Nextren.com - Suka atau tidak suka, saat ini berita palsu sudah beredar di sekitar kita. Bahkan data yang didapat dari Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia menyatakan bahwa sekitar 800 ribu konten terkait berita palsu tersebar di Indonesia setiap tahun.Sirkulasi berita palsu yang menyebar semakin cepat terjadi di masyarakat Indonesia, berkat maraknya media sosial. Berdasarkan data dari NextWeb, Indonesia menempati peringkat ke-3 di seluruh dunia dengan pengguna Facebook terbanyak (120 juta), dan peringkat ke-4 secara global dengan pengguna Instagram terbanyak (56 juta). Baca Juga : Ratusan Akun Saracen Penyebar Hoaks di Indonesia Dihapus FacebookMelalui data ini, jangan heran bila media sosial berubah menjadi media baru di Indonesia.Bahkan bertambah rumit dengan adanya konsep "netizen" yang jarang mengklarifikasi konten yang mereka baca di media sosial.Berdasarkan survei terbaru yang dilakukan oleh DailySocial, dari 2.032 responden yang disurvei, 44,19% tidak dapat mendeteksi konten yang merupakan berita palsu yang beredar di berbagai platform media sosial. Baca Juga : Kominfo Pantau Konten Negatif dan Hoaks 24 Jam Tanpa Henti
Terutama menjelang Pemilihan Umum, pada bulan April 2019, ada banyak berita palsu yang beredar untuk menjatuhkan lawan politik masing-masing kandidat.Pentingnya Manusia dan Teknologi dalam Mendeteksi Berita PalsuUntuk alasan ini, pemerintah dari Kementerian Komunikasi & Informasi Republik Indonesia telah secara aktif memblokir peredaran berita palsu.Caranya adalah berkolaborasi dengan platform digital, seperti Google, Facebook, Twitter, atau Youtube untuk menghentikan iklan dari portal yang menyebarkan pencemaran nama baik.Baca Juga : Kominfo Hadirkan Lambe Hoaks Untuk Tangkis Hoaks yang Semakin BanyakMemiliki visi yang sama dengan pemerintah, banyak media di Indonesia dan agregator konten setuju untuk mencegah dan menghapus berita palsu yang beredar melalui platform mereka, untuk menyambut Pemilu secara damai dan Pemilihan Presiden.Sebagai salah satu platform agregator berita di Indonesia, BaBe memiliki caranya sendiri untuk mencegah berita palsu yang masuk ke platform mereka. “Melalui sistem moderasi yang menggabungkan algoritma dengan tim evaluasi konten kami, BaBe dapat mencegat dan menghapus konten yang tidak terverifikasi pada platform BaBe. Contohnya, seperti tips kesehatan yang menyesatkan atau berita lama yang diunggah kembali,” kata Indira Melik, Content Operations Manager, BaBe dalam keterangannya kepada Nextren.Baca Juga : Cara Facebook Lawan Hoaks dan Ujaran Kebencian Jelang Pilpres 2019
Teknologi BaBe juga telah dilatih untuk menemukan kata-kata "sensasional" seperti judul berita clickbait, yang bisa memperingatkan tim moderasi konten lokal BaBe untuk meninjau lebih lanjut.Menurut Indira, berita secara umum yang masuk di BaBe akan ditandai oleh teknologi dengan mendeteksi kata-kata terkait, lalu ditinjau kembali oleh tim BaBe untuk mengevaluasi berita tersebut.
Baca Juga : Kominfo Terima 733 Aduan Konten Hoaks Disebar Via WhatsApp Pada Tahun 2018Berita Terverifikasi Selain itu, BaBe mengklaim terus mendorong pengguna untuk berbagi umpan balik, dengan membantu menandai setiap konten yang yang potensial untuk ditinjau lebih lanjut.Memerangi berita palsu adalah tanggung jawab bersama. Jadi, ketika teknologi, aplikasi berita, penerbit, dan pemerintah telah berupaya mencegah penyebaran berita palsu, inilah saatnya bagi kita untuk mengambil bagian dalam kegiatan ini. Setuju?