Laporan Wartawan NexTren, David Novan Buana
NexTren.com - Bencana Tsunami yang terjadi pada Sabtu malam, 22 Desember 2018 di Selat Sundaterjadi tanpa adanya peringatan, dan menurut laporan terakhir telah menelan korban sementara 222 orang meninggal dan 843 orang terluka.
Menurut penyataan yang dikeluarkan oleh pihak BMKG, penyebab dari tsunami tersebut adalah longsoran tanah di bawah laut akibataktivitasGunung Anak Krakatau.
Apa bedanya dengan tsunami akibat gempa bumi yang beberapa kali terjadi dalam satu dekade belakangan ini? Dan mengapa tsunami akibatlongsoran bisa lebih berbahaya bila dibandingkan dengan tsunami seismik?
Baca Juga : Facebook Aktifkan Fitur Safety Check Saat Gempa Palu, Bisa Cek Kondisi Teman dan Keluarga
Tsunami akibat longsoran terjadi ketika volume air di suatu lokasi tergantikan oleh benda lain, yang dalam hal ini adalah tanah, dan menyebabkan air di sana terdorong ke arah tertentu.
Terlebih lagi bila benda yang masuk kemenggerakkan air tersebut berkecepatan tinggi, sehingga menyebabkan air yang terdorong bisa mencapai lokasi yang jauh jaraknya.
Contoh yang mudah untuk mendemonstrasikan fenomena ini adalah dengan mencelupkan batu ke dalam gelas yang terisi penuh dengan air; saat batu tersebut masuk ke dalam gelas, maka air di dalamnya akan terdorong dan terbeber keluar dari gelas.
Sebelumnya, longsoran yang mampu menyebabkan tsunami seperti diSelat Sunda belum terjadi, karena biasanya gelombangnya terhalang oleh badan gunung itu sendiri yang masih selalu berubah bentuknya.
Namun sejarah sempat mencatat tsunami besar yang terjadi akibat longsoran tanah terjadi bukan di laut, melainkan di bendungan.
Kejadian tersebut terjadi pada 1963 di bendungan Vajont Dam di Italia; saat itu longsoran tanah dari bukitMonte Toc yang ada di sampingnya rontok dan menghantamkan batu dengan volume sekitar 270 juta meter kubik ke air dam.
Akibatnya, air yang terdorongmenghasilkan gelombang setinggi 140 meter dan melewati bendungan tersebut, airnya menghantam pedesaan di bawahnya; menelan korban sampai 2000 orang dan peneliti menamakannya sebagaiMegatsunami.