Laporan Wartawan NexTren, David Novan Buana
NexTren.com - Serangan cyber terhadap Marriott International sebagai salah satu pemain besar di pasar layanan hotel beberapa waktu lalu adalah berita yang menggemparkan.
Sebanyak lebih dari 500 juta data pelanggan mulai dari 2014 bocor ke tangan pihak ketiga, dan informasinya sangat membahayakan, termasuk di dalamnya nomor kartu kredit.
Belakangan ini terindikasi adanya kemungkinan campur tangan negara China dalam pembobolan keamanan cyber tersebut.
Baca Juga : Pemerintah China Monitor Lokasi Mobil Elektrik, Dibantu Pabrik Mobil
Informasi tersebut diungkapkan oleh penyelidik swasta di bidang forensik cyber, karena adanya keterkaitan metode yang digunakan.
Mulai dari perangkat yang digunakan hacker, tekniknya, sampai prosedurnya biasa digunakan di dalam operasi spionase pemerintah China.
Namun demikian, pihak penyelidik tidak mutlak mengatakan kepastiannya, karena perangkat tersebut bisa pula didapatkan secara online dan tidak tertutup kemungkinan pihak lain yang menggunakannya.
Kekhawatiran dari pembobolan data tersebut tidak hanya karena informasi yang lepas ke tangan hacker, tetapi hal lain yang tidak kalah pentingnya.
Menurut penuturan Anderson yang pernah menjabat sebagai Executive Assistant Director FBI hingga 2015, informasi mengenai pola perjalanan dan juga siapa yang ada di mana bisa menjadi senjata yang mengancam keamanan nasional.
Bila pihak hacker telah mengetahui hal tersebut, maka mereka bisa dengan mudah memprediksi perjalanan dari, misalnya, target mereka di masa depan.
Indikasi dari keterlibatan pemerintah China di dalam serangan tersebut juga terlihat dari durasi pembobolannya yang cukup lama, yaitu mulai dari 2014.