Follow Us

Derita Para Moderator Facebook, Tiap Hari Harus Sensor Konten Vulgar dan Menjijikkan

Wahyu Subyanto - Kamis, 29 Agustus 2019 | 12:58
Facebook
CTV News Toronto

Facebook

Laporan wartawan Nextren, Wahyu Subyanto.

Nextren.com - Banyak orang tampaknya sudah makin terikat dengan sosial media, terutama Facebook sebagai yang terbesar.

Di antara miliaran pengguna Facebook, tentu punya standar etika dan kesopanan masing-masing.

Bahkan pengguna yang punya kelainan jiwa juga bisa berinteraksi dengan bebas.

Pernahkah kamu bayangkan kalau tampilan linimasa Facebook yang enak dilihat itu, sebenarnya sudah 'dibersihkan' oleh mdoerator, yang bertugas khusus memilah konten-konten menjijikan dan tidak pantas.

Apalagi dalam era self-publishing digital ini, orang dapat merekam dan memproduksi konten mereka sendiri.

Baca Juga: Facebook Hapus 8,7 Juta Konten Porno yang Telah Beredar di Platformnya

Alhasil, banyak hal mengerikan yang jelas-jelas melanggar pedoman kepantasan dan kesopanan.

Hal itu disampaikan Ivana Davidovic, Technology of Business reporter BBC News yang mewawancarai salah satu mantan moderator yang masih mengalami tekanan psikologi karena pekerjaan 'kotornya' itu.

Pasukan moderator yang dikembangkan oleh aplikasi media sosial punya tugas yang tidak menyenangkan untuk menyaring semua itu, kadang-kadang perlu biaya yang cukup besar untuk menjaga kesehatan mental mereka.

Seperti ditulis oleh Casey Newton di The Verge, salah seorang moderator itu adalah Chloe.

Chloe menghabiskan tiga setengah minggu terakhir dalam pelatihan, berusaha mengeraskan hatiya melawan konten harian yang mengganggu seperti pidato kebencian, serangan kekerasan, pornografi kelas berat.

Baca Juga: Youtube Mulai Merekrut Manajer untuk Mengurusi Konten Politik

Dalam beberapa hari lagi, dia akan menjadi moderator konten Facebook penuh waktu.

Untuk bagian ini, Chloe harus memoderasi sebuah posting Facebook di depan teman-teman trainee-nya.

Ketika tiba gilirannya, dia berjalan ke depan ruangan, di mana monitor menampilkan video yang telah diposting ke jejaring sosial terbesar di dunia.

Tak satu pun dari peserta pelatihan yang pernah melihatnya, termasuk Chloe.

Dia menekan tombol play.

Video tersebut menggambarkan seorang pria yang sedang dibunuh.

Seseorang menikamnya, puluhan kali, sementara dia berteriak dan memohon untuk hidupnya.

Tugas Chloe adalah memberi tahu kepada orang-orang di ruangan, apakah posting ini harus dihapus.

Baca Juga: Konten Youtube Khusus Anak Ternyata Jadi yang Paling Laris Ditonton

Mantan moderator lain adalah Shawn Speagle yang bekerja sebagai moderator konten online selama enam bulan pada 2018.

Dia masih takut dengan pengalaman itu.

"Salah satu video pertama saya yang saya ingat lihat adalah dua remaja memegang ekor iguana dan mereka menabraknya di trotoar, sementara orang ketiga merekamnya."

"Iguana itu menjerit dan anak-anak itu tidak akan berhenti sampai iguana itu tersungkur di tanah."

Shawn dipekerjakan oleh perusahaan bernama Cognizant di Florida yang memiliki kontrak dengan Facebook.

Dia berbicara dengan lambat, penuh pertimbangan, masih mencoba memproses apa yang harus dia lalui.

Baca Juga: RightsLedger Lindungi Konten Kreator lewat Blockchain, Data Tak Bisa Diotak-atik Lagi

"Saya pernah melihat orang memasukkan kembang api ke mulut anjing dan menutupnya dengan selotip. Saya melihat video kanibalisme, saya melihat video propaganda terorisme," lanjutnya.

Mendengar Shawn berbicara, menjadi jelas mengapa moderasi sering digambarkan sebagai pekerjaan terburuk di bidang teknologi.

Sebagian besar dari kita sebagai pengguna internet, mungkin tidak pernah menyangka hal ini terjadi pada moderator.

Namun ada ratusan ribu dari mereka di seluruh dunia, yang membantu perusahaan menyingkirkan konten yang mengganggu - mulai dari video bunuh diri dan pembunuhan, hingga teori konspirasi dan pidato kebencian.

Dan sekarang beberapa dari mereka keluar dari bayang-bayang pekerjaan gelap itu untuk menceritakan kisahnya.

Baca Juga: Siap-Siap Bunda, Konten Anak di Youtube Akan Pindah ke Youtube Kids

Shawn Speagle, Mantan moderator Facebook
bbc.com

Shawn Speagle, Mantan moderator Facebook

Shawn memutuskan untuk berbicara, meskipun telah menandatangani perjanjian non-disclosure agreement (NDA) untuk tidak membicarakannya - sebuah praktik standar dalam industri ini.

Dalam NDA ini, para moderator konten harus menandatangani perjanjian untuk tidak boleh menceritakan seluruh konten ekstrem yang telah mereka lihat kepada siapapun, termasuk pasangan masing-masing.

NDA ini juga dimaksudkan untuk mencegah kontraktor membagikan informasi pribadi pengguna Facebook ke dunia luar, karena adanya pengawasan ketat terhadap privasi data.

Tapi Shawn percaya bahwa kebijakan moderasi Facebook harus dibicarakan secara terbuka.

Karena staf akhirnya harus menonton konten yang vulgar yang seringkali tidak tersentuh di platform.

Sebagai pecinta hewan, ia bingung bahwa sebagian besar konten tentang hewan tidak pernah dirujuk untuk dihapus.

Baca Juga: Fakta Kimi Hime, YouTuber Indonesia yang Videonya Dianggap Vulgar

Bagi konten manusia aturannya sedikit berbeda, tetapi juga lebih berbelit-belit.

Hasil yang paling umum adalah menandai konten tersebut sebagai "mengganggu" dan meninggalkannya di platform facebook.

Shawn mengatakan kepada BBC bahwa, menurut kebijakan Facebook, video jeroan badan bukan untuk kebutuhan medis, akan mengakibatkan video tersebut dihapus.

Dia berjuang untuk mengingat kembali contoh lain yang akan membuat konten dihapus.

Shawn mengatakan bahwa stres akibat pekerjaan tersebut menyebabkan makan berlebihan dan kenaikan berat badan.

Shawn merasa seperti zombie di kursinya sendiri.

Hal itu benar-benar membuatnya kesal karena dia tidak bisa melakukan apa pun untuk mencegahnya.

Dia juga tidak bisa mendapatkan dukungan psikologis yang memadai.

Baca Juga: Kominfo Blokir 2.334 Konten Vulgar di Smule, TikTok dan Aplikasi Live Chat Lainnya

Satu-satunya dukungan adalah saat dia mencoba berbicara dengan psikolog yang bertugas.

Menurut Shawn, sang psikolog berterus terang tidak tahu bagaimana membantu mereka.

Terlepas dari semua ini, Shawn mengatakan dia bertahan bekerja selama enam bulan, tidak mengeluh, karena dia berpikir bahwa meskipun dia bekerja melalui subkontraktor.

Wakil presiden Facebook Arun Chandra dihadirkan untuk fokus memonitor kondisi kerja 30.000 moderator platform media sosial itu, yang sebagian besar dipekerjakan oleh subkontraktor di AS, India dan Filipina.

Chandra mengatakan bahwa dia telah mengunjungi lebih dari 15 situs di seluruh dunia dan dia selalu berbicara dengan moderator.

Baca Juga: Aduan Konten Porno Judi dan Penipuan Nyaris 1 Juta ke Kominfo Sepanjang 2018

Dia menyangkal ada "masalah berskala luas" dan menekankan bahwa subkontraktor yang memperkerjakan moderator itu, seperti Cognizant dan Accenture misalnya, adalah "perusahaan global terkemuka".

Facebook akan memperkenalkan audit formal akhir tahun ini, katanya.

Dia juga mengkonfirmasi bahwa kontrak Cognizant tetap berlaku setelah penyelidikan.

Tapi Shawn Speagle percaya, ada banyak lagi yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi kerja.

"Tempat itu benar-benar menjijikkan," katanya. "Hanya ada satu kamar kecil di seluruh gedung dan ada 800 karyawan.

Baca Juga: Selama YouTube Down 2 Jam, Pengunjung Situs Porno Melonjak 2 Kali Lipat

"Orang-orang merokok di gedung; orang-orang minum di tempat parkir dan berhubungan seks di mobil mereka."

"Pekerja sering kali berusia muda, tidak berpengalaman dan dibayar rendah," kata Shawn.

Saat BBC mendekati pihak Cognizant untuk berkomentar, mereka belum menanggapi.

Chandra dari Facebook mengatakan bahwa kini psikolog tersedia di semua situs subkontraktor selama semua perubahan yang sedang dilakukan.

Chandra juga mengklaim bahwa upahnya telah dinaikkan, tetapi hanya untuk moderator yang berbasis di AS.

Sarah Roberts, seorang profesor di Universitas California, Los Angeles (UCLA), telah menghabiskan waktu bertahun-tahun menyelidiki dunia moderasi internet untuk bukunya yang baru diterbitkan, Behind the Screen.

Baca Juga: Khawatir Anak Akses Situs Porno? Google Family Link Bisa Awasi Aktivitasnya

Dia percaya situs web dan raksasa media sosial berasumsi bahwa otomatisasi, AI, dan machine learning, akan membuat kebutuhan akan moderasi konten manusia menjadi berlebihan.

Menurur Sarah, perusahaan teknologi di Lembah Silikon itu akan mengutamakan penghitungan atas hal lain.

"Jadi, jika tenaga kerja dapat dipertahankan dengan harga murah dan diperlakukan sebagai barang yang dapat dibuang, sampai waktu sedemikian rupa sehingga perhitungan dapat sepenuhnya dimasukkan, maka jauh lebih baik," ujar Sarah.

Prof Roberts berpendapat kesulitan bagi perusahaan media sosial adalah bahwa mereka telah membangun basis pengguna global dimana semuanya harus bisa berbagi cerita dan isi hatinya sesering mungkin.

Sementara perdebatan ini berkecamuk, orang-orang yang terkait langsung seperti Shawn Speagle, hidup dengan resiko menyaring kotoran internet.

Didiagnosis mengalami teror malam hari, Shawn menjalani beberapa pengobatan.

Shawan menjadi takut mengemudi setelah menonton begitu banyak video kecelakaan mobil dan dikejutkan oleh suara keras.

"Melihat konten menjijikkan delapan jam sehari, lima hari seminggu. Itu adalah sesuatu yang bahkan tidak bisa ditangani oleh veteran dan mantan militer," Shawn menyimpulkan.

Editor : Wahyu Subyanto

Latest