Laporan wartawan Nextren, Wahyu Subyanto.Nextren.com - Melonjaknya kebutuhan data pengguna internet di Indonesia, membuat operator seluler mulai kewalahan melayani meski jaringan 4G sudah makin merata.Batasannya adalah dari teknologi 4G sendiri yang cukup terbatas kapasitasnya dalam menangani lonjakan pengguna data, terutama di suatu area yang padat.Bahkan kini semua operator juga sudah menerapkan versi lebih lanjut dari jaringan 4G, yaitu generasi 4.5G dengan nama 4G Plus atau 4G Advance.Maka teknologi 5G sudah mulai dilirik oleh para operator seluler untuk segera diterapkan, dan mereka sudah mulai mengantisipasinya dalam pembangunan BTS selama ini.
Baca Juga : Siap-Siap, Internet 5G Bakal Hadir Lebih CepatIndosat Ooredoo menjadi operator ketiga yang sudah menguji coba teknologi 5G ini, setelah XL Axiata dan Telkomsel.Seperti diharapkan sesuai teori, kecepatan yang diperoleh dalam ujicoba 5G di kantor pusat Indosat (22/11/2018), memang sangat tinggi, totalnya mencapai 23 Gbps dengan latensi yang sangat rendah (kurang dari 1 milidetik).Kecepatan tinggi dan latensi rendah ini tentu membuka peluang penerapan internet 5G ini untuk berbagai kebutuhan modern, seperti pengendalian robot jarahk jauh, pemantauan drone, operasi jarak jauh, virtual reality hingga mobil tanpa sopir.
Baca Juga : Bocoran Canggihnya Qualcomm Snapdragon 855, Sarat AI dan Dukung 5G
Namun operator yang sebagian sahamnya masih dimiliki pemerintah ini, mencatat sejumlah hal yang bisa menghambat penerapan teknologi 5G.1. Aturan masih lama keluarSaat ini, pemerintah lewat Kominfo sedang menyusun aturan penerapan 5G di Indonesia.Denny Setiawan, Direktur Penataaan Sumberdaya Kementrian Komunikasi dan Informatika, memaparkan roadmap penerapan 5G di Indonesia dalam acara diskusi panel Road to 5G Technology di Indosat (22/11/2018).Menurut Denny, tahun 2019 ini adalah tahap Penyusunan dan sosialisasi draft kebijakan 5G.Tahun 2020 - 2021, adalah tahap finalisasi kebijakan dan regulasi untuk 5G (spektrum, model bisnis, BHP, dll).
Baca Juga : Indosat Terapkan Jaringan 4.5G dan Siapkan 5G, Bagaimana Pelanggan 2G?
Lalu dilakukan ujicoba 5G dengan smartphone 5G komersial yang sudah ada di pasar.Sebelum diluncurkan, dilakukan konsultasi publik lebih dahulu.Baru pada tahun 2022, dilakukan Lelang frekuensi 5G dan dilanjutkan Launching layanan broadband berbasis 5G (Mobile dan Fixed Broadband).Jadi menurut tahapan yang dibuat Kominfo, jadi jika tak ada halangan, maka teknologi 5G di Indonesia baru bisa dinikmati pada tahun 2022 nanti.
Baca Juga : Internet Makin Padat, Jaringan 5G Akan Dipakai 1,5 Miliar Pengguna Tahun 2024
Melihat tahapan itu, operator meminta pemerintah agar regulasi 5G ini jangan terlalu lama. Paling tidak, tahun 2019 diharapkan sudah keluar aturannya. Jika seperti rencana pemerintah tersebut, regulasi baru akan dikeluarkan pada 2021, akan terlalu mepet waktunya bagi operator untuk bersiap menggelar jaringan 5G ini.Joko Riswadi, Division Head RAN/Access NSAS Indosat Ooredoo mengatakan saat acara Update Perluasan Jaringan 4G Plus di kantor pusat Indosat Ooredoo (11/12/2018), bahwa regulasi 5G dari pemerintah ini harus secepatnya. Baca Juga : 10 Kali Lipat 5G, Tiongkok Uji Teknologi 6G Berkecepatan 1TB Per Detik
"Kalau pemerintah baru menggelar regulasinya pada 2021, setidaknya kami butuh waktu satu tahun, artinya baru bisa menggelar 5G di tahun 2022. Terlalu lama,” kata Joko Riswandi.
Dian Siswarini, CEO XL Axiata juga mengatakan hak senada agar regulasi 5G ini secepatnya dikeluarkan oleh pemerintah secepatnya."Alasannya sama, kalau regulasi baru siap 2021 maka waktunya terlalu mepet bari operator untuk membangun jaringan 5G.
Baca Juga : HTC Bekerja Sama dengan Sprint untuk Peluncuran Perangkat 5G
2. Frekuensi 5G belum pastiSaat ini belum ada kepastian jaringan 5G akan memakai frekuensi berapa. Bahkan saat ditanya kecenderungan yang ada saat ini, belum nampak pemerintah akan memakai frekuensi berapa untuk 5G.Saat ini, ada tiga frekuensi untuk sedang dipelajari untuk digunakan 5G, yaitu spektrum 3,5GHz, 26GHz atau 28GHz.Berbagai ujicoba yang dilakukan operator beberapa waktu lalu, berlangsung di frekuensi 28 Ghz yang memang kosong.
Baca Juga : Penyedia Wifi Harus Beralih ke Teknologi 5G Biar Nggak Kalah CepatNamun frekuensi 26Ghz dan 28Ghz ini sangat tinggi, sehingga jangkauannya sangat pendek.Hal ini memunculkan masalah berikutnya, yaitu menara BTS harus sangat rapat sehingga akan jadi persoalan saat diterapkan, karena pasti akan begitu banyak menara dan gedung yang dipakai untuk menaruh BTS 5G.Sementara frekuensi 3,5Ghz sebenarnya cukup ideal dipakai untuk 5G, namun saat ini masih penuh dipakai oleh satelit.Sehingga jika akan digunakan untuk 5G, maka harus dicarikan frekuensi lain yang bisa dipakai.Berdasar pengalaman, proses pembersihan dan pemindahan frekuensi yang sudah lama dipakai seperti itu, akan berlangsung lama dan sulit.
Baca Juga : Snapdragon 8150 Siap Rilis 4 Desember, Dukung 5G?
3. Sistem menara bersamaJika frekuensi yang dipakai cenderung di 28Ghz, maka wajib dilakukan kerjasama menara bersama untuk pemasangan BTS semua operator.Hal itu karena padatnya BTS yang harus dipakai untuk 5G nantinya, jika berada di frekuensi 28Ghz.4. Sistem kabel fiber opticJaringan 5G berkcepatan sangat tinggi, mencapai 20 Gbps jika dipakai sendirian.Bandingkan dengan jaringan 4G saat ini yang hanya mencapai sekitar 150Mbps jika dalam keadaan kosong dan dipakai sendirian.
Baca Juga : Ini Tahapan Penerapan 5G di Indonesia Menurut Kominfo, Sudah Dekatkah?
Maka koneksi antar menara BTS tak cukup lagi memakai radio microwave seperti saat ini, sehingga wajib lewat kabel fiber optic.Karena bakal padatnya penggelaran kabel fiber optic ini, maka perlu ada kesepakatan antara operator, Pemda dan Pemerintah pusat, tentang sistem perkabelan (ducting) agar bisa dipakai bersama dan tidak mengganggu ketertiban jalan.Jika melihat fakta di lapangan saat ini, saat di sebuah jalan baru selesai digali PLN, kemudian ada penggalian pipa PDAM, nantinya ditambah jalur fiber optic, maka terbayang kesulitan yang bakal dialami.
Baca Juga : Ini Smartphone yang Diperkirakan Akan Support Jaringan 5G Pada 2019
5. Era perang tarifHal ini juga disorot oleh Denny Setiawan dari Kominfo, sebagai pihak pembuat aturan, jangan sampai penerapan teknologi 5G di Indonesia malah memicu perang tarif yang merugikan semua pihak.Artinya, operator rugi karena perang tarif data, konsumen rugi karena kualitas layanan menurun, dan pemerintah rugi karena ekosistem digital tak berkembang sesuai harapan.Jangan sampai nantinya malah OTT seperi Facebook, Instagram atau WhatsApp yang malah mengambil keuntungan terbesar, setelah tersedia jaringan 5G yang cepat.Maka perlu kejelian saat membuat aturan 5G ini agar industri dan ekosistem digital benar-benar bermanfaat untuk membangkitkan perekonomian nasional. (*)