Cara Hindari dan Laporkan Kerugian Karena Fintech Ilegal dan Modus Penipuannya

Kamis, 07 Januari 2021 | 21:13
iStockphoto

Ilustrasi Fintech (Financial Technology)

Nextren.com – Pandemi Covid-19 membuat masyarakat lebih banyak berada di rumah, dan banyak memanfaatkan teknologi untuk beraktifitas.

Bak dua sisi mata uang, teknologi memang membawa kemudahan sekaligus bahaya, terutama penipuan dan pencurian data.

Apalagi banyak masyarakat yang sebenarnya terbilang gaptek dan baru melek teknologi karena dipaksa keadaan, membuat mereka kurang waspada dan tidak paham resikonya.

Dalam situasi ekonomi sulit terutama karena adanya pandemi saat ini, masyarakat rentan menjadi korban penipuan seiring dengan meningkatnya praktik penipuan yang sangat merugikan.

Baca Juga: Pinjaman Fintech Melonjak Rp 128,7 Triliun, Usaha Kecil Butuh Modal?

Salah satu modus penipuan yang sering terjadi adalah mengaku sebagai marketing dari perusahaan fintech lending dengan menawarkan pinjaman uang dengan jumlah tertentu.

Belakangan ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau masyarakat untuk selalu memanfaatkan layanan teknologi finansialpinjam meminjam atau fintech lending yang legal, jika membutuhkan dana.

Senada dengan hal itu, menurut Co-Founder & CEO Investree dan Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Adrian Gunadi, saat ini banyak oknum penipuan yang beraksi dengan memanfaatkan kondisi ekonomi yang sulit.

Kondisi tersebut membuat masyarakat menjadi mudah tergiur untuk mengambil tawaran, yang sebetulnya direkayasa secara sengaja atau sedemikian rupa, sehingga berubah menjadi produk atau layanan yang menarik.

“Saya imbau masyarakat untuk berhatihati dalam menerima tawaran dari perusahaan fintech lending karena sudah banyak dari kita yang yang menjadi korban penipuan mengatasnamakan fintech lending,” ujar Adrian.

Karena itu, seiring dengan semakin maraknya aktivitas fintech lending yang tidak terdaftar maupun berizin di OJK, masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan supaya tidak terjebak dan berurusan dengan layanan pinjaman fintech lending ilegal.

Sebelum mengakses layanan fintech, masyarakat bisa memeriksa terlebih dahulu legitimasinya lewat halaman resmi OJK atau laman pengaduan AFPI.

Baca Juga: Riset LD FEB UI Tentang Fintech Lending di Indonesia: Bisa Dongkrak Pendapatan Hingga 50 Persen

Namun jika sudah terlanjur berurusan atau terjerat dengan penawaran atau layanan fintech lending ilegal, maka mereka sangat disarankan untuk segera melaporkannya ke OJK serta pihak berwajib dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini:1. Mengumpulkan bukti-bukti teror, ancaman, intimidasi, pelecehan, atau hal tidakmenyenangkan lainnya.2. Melaporkan bukti-bukti tersebut dengan mendatangi kantor polisi terdekat untuk membuatlaporan.3. Atau mengirimkan pengaduan tersebut ke kolom pengaduan di situs resmi OJK, atau menghubungi layanan konsumen Kontak OJK157.

Layanan konsumen Kontak OJK 157 tersebut juga bisa dimanfaatkan bagi masyarakat yang ingin mengetahui Fintech Terdaftar atau Tidak Otoritas Jasa Keuangan beserta rinciannya.4. Melaporkan kolom pengaduan ke situs resmi AFPI.

Beda Fintech Resmi dan Ilegal

Terkait hal itu, Investree sebagai salah satu pionir fintech lending di Indonesia, membagikan tips kepada masyarakat agar mampu membedakan fintech lending ilegal dengan fintech lending aman dan terpercaya.

Agar tetap waspada dan tidak terjebak, berikut adalah ciri-ciri fintech lending ilegal yang harus dihindari oleh masyarakat umum dan pelaku bisnis:

Baca Juga: Investasi dan Fintech Ilegal Rugikan Masyarakat Indonesia Rp 92 Triliun, Begini Modus Jahatnya1. Perusahaan tidak memiliki izin dari OJK. Perusahaan tidak terdaftar sebagai anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai asosiasi resmi yang menaungi industri ini.

2. Perusahaan fintech memberikan biaya dan denda yang sangat besar dan tidak transparan.

3. Perusahaan fintech tidak tunduk pada Peraturan OJK (POJK) dan berpotensi tidak tunduk pada peraturan dan undang-undang lain yang berlaku.

4. Perusahaan fintech belum memiliki pengalaman dalam menyelenggarakan operasi fintech.

5. Perusahaan fintech tidak mengikuti tata cara penagihan yang beretika dan sesuai aturan. Sering terjadi penagihan dengan cara-cara kasar, cenderung mengancam, tidak manusiawi, dan bertentangan dengan hukum.

Kelima poin di atas hanya sebagian dari 14 ciri-ciri yang diidentifikasi oleh OJK.

Sedangkan untuk mencegah risiko penipuan, Adrian memberitahu beberapa modus penipuan mengatasnamakan fintech yang seringkali terjadi, di antaranya:

1. SMS blast: menawarkan pinjaman cepat, mudah, dan tanpa jaminan melalui SMS blast dari nomor HP biasa. Isi dari SMS tersebut biasanya lugas menyebutkan “Butuh Dana Cepat Tanpa Agunan dan Bunga Rendah, Proses Cepat, dan Mudah Hubungi XXX”.

Bila menerima SMS seperti ini, sangat diimbau untuk mengacuhkannya.

Apabila mengganggu, masyarakat dapat melaporkan ke layanan FCC OJK di 1-500-655 atau pihak berwenang atau Kepolisian.

Baca Juga: GoJek Resmi Beli Fintech Moka Seharga Rp 1,4 Triliun Di Tengah Pandemi Corona

2. Bunga rendah: menawarkan bunga sangat rendah adalah salah satu modus penipu untuk menggaet calon korban dan berujung pada mengikuti tawaran penipu.

Perlu diketahui bahwa penetapan bunga pinjaman harus selalu mengikuti aturan dan mendapatkan persetujuan dariOJK.

Saat ini, bunga yang berlaku di pasaran untuk pinjaman dari fintech berkisar antara 16% hingga 30% per tahun untuk pinjaman produktif dan maksimal 0,8% per hari untuk pinjamanjangka pendek (payday loan).

3. Imbalan: apabila ada oknum yang menawarkan produk pinjaman dan salah satu syaratnyaadalah harus membayar jumlah tertentu untuk memproses pengajuan pinjaman, hal itu patutdicurigai.

Bahkan hampir bisa dipastikan itu adalah penipuan karena pegawai dari institusikeuangan dilarang untuk menerima imbalan apapun dari nasabah dan itu merupakan pelanggaran berat jika dilakukan.

Ketiga modus tersebut adalah yang paling sering dilakukan oleh para penipu dan sayangnya masih banyak masyarakat yang mengalami kerugian besar karenanya.

Jika masyarakat ingin mengajukan pinjaman baik untuk modal usaha maupun kebutuhan personal, maka sangat disarankan untuk meminjam melalui fintech lending legal yang sudah mendapatkan izin dari OJK dan merupakan anggota AFPI.

Baca Juga: Gaya Anak Muda Investasi Emas dengan Mudah Lewat Fintech, Mulai Rp 10 Ribu

"Kami tegaskan bahwa perusahaan fintech lending yang terdaftar dalam keanggotaan AFPI harus taatkepada Kode Etik yg mengatur beberapa aspek operasional seperti batas bunga, cara penagihan, danlain sebagainya. Apabila melanggar, akan dikenakan sanksi yang berat,” tutup Adrian.

Sebagai informasi, Investree adalah salah satu perusahaan fintech lending yang telah mengantongi izin dari OJK. Mereka ingin memperluas akses pembiayaan mudah dan cepat bagi UKM agar mereka bisa bertumbuh.

Tag

Editor : Wahyu Subyanto