Jenius Jahat Ini Diduga Penyebab Anjloknya Kripto Terra dan Luna Hingga Hampir Nol

Jumat, 13 Mei 2022 | 14:30
chiefidea

ilustrasi uang kripto Terra Luna

Nextren.com - Saat ini menjadi hari-hari yang menegangkan bagi pemilik Bitcoin dan mata uang kripto lainnya, karena mereka merasakan hilangnya miliaran dolar nilai aset mereka akibat anjloknya nika mata uang kripto.

Nilai Bitcoin telah anjlok hingga di bawah $25.500 minggu ini, ini jauh dari rekor harga $69.000 yang tercatat pada bulan November lalu.

Sedangkan harga token kripto LUNA Coin belakangan ini juga anjlok parah.

Pada perdagangan kripto hari Kamis (12/5/2022), harga Luna Coin turun drastis hingga 96 persen ke level 0,0756 dollar AS per koin (sekitar Rp 1.100) dalam 24 jam terakhir.

Dalam sebulan terakhir, harga LUNA Coin telah turun hingga 99 persen lebih atau nyaris nol.

Bahkan, menurut akun Cryptocraziac sudah ada delapan orang pemilik Luna yang dikonfirmasi bunuh diri.

Baca Juga: Pasca Lebaran Nilai Uang Kripto Anjlok Termasuk Bitcon, Ini Penyebabnya

Padahal bulan April 2022, LUNA Coin sempat mencetak harga tertinggi di angka 119,18 dollar AS per koin atau sekitar Rp 1,73 juta.

Sejak saat itu, pasar mata uang kripto yang lebih luas (dengan ribuan mata uang dan token digital) juga telah mengalami penurunan nilainya lebih dari 50 persen.

Akhir-akhir ini, banyak orang telah membuang aset spekulatif dan berisiko mereka seperti crypto, saham teknologi, dan saham di perusahaan yang masih dalam fase tumbuh (dan tidak membayar dividen).

Apa penyebab anjloknya banyak aset digital itu?

Seperti dilansitr ABC Net (15/5), hal itu terjadi saat Federal Reserve AS (dan bank sentral secara global) menaikkan suku bunga secara agresif dan menghapus stimulus COVID-19 senilai triliunan dolar.

Hal itu dilakukan untuk menahan inflasi yang tertinggi di AS selama beberapa dekade.

Penyebab Kejatuhan

Terlepas dari faktor ekonomi makro itu, analis mengatakan jatuhnya "stablecoin" TerraUSD (atau UST) — dan potensi efek penularannya — adalah alasan utama di balik aksi jual mata uang kripto minggu ini.

Stablecoin seperti UST, Tether, dan USDC seperti rekening bank untuk ekosistem kripto, dan nilainya biasanya dipatok ke mata uang resmi seperti dolar AS (berdasarkan 1: 1).

Secara teori, Stablecoin itu dibuat agar memiliki nilai tetap (sekitar $US1) sehingga Stablecoin bisa menjadi penyimpan nilai yang andal.

Maka Stablecoin ini tentu berbeda dengan bitcoin, ethereum, dan uang kripto lainnya yang punya volatilitas ekstrim.

Sebenarnya Luna adalah salah satu mata uang digital paling berharga dan stabil di dunia.

Baca Juga: Terungkap! Mata Uang Kripto dan Hacker Jadi Penyelamat Rusia dari Sanksi Berat AS dan NATO

Namun pada hari Selasa, terjadi aksi jual besar-besaran karena nilai stablecoin Terra tiba-tiba "tidak dipatok" terhadap dolar AS.

Nilai Luna langsung turun dari $1 (Rp 14600) menjadi $60 sen (Rp 8700), lalu anjlok lagi pada hari Rabu menjadi hanya $20 sen (Rp 2900).

Itu membuatnya seperti 'rush bank' karena orang berusaha keluar dan menjual Luna miliknya beramai-ramai.

Apa yang salah?

Sebagian besar stablecoin didukung oleh cadangan uang tunai, jadi stablecoin seharusnya memiliki aset likuid yang cukup untuk menyesuaikan nilai setiap koin.

Namun, Terra (UST) adalah stablecoin yag dipatok secara algoritme, yang nilainya didukung oleh token saudaranya bernama Luna.

Keduanya dijalankan dalam platform "kontrak pintar" yang telah diprogram sebelumnya.

Ketika nilai Terra turun di bawah $1, maka Terra bisa ditukar dengan token Luna (dengan untung kecil).

Secara teori, hal itu dimaksudkan untuk menjaga nilai keduanya tetap stabil.

Ini pada dasarnya seperti mencetak uang secara murah, untuk memastikan nilai setiap token UST tetap sedekat mungkin dengan $1.

Tapi masalah muncul saat algoritma kompleks tersebut entah bagaimana telah gagal.

Baca Juga: Hacker Korea Utara Lakukan Pencurian Kripto Terbesar di Dunia, Bobol Rp 8,8 Triliun!

Entah bagaimana nilai Luna jatuh bersamaan dengan UST, yang digambarkan oleh para analis sebagai "spiral kematian".

Disebut demikian karena kecepatan investor yang terburu-buru melikuidasi aset digitalnya, ternyata tidak bisa diimbangi oleh algoritme yang seharusnya memastikan nilai Terra tetap stabil.

Harga token Luna ini anjlok dari sekitar $86 (Rp 1,26 juta) di awal minggu ini, menjadi lebih dari $6 sen (Rp 877) di hari Kamis.

Itu artinya terjadi penurunan 99 persen, dalam waktu yang sangat singkat.

Investor menderita kerugian besar yang belum pernah terjadi sebelumnya, karena nilai pasar Luna anjlok dari $40 miliar (Rp 585 triliun) menjadi cuma sekitar $500 juta (Rp 7,3 triliun).

Hal ini menyebabkan aksi jual dan krisis kepercayaan di pasar kripto yang lebih luas.

Bagaimana rencana 'jenius jahat' terungkap?

Tidak ada yang tahu siapa yang menyebabkan harga Terra dan Luna jatuh.

Tetapi banyak pihak di media sosial yang menyalahkan investor kelas kakap AS, mengingat terjadinya perdagangan besar-besaran yang terlibat.

Namun dua perusahaan, Citadel Securities dan BlackRock, telah menyangkal keterlibatannya dalam anjloknya nilai Terra.

“Kami tidak tahu apakah momentum itu diciptakan oleh kolusi [antara hedge fund],” kata Lisa Wade, CEO perusahaan blockchain DigitalX.

Baca Juga: Sumbangan Uang Kripto untuk Ukraina Melawan Rusia Naik Jadi Rp 503 Miliar, Kriptonya Beragam

"Para ahli teori konspirasi akan mengatakan 'ya', karena ini adalah perdagangan besar-besaran."

"Maksud saya, sepanjang karir saya, ini adalah salah satu transaksi perdagangan terbesar yang pernah saya lihat," katanya kepada The Business dari ABC.

"Ini hampir seperti sebuah rencana jenius yang jahat, karena butuh banyak langkah untuk melakukannya."

Ms Wade mengatakan, pelaku rencana kompleks ini tampaknya telah membeli stablecoin UST senilai sekitar $1 miliar, sambil mengambil posisi short di pasar Bitcoin.

Posisi short adalah strategi perdagangan yang berisiko dengan bertaruh bahwa harga sebuah aset akan jatuh - bukannya naik.

Apa yang mereka lakukan selanjutnya adalah mereka mencari momentum yang tepat.

Jadi jelas kita berada dalam tahap pasar risk-off yang sangat fluktuatif, karena semua yang terjadi dengan Fed [AS] dan lingkungan makro.

Para pelaku menunggu sampai Sabtu malam ketika volume perdagangan sangat rendah, dan tidak ada penawaran.

Lalu kemudian mereka masuk ke sistem perdagangan dan mulai menjual UST dalam volume besar.

Hal itu kemudian memicu semua transaksi penjualan berikutnya di pasar volume rendah yang menembus patokan dolar AS.

Baca Juga: Rizky Billar dan Lesti Tertarik Bikin Token Kripto, Ikuti Jejak Anang?

Di dalam algoritme itulah yang disebut sebagai 'spiral kematian', transaksi penjualan mulai memakan dirinya sendiri lewat mekanisme algoritme.

Jadi ketika spiral kematian dimulai, algoritme yang seharusnya menstabilkan Terra dan LUNA justru memicu aksi jual di pasar kripto lain.

Sehingga sistem algoritme mulai menjual Bitcoin dan Avalanche [kripto lain] dalam jumlah yang besar, yang memicu lebih banyak penjualan kripto.

Luna terkena dampaknya karena itu merupakan patokan yang mendasari UST.

Jadi setiap kali [token] UST dibeli, [token] Luna dijual, yang berarti persediaan token semakin sedikit, sehingga harga Luna naik.

Kebalikannya berlaku ketika orang mulai menjual. Jadi setiap kali seseorang menjual UST, mereka mencetak Luna, yang berarti volumenya menjadi lebih banyak.

Masalahnya, saat tidak ada pembeli dan harga terus merosot, sistem tersebut justru menghancurkan diri sendiri karena investor menjadi panik dan mengobral Luna.

Kehilangan tabungan seumur hidup

Daftar panjang hotline pencegahan bunuh diri terlihat di bagian atas halaman TerraLuna Reddit — termasuk LifeLine Australia, dan organisasi serupa dari Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, Cina, Swedia, dan 90 negara lainnya.

Banyak pengguna Reddit juga memposting cerita tentang akibat kehilangan uang mereka dari investasi cryptocurrency Terra dan Luna mereka.

Baca Juga: Token Kripto Anaknya Anjlok, Yusuf Mansyur: Silahkan Minta Petunjuk Allah

"Saya kehilangan semua tabungan hidup saya," tulis seorang pengguna. "Telah membeli Luna seharga $85, tidak yakin apa yang harus dilakukan."

"Saya seharusnya menguangkan saat itu $100, maka saya akan naik $25.000," tulis pengguna Reddit No-Forever.

"Tapi saya menjadi serakah karena berharap mendapatkan lebih banyak uang, agar saya bisa membayar uang muka untuk rumah bagi keluarga saya. Saya tidak ada rumah dan tabungan saat itu."

Apa yang terjadi berikutnya di pasar crypto?

"Yang membuat saya kesal adalah saya bisa melihat proses kejatuhannya sebagai seorang pedagang dan bisa menganalisis perdagangan," kata Wade.

"Namun, di sisi lain itu adalah tabungan para orang tua."

"Alasan mengapa UST bernilai US$18 miliar adalah karena didukung oleh kumpulan tabungan masyarakat.

"Kumpulan tabungan itu menawarkan pengembalian 20 persen. Jadi, banyak orang tidak bersalah yang menyimpan uang mereka, karena mengira bahwa mereka melakukan simpanan bebas risiko."

Meskipun Ms Wade mengatakan perdagangan semacam ini tidak ilegal, namun etikanya "dipertanyakan". Jadi dia yakin bahwa hal itu mungkin akan mengarah pada pembuatan peraturan di pasar crypto yang bisa dilacak dengan cepat.

Pendukung Terra saat ini mencoba mengumpulkan sekitar $1,5 miliar untuk meningkatkan nilai stablecoin, dan memulihkan keseimbangannya dengan dolar AS — meski sejauh ini baru menuai sedikit keberhasilan.

Tetapi kekhawatiran di antara investor yang cemas adalah bahwa jika nilai aset digital yang seharusnya "stabil" dapat hilang dengan mudah dalam beberapa hari, maka siapa lagi yang akan menderita akibat kejatuhan uang kripto?

Editor : Wahyu Subyanto

Baca Lainnya