"Manfaat yang paling mesar yakni money data, kalau rata-rata 6-8 kali lakukan transaksi, 1,5 miliar data yang bisa dimanfaatkan, misal untuk profiling," lanjutnya.
Menurut dia, industri digital bukan industri yang dikembangkan pemerintah. "Saya yakin akan survive, pemerintah hanya fasilitasi saja jangan over regulated, justru harus jadi fasilitator," kata Rudiantara.
Analis bursa saham Reza Priyambada juga mengungkapkan hal senada dengan Rudiantara. Dalam paparannya, pertumbuhan industri telko memang tidak sekencang industri digital. Kinerja dari Telkom, Isat, Fren, XL tercatat sampai Q3 2022 pertumbuhannya single digit dari sisi pendapatan.
Kemudian, beberapa emiten alami penurunan pertumbuhan laba bersih, Sehingga disimpulkan industri telko masih tumbuh tapi melambat.
Perlu banyak inovasi dan ekspansi industri telko supaya kinerjanya lebih baik lagi sehingga value creation emiten telko jadi pilihan pelaku pasar.
"Sesuai perkembangan zaman adanya disrupsi, justru peluang masih ada," kata Reza.
Misal dengan memanfaatkan work from home, gaming industri, cloud, AI Data Analytucs hingga keamanan siber.
Hadapi ancaman badai PHK industri digital
Heru Sutadi Direktur Eksekutif ICT Institute concern pada badai PHK yang dihadapi industri digital RI saat ini.
Menurut dia penurunan investasi startup dunia akan berdampak ke pengembangan bisnis digital di RI sehingga banyak startup didorong masuk IPO.
Untuk industri telko, bisnis digital ini menarik, sebaiknya PHK jangan terlalu besar karena efeknya domino ke daya beli masyarakat.
"Indonesia secara fundamental digitalnya kuat karena pengguna riil 30 juta, pengguna internet RI rata-rata habiskan 8 jam 3 menit sehingga pemirsa TV berkurang."