir online ini adalah kehadiran UU Fintech.
Regulasi yang ada saat ini dirasa tidak mumpuni memberantas fintech ilegal.
Kanit Tipideksus Bareskrim Mabes Polri, Kompol Setyo Bimo Anggoro menganjurkan, ada harmonisasi aturan lewat UU, karena selama ini pemberian izin fintech tidak terintegrasi dan berbeda di tiap lembaga atau Kementerian.
Baca Juga: Ada Nasabah yang Berhutang di 141 Pinjaman Online Sekaligus, Tiap Hari Ditagih 250 Telepon
Ia mencontohkan, izin pendirian perusahaan di Kemenkumham, izin usaha di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta pengoperasian aplikasi melalui izin Google atau Kemenkominfo.
“Regulasi harus dibereskan dahulu. Kalau regulasi masing-masing ada POJK, peraturan Kominfo dan aturan lain yang tidak harmonis maka akan selalu ada masalah di fintech, seperti fintech ilegal. Jadi, membutuhkan UU untuk mengharmonisasi aturan lain,” kata Bimo, pekan lalu.
Hingga saat ini, kepolisian kesulitan untuk menindak fintech ilegal karena mereka tidak terdata, baik dari identitas pemberi pinjaman (lender), peminjam (borrower), pemilik perusahaan dan sumber dana.
Akibatnya, sulit menjatuhkan sanksi berat bagi perusahaan fintech yang beroperasi tanpa izin karena ketiadaan UU.
Baca Juga: Awas Terjerat! Ditemukan Lagi 123 Aplikasi Pinjaman Online Ilegal, Ini Daftarnya
Padahal, kepolisian telah menerima lebih dari 100 pengaduan terkait fintech.
Mayoritas, masalah penagihan.
Pengaduan tersebut sekarang baru bisa diproses melalui hukum pidana umum, hukum tindak pidana khusus dan tindak pidana cyber crime.
Untuk pidana umum, seperti kasus pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan, pemerasan dan pengancaman.
Biasanya, penagih kredit melakukan kepada peminjam.
Baca Juga: Cara Aman Meraih Pinjaman Online di Fintech, Agar Terhindar dari Jeratan Hutang
Sedangkan tindak pidana khusus, seperti penggunaan pendanaan terorisme atau pencucian uang melalui transaksi di fintech.
Sedangkan cyber crime melalui penyadapan data, penyebaran data pribadi, pengiriman gambar porno, memanipulasi data dan lainnya.
Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital, Sukarela Batunanggar menyatakan, Peraturan OJK (POJK) Nomor 77 Tahun 2016 hanya menindak pemain fintech legal.
Maka dengan UU Fintech akan bisa melengkapi aturan yang ada.
Sejak 2018 sampai Oktober 2019, Satgas Waspada Investasi (SWI) telah memblokir situs maupun aplikasi dari 1.477 fintech ilegal.
Baca Juga: Ngerinya Pinjaman Online, Baru Nunggak 2 Hari Fotonya Disebar
Google Pun Tak Bisa Bantu
Dilansir dari Kontan, Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing mengaku pihaknya masih kesulitan memberantas fintech ilegal.
Pasalnya, banyak platform ilegal yang telah diblokir beroperasi kembali dengan nama berbeda.
Selain itu, Google yang dimintai bantuan untuk menyetop aktivitas fintech ilegal ternyata tidak bisa membantu.
"Sama seperti perbuatan jahat, kami tidak bisa mendeteksi begitu saja."
"Bahkan kami sudah memanggil Google untuk menutup aplikasi fintech ilegal, tetapi mereka tidak bisa karena dalam sehari ada satu juta aplikasi yang masuk ke Google," kata Tongam di Jakarta, Rabu (16/10).
Artikel ini tayang di kontan.co.id, dengan judul : Gawat! Karena Tidak Ada Aturan, Polisi Sulit Berantas intech IlegalReporter: Ferrika Sari