Nextren.com - Beberapa hari belakangan nama Bjorka sedang naik daun dan menyita perhatian publik karena serangan siber yang ia targetkan kepada masyarakat dan pemerintah Indonesia.
Nama bjorka menjadi sorotan karena kasus kebocoran 1,3 miliar data SIM Card yang ia lakukan dan nyalinya dalam menantang pemerintah Indonesia untuk menangkap dirinya.
Drama yang Bjorka buat ini seakan menjadi sebuah polemik baru mengenai lemahnya keamanan siber semua kalangan di Indonesia dan ramai diperbincangkan di berbagai media sosial maupun siniar (podcast) figur publik ternama.
Baca Juga: 5 Aksi Bjorka di Indonesia, Dokumen untuk Jokowi sampai Data SIM Card
Salah satu diskusi tersebut yaitu adalahDeddy Corbuzier melalui siniar yang ia unggah di platform Youtubenya bersama seorang pakar keamanan siber dan juga Koordinator FORMASI (Forum Keaman Siber Indonesia), Gildas Deograt Lumy. (14/9/2022)
Dalam siniar tersebut ia berusaha menggali informasi mengenai siapa, motif dan kenapa keamanan siber indonesia bisa begitu rapuh.
Ia menjelaskan bahwa sebenarnya Bjorkan tidak secara langsung melakukan peretasan kepada korban-korbannya namun ia justru membelinya melalui pihak lain di Dark Web.
"Paling tidak untuk kasus yang 1,3 miliar data (SIM) dia juga beli dari yang lain," ucapnya.
Selain menjelaskan kemungkinan motif pelaku, ia juga mengkritisi pemerintah karena rendahnyakeamanan siber Indonesia sehingga menjadi sasaran empuk para peretas.
"Menurut saya pribadi, yang pasti kesalahan pemerintah. Data Ini dikumpulkan bagian dari proses bisnisnya pemerintah, ada payung hukumnya. Yang menjadi korban warga negara (masyarakat). Jadi negara bukan hanya harus hadir tapi harus betanggung jawab." Ucap Lumy.
Baca Juga: Mahfud MD: Siapa Hacker Bjorka dan Posisinya Sudah Diketahui Pemerintah, Motifnya 'Gado-gado'
Baginya, maka penanganan kasus ini harus ditangani dengan sangat serius oleh semua lini pemerintahan termasuk juga Presiden.
Ia juga berpendapat bahwa kasus Bjorka ini menjadi teguran serta tamparan keras untuk lemahnya kemampuan pemerintah Indonesia dalam meregulasi dan menjaga sistem keamanan data-data penduduknya.
"Transformasi digital di Indonesia 4.0 itu dilakukan secara ugal-ugalan, saya tidak bilang semua tapi semua yang saya tahu. Itu kaya kita lihat orang naik motor ngebut-ngebutan di jalan raya ga pakai helm dan kita masyarakat/bangsa ini jadi penumpangnya," tambahnya.
Baca Juga: Hacker Bjorka Punya Teman WNI yang Klaim Tahu Kondisi Indonesia Sedang Kacau
Hal ini terlihat dari banyaknya persyaratan pemerintah yang harus dilakukan secara online melalui aplikasi seperti pedulilindungi yang ia jadikan contoh.
"Pedulilindungi kan sejak awal itu bermasalah, aplikasi belum terverifikasi di Play store suruh dibagi lewat download tautan dan itu merusak awareness masyarakat seolah orang boleh menginstal aplikasi di handphone tanpa lewat google play. Nanti kalau orang phisingnya malware masyarakat akan install," jelasnya.
Dalam siniar ini Lumy juga menekankan bahwa pemerintah seharusnya sedari awal tidak menganggap BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) dengan sepele.
Ia menganggap banyak institusi pemerintah yang hanya membawa nama dan melibatkan BSSN saat terjadi masalah seperti kebocoran data yang banyak terjadi di beberapa institusi pemerintah sekarang ini.
Baca Juga: Bjorka Viral, Inilah Daftar 5 Hacker Indonesia Paling Ditakuti Dunia Internasional
Lumy sendiri tidak yakin bahwa permasalahan Bjorka ini akan diselesaikan dengan cepat karena hal ini merupakan "kesalahan terstruktur, sistemik, dan masif" yang penyelesaiannya memerlukan waktu setidaknya tiga bulan.
Drama yang terjadi antara Bjorka dan pemerintah Indonesia saat ini masih tetap menjadi trending pembicaraan warganet.
Walau begitu, sampai saat berita ini dibuat indentitas asli Bjorka sendiri masih belum terungkap dan pemerintah nampaknya masih sangat kesulitan menangkapnya.
(*)
Baca Juga: Data Pribadi Menkominfo Johnny G. Plate Bocor, Bjorka: Happy Birthday!