Follow Us

Jejak Inovasi dari Detroit ke Silicon Valley

- Selasa, 14 Juli 2015 | 09:32
Salah satu yang dipamerkan di Ford Research and Innovation Center, Palo Alto dalam ajang Further with Ford 2015.
Wicak Hidayat/Nextren

Salah satu yang dipamerkan di Ford Research and Innovation Center, Palo Alto dalam ajang Further with Ford 2015.

Satu dari sekian banyak istilah yang tampaknya selalu meluncur dari bibir para pendiri perusahaan rintisan adalah: mengubah dunia. Seperti diparodikan dengan kocak dalam serial Silicon Valley di HBO hampir semua peserta di ajang TechCrunch Disrupt SF menggunakan istilah semacam itu, mulai dari "revolusioner" hingga "mengubah dunia menjadi lebih baik".Lucu, memang, dan kadang terkesan naif. Tapi hal ini punya landasan pada keinginan dari perusahaan rintisan untuk membuat sesuatu yang berdampak. Memang, teknologi disebut-sebut punya potensi untuk menimbulkan perubahan. Konsep ini dipertegas dalam buku The Innovator's Dilemma karya profesor asal Harvard Clayton Christensen. Buku terbitan 1997 itu kerap jadi rujukan, baik secara langsung atau tidak langsung, mengenai perlunya inovasi. Salah satu konsep yang dikemukakan Christensen adalah "disruptive innovation". Kata disrupt itu juga yang kemudian jadi inspirasi gelaran tahunan TechCrunch Disrupt, yang kemudian diparodikan dalam seri Silicon Valley tadi. Mitologi DisruptDisrupt mungkin bisa diterjemahkan sebagai gangguan atau dobrakan, tapi dalam konteks ini disrupt juga bisa diartikan sebagai merusak tatanan yang sudah mapan dan melahirkan norma baru. Baru-baru ini, yang kerap menjadi contoh disrupt adalah perusahaan seperti Uber (terhadap taksi dan penyewaan mobil), AirBnb (terhadap perhotelan). Sedangkan contoh lokalnya, adalah Go-jek, yang mendobrak bisnis ojek di Indonesia.Dalam gelaran Further with Ford akhir Juni 2015, saya diajak untuk melihat sekilas beberapa pengembangan yang sedang dilakukan Ford dalam pusat risetnya di Silicon Valley, tepatnya di area Stanford Research Park, Palo Alto. Sempat terpikir saat melihat pusat riset itu, kenapa Ford memiliki pusat riset di Silicon Valley? Bukankah pusat industri otomotif di Amerika Serikat adalah di Detroit? Hal yang terlintas ketika itu adalah: mungkin Ford ingin tertular semangat disruptive innovation yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari mitologi lembah silikon.Sepintas, terutama belakangan ini, industri otomotif bisa dipandang sebagai industri mapan yang tidak gencar dalam inovasi teknologi. Pamor Detroit sebagai yang terdepan soal inovasi otomotif bahkan agak tertutupi oleh "anak Silicon Valley" Elon Musk dengan Tesla Motors dan mobil listriknya.Tapi, jika kita coba menelisik sejarahnya, Ford sebenarnya adalah buah dari disruptive innovation juga. Siapalagi kalau bukan Henry Ford yang jadi tokoh utamanya.

Mobil Ford Sweepstake yang dibuat tahun 1901 oleh Henry Ford, Oliver Barthel dan Ed Huff.
TheHenryFord.org

Mobil Ford Sweepstake yang dibuat tahun 1901 oleh Henry Ford, Oliver Barthel dan Ed Huff.

Henry Ford dan Semangat Silicon Valley Jauh sebelum lembah silikon itu dilahirkan, Ford adalah seorang insinyur shift malam di Edison Illuminating Company. Siang harinya ia akan mengutak-atik otomobil, sebuah benda yang ketika itu hanya mainannya para pehobi. Kisah Henry Ford ini bisa dibandingkan dengan kisah Steve Jobs dan Wozniak yang mengutak-atik komputer personal, lalu membawanya ke ajang Homebrew Computing Club. Namun bagi Ford, ajang pembuktiannya adalah langsung di jalan raya Kota Detroit. Di tahun 1896 Ford menarik perhatian lewat kendaraan bernama Quadricycle. Kejeniusan Ford dalam membuat kendaraan roda empat pun mulai diakui kalangan pehobi di Detroit saat itu. Ia kemudian mendirikan perusahaan pertamanya, Detroit Motor Company. Namun, perusahaan itu gagal. Pada 1901, tepatnya tanggal 10 Oktober, Ford kembali unjuk gigi dengan mobil buatannya. Kali ini dalam arena balap di Grosse Pointe, Michigan. ketika itu ia mengalahkan Alexander Winton menggunakan mobil Sweepstakes yang dibangunnya sendiri dengan tangan. Ford kembali menarik perhatian dan membuat lagi perusahaan bernama Henry Ford Company. Ternyata, perusahaan itu gagal lagi. Sukses baru menyambangi Henry Ford saat membuat perusahaan sendiri -- dengan rekanan bernama Alexander Malcomson. Perusahaan itu tak lain adalah Ford Motor Company, yang masih bertahan sampai hari ini. Di sini tampak satu lagi semangat yang kini identik dengan Silicon Valley dan para perusahaan rintisan digital: berani gagal!Paragraf berikut ini terpampang dalam situs TheHenryFord.org: Henry Ford bukan penemu mobil. Ia juga bukan penemu jalur perakitan. Tapi lebih dari individu manapun, ia bertanggungjawab mengubah mobil dari penemuan yang belum diketahui peruntukannya menjadi inovasi yang secara mendasar telah mengubah abad 20 dan terus berpengaruh pada kehidupan kita sekarang. Biografi semacam itu yang agaknya diharapkan bisa tercantum dalam biografi para pendiri perusahaan rintisan digital di lembah silikon. Berani Berubah di Silicon ValleyFord pertama kali membangun kantornya di Silicon Valley pada 2012, bersamaan dengan pencanangan Blueprint for Mobility dari perusahaan itu. Dalam pernyataan resminya Ford menyebutkan: di tengah berbagai perubahan (disruption) ini, masa depan perusahaan mobil mungkin tidak jelas, namun masa depan perusahaan mobility sangat cerah. Semangat itu yang dibawa oleh Ford di Silicon Valley. Di pusat riset itu, para ilmuwan Ford berani memikirkan hal-hal yang cukup -- untuk meminjam istilah sehari-hari di wilayah itu -- revolusioner. Sebagai contoh, Ford sedang mengeksplorasi penggunaan 3D Printing untuk membuat suku cadang mereka. Selama ini 3D Printing hanya dianggap layak untuk membuat prototipe atau konsep saja, namun di lab itu Ford sedang menggali kemungkinan penerapannya untuk suku cadang mobil sungguhan. Hal lain, Ford juga mengeksplorasi bagaimana pengguna di masa depan tidak harus selalu menggunakan mobilnya. Ini mengikuti skenario umum para komuter di kota besar, termasuk di Jabodetabek, yang menerapkan gaya "park and ride". "Park and ride" merujuk pada penggunaan transportasi massal untuk mencapai tujuan sehari-hari (kantor, misalnya) dan memarkir kendaraan di lokasi dekat stasiun atau terminal. Mendukung konsep itu, Ford menciptakan sepeda listrik dengan nama MoDe. MoDe mulai dikenalkan Ford di ajang Mobile World Congress 2015 lalu, dan salah satu tipenya kembali diperkenalkan di ajang Further with Ford. MoDe adalah sepeda listrik yang bisa dilipat dan disimpan di bagasi. Pengguna yang melakukan "park and ride" bisa memarkir kendaraan dekat stasiun, lalu mengangkat MoDe ke atas kereta dan menggunakannya untuk menuju kantor. Satu lagi yang sedang dikembangkan Ford adalah: mobil yang bisa mengemudikan dirinya sendiri alias kendaraan otonomus. Dalam hal ini Ford bakal bersaing dengan "raja gunung" Silicon Valley itu sendiri: Google.Soal mobil yang bisa berjalan sendiri itu, nantikan dalam tulisan selanjutnya. Tulisan ini merupakan bagian dari Catatan Perjalanan: Jejak Inovasi, dari Detroit ke Silicon Valley. Seri ini terinspirasi dari perjalanan ke Palo Alto, California dalam rangka Further with Ford 2015 yang dilakukan Wicak Hidayat, 22-26 Juni 2015.

Editor : Reza Wahyudi

Baca Lainnya

Latest