Peristiwa-peristiwa besar yang terjadi sepanjang 2015 sedikit banyak memupuk solidaritas masyarakat dunia. Hal ini tak lepas dari peran media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, dll) dalam mengakomodir komunikasi global.
Sehingga, kejadian di satu tempat tak hanya menjadi isu lokal, melainkan isu global. Misalnya pada aksi terorisme di Paris beberapa saat lalu.
Seluruh dunia memperbincangkan, mendoakan, serta melakukan aksi sosial untuk para korban. Lebih lengkapnya, Facebook telah merangkum kejadian-kejadian penting selama 2015 dalam sebuah video berjudul Year in Review 2015. Ada berita duka, berita bahagia, bahkan guyonan yang jadi viral di dunia maya.
Januari 2015, pro dan kontra membanjiri legalisasi pernikahan sesama jenis di Vietnam. Pada bulan yang sama, di Paris, kantor media kontroversial Charlie Hebdo diserang oleh segerombol orang yang diduga tak senang dengan pemberitaan media tersebut. Akibatnya sepuluh jurnalis dan dua polisi meninggal dunia.
Sebulan setelahnya, Februari 2015, baju dua warna -tergantung perspektif- menjadi viral. Mulai dari selebriti media sosial, artis papan atas, politikus, hingga pejabat, turut mengomentari baju yang kadang-kadang berwarna biru-hitam dan di lain waktu berwarna putih-emas tersebut.
Berita duka kemudian kembali menyusul pada Maret 2015. Pesawat Germanwings dari Barcelona jatuh di kawasan Alpen, Perancis dan merenggut lebih dari 100 korban jiwa.
Pada bulan yang sama, dunia juga kehilangan satu pemimpin, yakni Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew pada usia 91 tahun. Pria tersebut menjadi legenda atas sejarah transformasi Singapura dari negara kecil ke negara sehebat sekarang.
April 2015, gempa bumi berkekuatan 7,8 skala Richter mengguncang Nepal. Gempa tersebut menjadi yang terbesar di Nepal sejak gempa bumi Nepal-Bihar tahun 1934. Setidaknya 8900 jiwa terenggut.
Juni 2015, mengikuti Vietnam, AS melegalkan pernikahan sesama jenis. Presiden AS Barrack Obama mengutarakan kesenangannya atas kebijakan tersebut lewat Twitter dan diserbu ratusan ribu RT dari netizen.
September 2015, isu rasisme bergulir di AS. Bocah 14 tahun bernama Ahmed sempat masuk penjara karena memperkenalkan jam digital buatannya kepada guru di sekolah.
Bukannya dipuji, ia justru dituduh merakit bom. Setelah diperiksa, Ahmed terbukti tak bersalah dan dibebaskan.
Hal ini jadi viral dan berujung pada keberuntungan beruntun bagi Ahmed. Ia mendapat beasiswa, bertemu Obama, diberi hadiah bejibun oleh para petinggi TI, dan disemangati netizen dunia.