Misalnya pengguna ingin melihat berita terkait piala dunia. Cukup eksplor tagar #WorldCup pada Moments yang saat ini baru berfungsi maksimal di perangkat iOS.
Semua foto, video dan teks yang dipenggal-penggal, bakal terpampang di layar ponsel atau tablet. Pengguna cukup menggeser ke kanan untuk mengeksplor lebih jauh.
Selain Moments, adapula Instant Articles. Fitur di Facebook ini juga baru bisa dijajal melalui perangkat iOS.
Sejauh ini, Instant Articles telah menggandeng beberapa media besar. Antara lain The New York Times, National Geographic, BuzzFeed, NBC News, The Guardian, BBC News, Spiegel Online dan Bild.
Kerjasama itu memungkinkan Instant Articles menghimpun berita dari media-media tersebut untuk kemudian dipublikasikan ke platform-nya.
Jadi, Instant Articles bertindak sebagai agregator berita dari media-media yang diajak bermitra. Pengguna bisa membaca berita lengkap dari situs-situs berita itu, tanpa harus beranjak dari satu situs ke situs lain.
Terlebih lagi, Facebook menyediakan tampilan yang simpel tanpa ada embel-embel iklan di samping-samping artikel, layaknya di situs-situs berita.
"Facebook mencoba fokus ke pengalaman konsumen menjajal berita," kata Kepala Iklan Facebook Andrew Bosworth.
Dengan ini, Facebook menjadikan dirinya sebagai wadah penghimpun segala berita yang dicari pengguna. Memang, di bawah artikel yang tertera pada Instant Articles, Facebook mematrikan tautan ke sumber aslinya. Namun, untuk apa pengguna membaca artikel yang dua kali?
Dari satu perspektif, memang Moments dan Instant Articles membawa hawa segar bagi pengguna.
Kedua fitur itu menyembunyikan iklan, promo dan menyajikan berita lengkap pada satu wadah. Netizen tak perlu riwet dengan berbagai tautan dan berbagai kunjungan ke situs-situs berbeda.
Pun begitu, menurut Constine, Facebook dan Twitter perlu mengkaji ulang fitur agregator beritanya agar lebih manusiawi bagi para organisasi media. Sebab, bagaimanapun kedua platform tetap mengandalkan konten yang diproduksi situs media.