Follow Us

2045, Robot Diprediksi Tambah Jumlah Pengangguran

Fatimah Kartini Bohang - Kamis, 18 Februari 2016 | 09:22
Drinky, robot yang bisa dijadikan teman minum.
YouTube

Drinky, robot yang bisa dijadikan teman minum.

Sekitar 30 tahun dari sekarang, atau pada tahun 2045, lebih dari 50 persen penduduk bumi usia produktif kerja adalah pengangguran. Setidaknya hal itu yang diramalkan Profesor Moshe Vardi dari Rice University, AS. Menurut dia, perkembangan robot akan semakin signifikan pada tahun-tahun mendatang. Sayangnya, ia tak bisa memastikan perkembangan itu akan mendatangkan faedah atau justru menimbulkan mudarat bagi peradaban manusia."Jawaban tipikal adalah mesin akan bekerja untuk manusia, kita akan bebas melakukan aktivitas menyenangkan," kata dia dalam sebuah pidato, sebagaimana dilaporkan Cnet dan dihimpun Nextren, Kamis (18/2/2016). Tapi, kata Vardi, ada yang janggal dari anggapan umum tersebut. Tepatnya, Vardi tak melihat ada masa depan gemilang yang dijanjikan "era robot" atau "era mesin". "Saya tak melihat prospek hidup manusia yang hanya melakukan aktivitas menyenangkan. Saya percaya bekerja adalan esensi umat manusia," ia menuturkan. Bagaimana manusia mendapatkan uang jika tak bekerja? Jika tak ada uang, bagaimana manusia melakukan aktivitas bersenang-senang?Pertanyaan selanjutnya, bagaimana menyetop perkembangan robot yang bisa melebihi kapasitas manusia dengan jumlah sepadan atau bahkan melebihi?Profesor Vardi yang basisnya adalah ilmu komputasi dan mesin tentu tak setuju jika jalan keluarnya adalah menghentikan pengembangan teknologi. "Teknologi tak bisa dihentikan," ujarnya. Masyarakat harus berpikir keras dan berinvestasi ke penelitian tentang bagaimana peradapan manusia bertahan di era serba otomatis. Menurut Vardi, sangat singkat waktu yang tersisa untuk memikirkan hal itu.Dibutuhkan sebuah revolusi. Vardi berkaca pada Revolusi Industri di Rusia dan China pada abad 18 silam. Kala itu, meski mengorbankan sekitar 100 juta jiwa, ada hasil yang dinikmati hari ini. Misalnya pada sisi peningkatan pendapatan per kapita warga dunia."Tapi saya harap kita lebih bijak kali ini," kata dia. Vardi bukan orang pertama yang mengkhawatirkan perkembangan mesin-mesin pintar untuk kelangsungan hidup. Fisikawan terkenal Stephen Hawking pun punya kegelisahan serupa. "Saya cemas Artificial Intelligent (AI) adalah hal terburuk untuk kemanusiaan," kata dia suatu ketika. Terlalu banyak otak yang tampaknya akan memungkinkan mesin mendominasi dunia. Apakah dunia serba otomatis adalah tujuan yang hakiki? Google, Facebook, dan perusahaan teknologi besar telah berkomitmen untuk mengembangkan AI dengan memanfaatkan teknologi hari ini. Namun, menurut kolumnis teknologi Chris Matyszczyk, sangat jarang ada kajian tentang dampak eksperimen mereka bagi dunia. "Perusahaan teknologi mengatakan mereka sedang menciptakan dunia yang lebih baik, tapi mereka serta-merta menggunakan dunia sebagai lab eksperimen," Matyszczyk menuliskan.

Source : CNET

Editor : Reza Wahyudi

Baca Lainnya

Latest