Follow Us

facebookyoutube_channeltwitter

Game Gratis, Developer Indonesia Merana

Yoga Hastyadi Widiartanto - Minggu, 13 Desember 2015 | 13:20
(Ki-Ka): Irwanto (Co-Founder Tebak Gambar), Andi Taru & Idawati (Founders Educa Studio), Calvin Kizana (Founder & CEO Inovidea), Roki Soeharyo (Co-Founder & COO TouchTen)
Yoga Hastyadi Widiartanto/KOMPAS.com

(Ki-Ka): Irwanto (Co-Founder Tebak Gambar), Andi Taru & Idawati (Founders Educa Studio), Calvin Kizana (Founder & CEO Inovidea), Roki Soeharyo (Co-Founder & COO TouchTen)

Game atau aplikasi gratisan terasa begitu memanjakan bagi pengguna smartphone. Tapi bagi developer yang membuatnya, justru fatal dan mematikan.Pasalnya tim yang sehari-hari bekerja mengembangkan game serta aplikasi akan bergantung pada penjualan karyanya, tak sekadar jumlah download. Ketika pengguna ogah membayar, mereka pun harus memutar otak agar tetap bisa bertahan.Sepenggal perjuangan bertahan hidup seperti itu sempat diceritakan oleh sejumlah developer yang hadir di ajang Google Developer Showcase Indonesia, Kamis (10/12/2015).Diantaranya adalah co-founder Tebak Gambar, Iwanto Widyatri. Di satu sisi, game buatannya sangat populer, diunduh oleh lebih dari 7 juta pengguna. Di sisi lain mereka kesulitan mendapatkan pengguna yang mau mengucurkan rupiah sambil menikmati karya tersebut."Awalnya kami coba pancing dengan nyawa tambahan berbayar. Ternyata itu susah. Sekarang kami coba akali dengan menambahkan video ads. Jadi pengguna bisa mendapatkan nyawa tambahan dengan menonton video tersebut. Hasilnya lumayan, ada yang nonton," kisahnya pada Nextren.Dari video iklan dan klik pada banner di dalam aplikasi buatannya itulah tim Tebak Gambar bisa mendapatkan dana untuk bertahan dan lanjut berkarya. Kisah senada juga diungkap oleh CEO dan Founder Educa Studio, Andi Taru Nugroho. Pria yang sehari-hari tinggal di kota Salatiga itu mengaku mendapatkan kesulitan lebih besar karena genre yang ditekuni adalah edukasi.Bila developer aplikasi dan game casual, misalnya media sosial atau Tebak Gambar bisa mengandalkan iklan dan jumlah download yang cukup besar, Educa Studio mesti punya strategi berbeda.Menurut Andi game atau aplikasi edukasi tidak akan seheboh jenis casual. Dia sendiri mengakui jumlah download terbesarnya saat ini dicatatkan oleh dua aplikasi dengan total sekitar 4 juta pengguna.Sementara itu, Educa Studio yang beroperasi sejak 2013 lalu sudah berkarya sebanyak lebih dari 200 judul game dan aplikasi pendidikan."Total kami mencatat ada sekitar 15 juta download dengan lebih dari 200 judul yang dibuat. Untuk pemasukan memang kami mengambil dari iklan, sekarang pakai platform AdMob," ujarnya."Kalau di mobile, kita bikin paid atau in app purchase tapi itu cuma 1 persen saja rata-ratanya. Jalan satu-satunya kami menggunakan iklan. Pakai AdMob karena bisa filtering untuk anak-anak, jadi tidak ada iklan yang aneh-aneh," imbuh Andi.Selain kedua developer tersebut, Google Developers Showcase Indonesia juga dihadiri oleh Cofounder dan COO Touchten, Rokimas Soeharyo serta Founder dan CEO PicMix, Calvin Kizana.Riset GoogleGoogle juga turut mempublikasikan penelitiannya mengenai minat pengguna terhadap game serta aplikasi berbayar di acara yang sama.Riset kerjasama dengan TNS Australia itu menemukan bahwa hanya 34 persen pengguna layanan mereka mau membayar. Kisaran harga termahal yang masih mau mereka beli adalah Rp 48 ribu.Penelitian itu juga mengungkap bahwa saat ini sudah cukup banyak orang Indonesia, terutama di kota-kota besar, yang memiliki smartphone. Setidaknya 2 dari 5 orang Indonesia sudah menggenggam gadget tersebut, atau sekitar 43 persen.Aplikasi yang paling banyak dibeli adalah games. Kategori selanjutnya yang populer dan dibeli oleh pengguna adalah aplikasi hiburan, produktivitas, utilitas serta majalah.

Editor : Nextren

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x