Nextren.com - Kasus pembobolan ATM oleh 12 oknum anggota Satpol PP tengah menjadi perhatian publik.
Pasalnya, 12 anggota Satpol PP yang nasabah Bank DKI tersebut diduga mengambil uang di ATM salah satu bank swasta dan saldonya tak berkurang.
Mereka pun berulang kali mengambil uang tersebut dari periode Mei hingga Agustus 2019 dengan total dana yang disedot mencapai Rp 31 miliar.
Ahli digital forensik Ruby Alamsyah menjelaskan, kasus yang melibatkan Bank DKI tersebut sangat mungkin terjadi.
Baca Juga: Fitur Lock Button di Aplikasi AxisNet Bisa Mencegah Kebobolan Pulsa
Dia menjelaskan, dalam sebuah transaksi melalui mesin ATM antar bank, terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu bank rekening nasabah, perusahaan switching dan bank pemilik ATM.
"Itu sangat dimungkinkan (pembobolan dana ATM), di mana semua proses adalah proses sinkronisasi. Harusnya di antara ketiga sistem terjadi integrasi," jelas Ruby ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (20/11/2019).
Namun demikian, dalam kasus Bank DKI ini masih belum jelas putusnya sistem sinkronisasi.
Pihak Bank DKI pun sebelumnya telah menampik kesalahan terjadi di sistem mereka.
Baca Juga: GoJek Jawa Timur Kebobolan Order Fiktif dan Warung Palsu, Ternyata Begini Modusnya
Sedangkan hingga saat ini, belum diketahui pihak bank dan switching yang terlibat dalam kasus pembobolan tersebut.
Pasalnya, PT Artajasa Pembayaran Elektronis ( ATM Bersama), yang menurut Bank DKI merupakan operator ATM yang digunakan oleh oknum membantah kasus pembobolan rekening yang dilakukan anggota Satpol PP terjadi di jaringan ATM mereka.