Dimana mereka butuh untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Dalam hal ini bukan saja orang tua, tetapi juga teman seusianya, gurunya dan lingkungannya.
"Karena logikanya anak-anak itu, baik TK, SD, SMP, maupun SMA, membutuhkan kontak atau sosialisasi yang cukup tinggi."
"Dimana mereka belajar mengenali lingkungan, belajar mengenali bagaimana ngobrol dengan guru, orang yang lebih tua, serta bagaimana beradaptasi dengan teman-teman seumurannya."
"Pandemi ini membuat mereka kehilangan masa-masa yang dikatakan sebagai hubungan manusianya itu."
Baca Juga: 5 AC Samsung Hemat Daya Listrik, WFH Nyaman Gak Bikin Listrik Jebol
"Hubungan bagaimana dia beradaptasi. Nah ini menimbulkan stress tersendiri," jelas Intan.
Kondisi ini diperburuk dengan tuntutan belajar yang tinggi, tugas-tugas yang banyak namun waktu yang tersedia untuk mengerjakan sedikit, serta tidak adanya waktu untuk mengaktualisasikan diri.
Di level ini, Intan menyebut bahwa banyak anak akhirnya merasa jenuh dan lelah.
Ini kemudian tidak hanya berdampak pada nilai yang turun, tetapi juga emosi yang tidak terkontrol. Dimana anak mudah marah.
“Jadi mereka gampang marah, gampang seolah-olah kayak ngelawan sama orang tuanya. Kayak dia ngga nyaman dengan kondisinya."
"Nah itulah yang terjadi dengan anak-anak kita saat ini, kalau kita bicara mengenai efek negatif dari PJJ,” tambahnya.