Operator Dianggap Ogah-Ogahan Bersihkan Hape BM, Ketua ATSI Mirza Fachyz Ungkap Besarnya Investasi untuk Pemblokiran IMEI

Sabtu, 03 Agustus 2019 | 11:08
way

Seminar pemblokiran IMEI

Laporan wartawan Nextren, Wahyu Subyanto.

Nextren.com - Saat ini sedang digodok aturan untuk melakukan pembersihan hape ilegal atau BM di Indonesia.

Cara yang dipilih adalah melakukan pemblokiran IMEI yang melekat di hape,

Sebelumnya, pihak departemen perdagangan dan bea cukai sudah berupaya mencegah masuknya dan beredarnya hape-hape ilegal ini, namun bisa dibilang selalu ada pihak yang mencari celah.

Pelabuhan tikus atau pelabuhan kecil tanpa penjaga disekitar Riau Batam disebut sebagai salah satu titik masuknya barang-barang BM dari luar negeri.

Baca Juga: Blokir IMEI Tak Berlaku Surut dan Tak Ada Pemutihan, Masyarakat Dihimbau Jangan Resah

Dalam acara Seminar "Membedah Potensi Kerugian Konsumen Industri, Negara, Akibat Ponsel Black Market dan Solusinya" di Kantor Kementrian Kominfo Jakarta (3/8/2019), seorang peserta menanyakan keseriusan operator membasmi hape ilegal yang beredar.

Dia melihat selama ini operator ogah-ogahan menerapkan pembersihan hape ilegal ini, dan mempertanyakan sebenarnya seberapa besar investas yang dibutuhkan.

Merza Fachyz sebagai ketua ATSI (Asosiasi Telepon Seluler Indonesia) saat ini, menjawab bahwa operator ATSI pada dasarnya mendukung pemberlakuan validasi IMEI, semata-mata demi melindungi industri, konsumen, dan meningkatkan pemasukan pemerintah.

Namun ia juga mempertanyakan siapa yang akan menanggung biaya investasi untuk melaksanakan pemblokiran IMEI tersebut.

Baca Juga: IMEI Hape Curian dan IMEI Kloning Bakal Diblokir, Tak Bisa Dipakai Lagi

Pasalnya, operator juga punya banyak pekerjaan yang harus dilakukan agar program ini berhasil.

"Di sini ada Telkomsel yang merupakan operator terbesar, mereka menyatakan butuh sekitar Rp 200 miliar untuk menerapkan pemblokiran IMEI ini," ujar Merza.

Maka jika semua operator akan menerapkan pemblokiran IMEI ini, maka bisa dibutuhkan dana triliunan rupiah.

Pertanyaannya adalah dana investasinya dari mana?

Baca Juga: YLKI Imbau Pemerintah Perlu Hati-Hati Memblokir IMEI, Ini Alasannya

Maka muncul wacana bahwa lembaga yang paling mendapat keuntungan dari upaya pemblokiran ini bisa menjadi penyandang dananya.

Seperti kita ketahui, menurut data dari APSI (Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia), sebanyak 20% dari total penjualan ponsel yang beredar di Indonesia adalah ilegal.

Ketua APSI Hasan Aula menyebutkan, 45 - 50 juta ponsel terjual setiap tahunnya di Indonesia.

Jika 20% di antaranya adalah ilegal, maka jumlahnya sekitar 9 juta unit per tahun.

Baca Juga: DIRBS, Teknologi Qualcomm untuk Pendeteksian dan Pemblokiran IMEI

Bila rata-rata harga ponsel itu sekitar Rp 2,5 juta, maka nilai total mencapai Rp22,5 Triliun.

Akibat dari maraknya ponsel ilegal tersebut, negara menjadi kehilangan potensi pemasukan.

Karena Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak bisa memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% + PPH 2.5 persen dari ponsel ilegal tersebut.

Menurut Hasan Aula, total potensi pajak yang hilang sekitar Rp 2,8 triliun per tahun.

Karena itu Merza langsung sangat setuju, jika ada wacana Departemen Keuangan mendanai program pemblokiran IMEI ini. (*)

Tag

Editor : Wahyu Subyanto