Hal serupa juga pernah terjadi ketika Grab mengakuisisi Uber pada 2018 lalu.
Kala itu, kesepakatan Grab dan Uber ditengarai melanggar Undang-undang Persaingan Usaha di Singapura.
Baca Juga: Nujek Aplikasi Ojek Online Bagi Nahdliyin dan Santri, Fitur Lebih Menarik Dari GoJek dan Grab
Setidaknya begitu menurut analisa sementara Competition Commission of Singapore (CCS), sebagai lembaga yang berwenang.
Salah satu dampak monopoli adalah perusahaan bisa menentukan harga seenaknya karena tidak ada kompetitor di pasaran.
Pihak Gojek mengeluarkan tanggapan dengan menepis kabar merger dengan Grab.
"Tidak ada rencana untuk merger, dan laporan media tentang pembicaraan ini tidak benar," ungkap seorang juru bicara Gojek, dirangkum KompasTekno dari DealstreetAsia, Selasa (25/2/2020).
Baca Juga: MNC Group Akuisisi Transportasi Online Anterin, Siap Suntik Dana Besar
Kedua perusahaan ride hailing tersebut saat ini telah menyandang status "decacorn" dengan nilai valuasi lebih dari 10 miliar dollar AS.
Baik Gojek maupun Grab sama-sama mendapat gelontoran dana segar dari sejumlah investor besar.
Namun hanya Visa saja yang menjejakkan kaki sebagai investor di kedua perusahaan tersebut.
Gojek sendiri kini telah mengumpulkan investasi lebih dari 3 miliar dollar AS dalam 12 putaran.