Indonesia Bingung, Inilah Perilaku Konsumen Indonesia di Tengah Wabah COVID-19

Jumat, 24 April 2020 | 20:45
businessinsider.sg

Virus Corona menyebar dengan cepat

Nextren.com - Ketika wabah COVID-19 menghantam Indonesia, ada perubahan perilaku yang terjadi dengan sangat masif pada masyarakat.
Ketika masyarakat melakukan isolasi mandiri, mereka beradaptasi dengan cepat sehingga menciptakan pola perilaku baru. Melalui survey daring terhadap 2103 responden dan studi digital independen di platform Google Analytics, KG Media Research telah menyusun sebuah white paper yang melihat secara detil mengenai pola perilaku masyarakat Indonesia di tengah pandemi COVID-19. Ada tiga temuan kunci bagi brand untuk menghadapi pandemi yaitu; - brand bisa mengurangi kebingungan melalui informasi yang terpercaya, - brand bisa menjadi ‘penghibur’ yang baik bagi masyarakat untuk mengurangi keresahan, - brand bisa menjadi penggerak sosial bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan.
Baca Juga: Dituduh Konspirasi, Bill Gates Tetap Prediksi Soal Penanganan PandemiMelalui webinar “Indonesia Bingung” yang diselenggarakan pada tanggal 23 April 2020, semua temuan kunci tersebut dibahas secara komprehensif oleh Dian Gemiano, selaku Chief Marketing Officer KG Media, Karin Zulkarnaen, Chief Marketing Officer Allianz Life indonesia, dan Wisnu Nughroho, Editor in Chief kompas.com. Menurut Wisnu Nugroho Pemimpin Redaksi Kompas.com, saat ini tidak hanya Indonesia yang tidak siap, tetapi dunia.
Tidak ada hanya Indonesia yang bingung, tetapi dunia.
COVID-19 yang ada "di sekitar rumah" menjadi penyebabnya.
Meskipun secara jarak fisik mungkin jauh, jaringan media mendekatkan individu-individu dengan ketidakpastian eksistensial tersebut.
Baca Juga: 3 Aplikasi Menu Buka Puasa dan Sahur, Pas Buat yang Bingung Masak Apa
Di era ini, ketika kita menyebut media, di dalamnya termasuk media sosial.
Kenapa ini perlu kita sebut dan garis bawahi?
Fakta menunjukkan, media sosial seperti pisau bermata dua: menjadi sumber informasi sekaligus misinformasi.
Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Kementrian Komunikasi dan Informasi ada di baris terdepan untuk mengatasi misinformasi ini.
Hingga 9 April 2020, ada 492 hoaks terakit COVID-19 beredar di media sosial.
Terakhir, hoaks pasien dalam pengawasan (PDP) kabur dari RS Undata, Palu.
Baca Juga: Berikut Cara Gunakan Fitur Pesanan Terjadwal di Layanan GrabFood
Informasi bohong tersebar di Facebook dan menjadi berantai di layanan Whatsapps.
Lebih dari sebulan dalam ketidaksiapan, kebingungan dan ketidakpastian eksistensial, publik belajar.
Terhadap semua informasi yang masuk di genggaman, keraguan pertama-tama disematkan.
Media yang dianggap punya kredibilitas jadi acuan pencarian "kebenaran".
Dalam kesempatan belajar itu, publik mulai tidak menyebar informasi dari media sosial yang tidak jelas kebenarannya.
"Kebenaran" dan "kepastian" yang diusung media terpercaya di tengah ketidakpastian eksistensial ini menjadi pegangan publik.
Baca Juga: Inilah Peforma Helio P95 Dengan AI Engines Terkuat di Oppo Reno3 Pro
Atas "kebenaran" dan "kepastian" yang ditemukan di era COVID-19 ini, brand hadir sebagai pengantar atau penyerta hadirnya kebaikan.
Karena publik bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah di rumah, kebaikan yang diantar itu masuk langsung ke rumah-rumah.
Salah satu temuan survey adalah begitu sentralnya peran seorang ibu saat semunya bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah di rumah, semuanya dalam pengawasan Ibu.
Di tengah ketidakpastian eksistensial, peran Ibu yang secara alamiah adalah penjaga kehidupan, terlihat sangat sentral.
Peran dan pengawasan Ibu mulai dari mengurus makan, menemani belajar, mengingatkan ibadah, bersedekah, sampai mencari informasi untuk melindungi keluarga dari COVID-19.
Temuan-temuan dalam survey dan studi ini bisa jadi pijakan untuk respons yang diperlukan.
Semangat Ibu sebagai perawat kehidupan bisa jadi benteng menghadapi serbuan.
Baca Juga: Uniknya Kicauan di Twitter Selama Pandemi COVID-19 dan Sambut Ramadan
Metodologi Survey
Tim Survey menggabungkan dua proses pengumpulan data untuk melihat respon masyarakat Indonesia terkait kegiatan serta barang dan jasa yang dikonsumsi saat pandemi, melalui survey daring dan pengumpulan data di platform Google Analytics KG Media.
Proses pengumpulan data melalui platform Google Analytics KG Media dilakukan untuk melihat perilaku konsumsi konten masyarakat.
Melalui analisis yang dilakukan, dapat dilihat bagaimana perubahan konsumsi konten yang terjadi sebelum dan setelah diterapkannya isolasi mandiri.
Baca Juga: Masuki Ramadhan, Tri Prediksi Lonjakan Data 10 Persen dan Alihkan Optimasi Jaringan ke Perumahan Padat
Selain mengetahui perubahan pola konsumsi konten, kami juga mengumpulkan informasi terkait perilaku dan pola konsumsi barang dan jasa konsumen selama isolasi mandiri dengan melakukan survey daring terhadap 2103 responden yang memiliki rerata umur 16 sampai 45 tahun.
Proses pengumpulan data survey didistribusikan melalui aset KG Media yang terdiri dari media sosial, banner pada portal berita, dan surel.
Penerimaan informasi Covid-19
Isu tentang COVID-19 sudah ramai diberitakan secara global di bulan Februari.
Namun topik tentang penyebaran virus corona baru mulai ramai dibicarakan masyarakat di awal Maret ketika Presiden Jokowi secara resmi mengumumkan kasus pertama di Indonesia.
Di saat itu, seketika ada peningkatan pembaca yang luar biasa tajam mengenai topik virus corona.
Saat itu terelihat bahwa respons masyarakat yang sangat beragam.
Namun ada sentimen was-was dan kebingungan yang jelas terlihat.
Baca Juga: Grab Hadirkan Kampanye Siap Antar Ramadanmu, Dengan 3 Fitur Baru
Meskipun mayoritas memilih untuk menjaga diri dengan mencuci tangan dan membatasi diri, ternyata ada sejumlah besar warga yang masih melakukan aktivitas seperti biasa dan menimbun berbagai barang esensial seperti masker dan hand sanitizer.
Media sosial menjadi sumber informasi utama bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi seputar COVID-19.
Informasi yang didapat cukup beragam, mulai dari cuitan pribadi, artikel, hingga opini dan hasil ‘riset’ yang kebenarannya dipertanyakan.
Media sosial justru membuka ‘gerbang’ bagi kebingungan masyarakat, karena tidak ada yang bisa membendung kebohongan dan misinformasi yang diproduksi.
Tidak ada proses verifikasi di media sosial.
Baca Juga: Ini Syarat Memakai Fitur Grab Asisten Untuk Belanja Lewat Hape
Beruntung bahwa masih banyak masyarakat yang percaya dengan media lewat produk jurnalistik yang kredibel.
Tetapi terlihat dari hasil survey bahwa aplikasi pesan instan justru menjadi salah satu sumber informasi yang dipilih masyarakat.
Padahal aplikasi pesan instan adalah salah satu platform yang banyak menyebarkan misinformasi yang bisa menyebabkan kepanikan dan kebingungan yang merugikan.
Kredibiltas Media
dari hasil survey, terlihat bahwa masih banyak warga yang mengandalkan produk jurnalistik media daring maupun luring sebagai sumber informasi.
Hal ini tentu saja tidak lepas dari citra kredibilitas sebuah media, sehingga media dipercaya oleh masyarakat sebagai sumber informasi.
Baca Juga: Bill Gates Dituduh Pembuat Virus Covid-19, Gara-gara Prediksi Jitu 5 Tahun Lalu
Masyarakat bisa yakin bahwa sebuah informasi tersebut benar jika informasi tersebut dikeluarkan oleh institusi atau media yang kredibel dan terpercaya.
Namun, masih banyak warga yang percaya dengan opini atau informasi yang keluar dari seorang influencer.
Hal ini sesuai dengan temuan di survey online bahwa media sosial adalah sumber informasi yang sangat besar.
Maka wajar jika influencer masih dipercaya oleh sebagian kalangan meskipun opini seorang influencer kadang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Kabar baiknya, tidak semua warga langsung menelan mentah-mentah sebuah informasi tanpa terlebih dahulu memeriksa kebenaran informasi tersebut.
Mayoritas warga memeriksa ulang sebuah informasi dengan mengecek kebenaran tersebut di media lainnya.
Tidak hanya itu, warga juga aktif mengecek sumber informasi sebuah berita sebelum percaya atau menyebarkannya begitu saja.
Baca Juga: Jelang Ramadhan, Indosat Ooredoo Naikkan Kapasitas Data 60 Persen di Jabotabek dan Daerah Tujuan Mudik
Indonesia Butuh Informasi yang Hakiki
Saat sebuah krisis berlangsung, ada kebutuhan yang mendesak bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi terkini.
Tetapi perlu diingat, informasi terkini belum tentu benar.
Penggunaan media sosial yang besar, serta kebutuhan informasi ini banyak dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan kebohongan dan misinformasi.
Sebagai sebuah brand, wajar jika topik tentang COVID-19 ingin dihindari untuk menjaga citra dan menghindari kontroversi.
Kemudian, dari data yang kami dapatkan, justru kebutuhan akan informasi ini bisa digunakan oleh brand untuk ikut membantu menyebarkan informasi yang baik dan benar alias terpercaya.
Kebutuhan akan informasi ini bisa membuka peluang bagi brand untuk melakukan berbagai kampanye yang menyebarkan pesan-pesan positif.
Baca Juga: Google Catat Ada 258 juta Upaya Penipuan Digital, Begini Cara Cegahnya
Kebutuhan akan informasi saat krisis sangatlah besar.
Namun kita tahu bahwa di antara informasi yang begitu meluap, banyak pihak tidak bertanggung jawab yang menggunakan kebutuhan ini untuk menyebarkan kebohongan dan misinformasi.
Di sini kredibilitas media akan sangat bermanfaat bagi masyarakat karena perannya dalam memilah, menyeleksi dan memverifikasi kebenaran sebuah informasi.
Kita melihat, warga saat ini cukup kritis dalam membaca dan memproses sebuah informasi.
Maka dari itu, jika sebuah brand ingin menjadi pengantar pesan kebaikan, media bisa menjadi alat yang sangat kuat untuk menyebarkan pesan-pesan humanis, positif, dan baik di saat krisis seperti saat ini. Media yang kredibel banyak dipercaya oleh masyarakat sebagai sumber informasi yang valid.

Editor : Wahyu Subyanto

Baca Lainnya