Laporan Wartawan Nextren, Wahyu S.NexTren.com - Merambahnya bisnis ojek berbasis online ke berbagai kota di Indonesia, membuat ribuan orang akhirnya memutuskan untuk beralih profesi sebagai pengendara ojek untuk mendapatkan pendapatan yang lebih baik. Transportasi online telah berevolusi menjadi jasa kebutuhan sehari-hari seperti antar barang, beli makanan dan beberapa kebutuhan lainMenurut riset Puskakom UI, sebanyak 95% konsumen merasa aman dan 98% merasa nyaman karena mengetahui identitas driver dan bisa mengecek rute. Penumpang transportasi online mayoritas berusia 20-30 tahun sebanyak 56% dan usia 31-40 sebanyak 28%.Sebagian besar (54%) penumpang transportasi online tersebut adalah sarjana .
(BACA : Nokia 'Pisang' 8110 4G Resmi Rilis, Harganya Cuma Rp 900 Ribuan )Sementara itu studi terbaru dari INDEF mengenai transportasi online di Indonesia menyebutkan bahwa setelah bergabung menjadi driver, banyak masyarakat yang mengalami peningkatan taraf ekonomi. Rata-rata setelah gabung menjadi driver ojek online, pendapatan bulanan di kisaran Rp 2,5 – 3,5 juta ditambah bonus insentif sekitar 1 juta. Sedangkan untuk driver taksi online rata-rata di atas Rp 4 juta per bulan.Namun semakin meningkatnya jumlah pengendara ojek online, membuat persaingan antar driver semakin ketat.
(BACA : Instagram Udah Memperbaiki Bug yang Sempat Bikin Resah, Beres! )
Alhasil tak sedikit di antara mereka yang melakukan kecurangan demi mendapatkan penumpang.Beragam modus kecurangan yang dilakukan beberapa mitra pengemudi, di antaranya adalah pembuatan order fiktif, penggunaan aplikasi Fake GPS untuk mencurangi sistem.Mereka juga menggunakan aplikasi tambahan untuk tidak mengambil pemesanan, tanpa mengurangi performa penerimaan order dari mitra tersebut.Istilah 'tuyul' sendiri digunakan untuk menyebut penumpang fiktif. Teknisnya, para driver yang curang menggunakan aplikasi Fake GPS. Jadi, seolah-olah di aplikasi ada penumpang yang diantar, padahal pengemudinya tidak bergerak kemana-mana.
(BACA : Ini Unggahan Amien Rais yang Konon Dihapus Sepihak oleh Instagram, Ada Apa? )
Tak dapat dipungkiri, jika praktik tersebut dilakukan lantaran mitra driver mengejar insentif yang diberikan oleh penyedia jasa transportasi online. Sejatinya, insentif diberikan sebagai bentuk penghargaan kepada mitra pengemudi. Penilaiannya dilakukan berdasar produktivitas masing-masing mitra pengemudi yang berhasil melampaui standar yang telah ditentukan.Kecurangan yang menjadi marak tersebut tentu saja merugikan perusahaan dan membuat mitra pengemudi lain menjadi kesulitan mendapatkan order.Sedangkan dari sisi pelanggan, jika mendapatkan pengemudi yang menggunakan 'tuyul', mereka cenderung harus menunggu lebih lama untuk kedatangan pengemudi.
(BACA : 4 Hape Dual Kamera Murah Ini Nggak Bikin THR-mu Cuma Numpang Lewat )
Sebab jarak yang tertera di aplikasi bukan jarak yang sebenarnya. Alhasil harapan mendapat tumpangan yang cepat dan nyaman menjadi sirna.Upaya Melawan Tindakan CurangSejauh ini upaya untuk memerangi praktek-praktek yang merugikan tersebut telah dilakukan oleh penyedia jasa transportasi online. Go-Jek, aplikasi ride-hailing karya anak bangsa, sudah meluncurkan kampanye #HapusTuyul. Mereka melakukan roadshow ke beberapa kota untuk melakukan sosialisasi kepada para mitra pengemudinya untuk tidak lagi menggunakan aplikasi fake GPS untuk mengejar insentif.
(BACA : Begini Cara Nonton Piala Dunia 2018 di Smartphone tanpa Takut Kehabisan Kuota )Namun hingga saat ini belum jelas langkah-langkah penindakan yang dilakukan perusahaan.Sementara kompetitor Go-Jek, Grab memutuskan mengambil sikap lebih tegas terhadap pemesanan fiktif. Lewat program “Grab Lawan Opik!” itu adalah program yang mendukung dan melindungi mitra pengemudi Grab dari kecurangan, dan memastikan bahwa mereka mendapatkan penghasilan yang adil.
Program ini bertujuan untuk menangkap sindikat dan mitra pengemudi yang mencoba memainkan sistem yang disediakan Grab untuk mitra pengemudinya.Sebagai bagian dari ‘Grab Lawan Opik!’, aktivitas ilegal tersebut terdeteksi oleh sistem manajemen risiko dan kecurangan Grab dan telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya untuk penyelidikan lebih lanjut.
(BACA : Bocoran Spesifikasi OPPO Find X, Hape Gahar dengan RAM dan Baterai Monster )
Para pelaku kejahatan dari praktek ini telah ditangkap di berbagai kota di Indonesia karena secara tidak sah mengakses aplikasi Grab dan menjalankan operasi opik, menggunakan Fake GPS.Payung Hukum Tindakan ojek fiktif sudah banyak dijerat oleh penegak hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur terkait Informasi Elektronik.Perbuatan order fiktif yang dilakukan oleh driver Ojek Online dapat dikategorikan sebagai tindak penipuan. Berdasarkan pasal 35 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik maka perbuatan hukum (legal action) yang dilakukan oleh pelaku order fiktif, maka sudha memenuhi semua unsur delik tindak pidana di dalam pasal tersebut.