Lantaran sering naik ojek, Nadiem yang lulus dari jurusan bisnis, Universitas Harvard, AS, ini pun menjadi akrab dengan pengendara ojek langganannya.
Dari obrolan-obrolan sepanjang perjalanan, dia mengetahui seluk-beluk perjuangan tukang ojek.
"Dia kerja 14 jam, dari jam 8 pagi sampai 10 malam tidak ketemu anak istri. Itu pun cuma dapat penumpang 4 kali dalam sehari," ujarnya.
Merasa prihatin dengan nasib para tukang ojek, dia kemudian berusaha melakukan sesuatu.
Kemudian berdirilah PT GoJek Indonesia.
Baca Juga: Black Shark 2 Pro Resmi Rilis di Indonesia, Catat Tanggalnya
Perusahaan yang didirikan Nadiem bersama rekannya Michaelangelo Moran ini memiliki produk berupa layanan "ojek panggilan" GoJek.
Dengan menjadi perantara yang menghubungkan para pengendara ojek dan pelanggan, Nadiem berharap GoJek bisa membantu kedua belah pihak yang terlibat dalam jasa transportasi ojek tersebut.
Hal ini dilandasi pula oleh pengamatannya bahwa dalam bisnis ojek terdapat semacam "inefisiensi pasar". "Sering kali saat tidak dibutuhkan ada banyak (ojek) yang nongkrong, ketika butuh malah tidak ada," katanya.
Baca Juga: Ini Alasan Ilmiah Kenapa Kita Kecanduan Menjelajah Internet Tanpa Tujuan
Dari call center jadi pakai aplikasi
Usaha GoJek sebenarnya telah dirintis sejak 2011, tetapi baru pada awal 2015 perusahaan Nadiem dkk itu meluncurkan aplikasi mobile pemesanan ojek untuk smartphone Android dan iPhone.