Follow Us

Developer Game Educa Studio, Berkibar Tanpa Investor

Oik Yusuf - Senin, 08 Februari 2016 | 10:44
Developer game

Developer game

Andi Taru Nugroho melakukan langkah “nekat” menggadaikan rumah ke bank untuk merintis usaha pengembang aplikasi video game bernama Educa Studio bersama sang istri, Idawati, pada 2011. Keduanya saat itu sedang menganggur setelah keluar dari pekerjaan masing-masing. Modal awal sebesar Rp 600 juta dipakai Andi untuk membeli alat-alat produksi sekaligus menyulap lantai atas tempat tinggalnya menjadi ruang kantor. Sebanyak 4 orang kawan yang sama-sama berasal dari kota Salatiga, Jawa Tengah, direkrut untuk sama-sama mengadu nasib. Sempat berpayah-payah dengan penghasilan nol rupiah, tekad dan semangat Andi beserta kawan-kawan terbayar ketika judul-judul game mobile bikinannya mulai menghasilkan.“Kami memperoleh pendapatan dari penayangan iklan dalam game Android melalui layanan Google AdMob, pertama kali pada 2012,” ujar Andi saat menyambut Nextren dan rombongan jurnalis yang mengunjungi kantor Educa Studio di Salatiga, Selasa (2/2/2016)."Ketika itu jumlah penghasilan minimum yang ditransfer AdMob adalah 100 dollar AS. Wah, rasanya senang sekali ketika dollar pertama itu kami terima,” lanjutnya sambil sumringah.Perlahan tapi pasti, penghasilan Educa Games pun merangkak naik. Startup pengembang game ini mengkhususkan diri pada segmen permainan edukasi untuk anak umur 2-6 tahun dengan seri game andalan berjudul Marbel (Mari Belajar).Hingga akhirnya, pada 2014, Andi dan kawan-kawan bisa melunasi utang ke pihak bank. Di tahun yang sama, mereka juga menyelesaikan pembangunan gedung kantor berlantai dua dari hasil menabung bersama. Dengan karyawan yang kini mencapai 13 orang, jumlah game ikut berkembang pesat. Aplikasi buatan Educa Studio kini telah mencapai lebih dari 200 judul dari 7 brand, mencakup seri-seri lain seperti Kabi (Kisah Nabi-nabi), Riri (Cerita Anak Interaktif), dan yang terbaru Kolak (Koleksi lagu anak).Karya studio game yang sedang bersiap go international ini pun mencuat dan menarik perhatian publik. Pada 2013, misalnya, Educa Studio dinobatkan sebagai juara kategori game edukasi di kompetisi INAICTA, juga Rock Star Dev.Tanpa investorEduca Studio bisa dibilang hanya mengandalkan modal dari kantong sendiri sejak awal. Tapi perusahaan pengembang game lokal ini bukannya tak dilirik oleh investor.Menurut pengakuan Andi, Educa Studio sering didatangi pihak-pihak yang siap menanam investasi untuk pengembangan bisnis. Namun, hingga kini, dia mengatakan belum ada yang cocok. “Rekanan harus sejalan dengan visi dan misi kami. Ini harus dipenuhi, kalau tidak, mendingan jangan dulu,” terang Andi mengenai alasannya.

Seorang ilustrator membuat sketsa awal dari karakter game dalam proses produksi di kantor Educa Studio, Salatiga, Jawa Tengah (2/2/2016)
Oik Yusuf/ KOMPAS.com

Seorang ilustrator membuat sketsa awal dari karakter game dalam proses produksi di kantor Educa Studio, Salatiga, Jawa Tengah (2/2/2016)

Visi dan misi yang dimaksud berkaitan dengan tujuan Educa Studio untuk tak hanya hanya menyediakan produk software bermanfaat untuk masyarakat, namun juga memberikan lingkungan kerja yang berkualitas bagi semua orang yang terlibat di dalamnya.“Kami tak cocok dengan investor yang ingin jor-joran menggenjot produksi, seperti melipatgandakan jumlah tim dan jumlah output per tahun,” kata Andi memberi contoh.“Di sini aliran produksi berjalan secara alami. Kami tak mematok target jumlah karena takut akan menggerus kreativitas. Misalnya, ada juga game yang sudah dikembangkan selama setahun tapi masih belum rilis karena sedang terus dipoles."Andi juga tak mau memberikan tekanan terlalu besar kepada para karyawan, sesuai dengan kebiasaan “manusiawi" yang dijalankan oleh Educa Studio menyangkut soal jam kerja.Semua karyawan disebutnya selalu pulang ke rumah setelah jam 5 sore, tiap hari kerja Senin-Jumat. Jarang sekali ada yang lembur di luar waktu itu.“Soalnya, dari dulu saya selalu menekankan keseimbangan antara waktu kerja dan waktu untuk keluarga,” kata Andi.Hidup dari iklanSoal pemasukan yang diperoleh untuk menghidupi Educa Studio, Andi mengaku sebagian besarnya masih diperoleh dari iklan yang tersalur melalui AdMob.Memang, dalam sebagian judul game, ada opsi in-app purchase untuk menghilangkan iklan yang muncul supaya tak mengganggu. Tapi pendapatan dari jalur ini terbilang masih sangat kecil dibanding iklan. “Kebanyakan itu masih dari AdMob. Mungkin cuma 10 persen saja yang berasal dari in-app purchase,” kata Andi. Sementara, aneka judul game buatannya disediakan gratis di platform Android, iOS, dan Windows Phone untuk memaksimalkan jumlah pengguna.Para konsumen Indonesia yang menjadi mayoritas pengguna aneka game Educa Studio, menurut dia, memang masih condong memilih untuk menyaksikan iklan ketimbang merogoh kocek.Keadaan ini dipandangnya merugikan industri game nasional karena menyulitkan para pemain lokal untuk bertahan, seperti yang pernah disampaikan Andi beberapa waktu lalu dalam kesempatan di Jakarta.

Kisah Teladan Nabi, salah satu brand game edukasi buatan Educa Studio
Educa Studio

Kisah Teladan Nabi, salah satu brand game edukasi buatan Educa Studio

Beruntung, meski segmen game edukasi sendiri cenderung tak seramai genre game casual, Educa Studio berhasil memanfaatkan AdMob untuk menghidupi diri dari iklan.“Jalan satu-satunya kami menggunakan iklan. Pakai AdMob karena bisa filtering untuk anak-anak, jadi tidak ada iklan yang aneh-aneh,” ujarnya ketika itu.Supaya tak terlalu bergantung dari iklan, Andi mengutarakan keinginannya memberi sosialisasi soal pentingnya mengikis budaya “gratisan”, demi memajukan para pengembang aplikasi di Indonesia. Masih butuh waktu sebelum niatan itu bisa tercapai. Untuk sekarang, Educa Studio memilih untuk melakukan ekspansi dengan menelurkan aneka brand dan aplikasi baru.Tahun lalu, misalnya, brand Marbel diperluas melalui rilis Marbel and Friends yang menyasar konsumen anak usia 6-12 tahun. Ada juga seri aplikasi Kolak alias koleksi lagu anak yang mengemban misi memperkenalkan lagu-lagu baru untuk anak. Musik di dalamnya ditulis dan diaransemen sendiri oleh Educa Studio, bekerjasama dengan dua komposer lagu dari Salatiga dan Yogyakarta. Yang terbaru, Andi dan Kawan-kawan berniat memasuki pasaran Amerika Serikat lewat delapan buah judul game yang khusus diracik agar sesuai dengan selera global, termasuk dari segi bahasa dan keanekaragaman fitur."Targetnya tahun 2016 ini sudah meluncurkan aplikasi game edukasi untuk pasaran AS. Mudah-mudahan pada akhir tahun kami sudah bisa melihat kondisi pasarnya seperti apa," tandas Andi.

Editor : Reza Wahyudi

Baca Lainnya

Latest