China diperkirakan telah berhasil menguji perangkat luncur hipersonik selama musim panas, sementara Rusia telah menguji rudal hipersonik yang diluncurkan dari kapal selam, yang dikenal sebagai Tsirkon.
Cara kerja rudal hipersonik ini adalah dijatuhkan dari jet pembom. Rudal hipersonik China ini bisa melesat hingga 15 kali kecepatan suara. Rudal juga bisa diarahkan dalam penerbangan menuju target, membuatnya lebih tepat dan lebih sulit untuk ditembak jatuh.
Perkembangan rudal hipersonik ini telah menyebabkan perlombaan senjata antara AS, China dan Rusia.
Baca Juga: Ukraina Minta NATO & AS Kirim Rudal S-300, Bisa Serang 12 Jet Tempur Sekaligus
Tahun lalu, Jenderal David Thompson, wakil kepala operasi ruang angkasa Angkatan Luar Angkasa AS, menyatakan bahwa AS 'tidak secanggih' China atau Rusia dalam senjata hipersonik.
Dia berkata: 'Kami harus mengejar ketertinggalan dengan sangat cepat. Orang Cina telah memiliki program hipersonik yang sangat agresif selama beberapa tahun.'
AS telah berhati-hati selama konflik Ukraina untuk menghindari mengambil langkah-langkah yang dapat meningkatkan ketegangan lebih lanjut antara Rusia dan AS, termasuk menentang pengenalan zona larangan terbang di atas negara itu dan melarang Angkatan Udara Polandia mengizinkan jet tempurnya diterbangkan oleh Ukraina.
AS juga menentang pengiriman pesawat tempur ke Ukraina melalui Amerika Serikat, khawatir bahwa Kremlin dapat menafsirkan langkah seperti AS dan NATO memasuki konflik di Ukraina.
Rincian uji hipersonik ini dirahasiakan selama dua minggu dengan harapan untuk menghindari segala bentuk provokasi lebih lanjut dari Presiden Rusia Vladimir Putin saat pasukannya terus meledakkan Ukraina.
Rusia, sementara itu, menggunakan rudal hipersonik Kinzhal untuk pertama kalinya di Ukraina bulan lalu, menghancurkan tempat penyimpanan senjata.
Sebelumnya Rusia belum pernah mengakui menggunakan senjata presisi tinggi dalam pertempuran.