Saat ini, Hastu juga sedang mengikuti beasiswa Android Academy dan Dicoding, mitra training Google untuk kelas MADE (Menjadi Pengembang Android). Setahun belajar coding pun bukan tanpa halangan bagi Hastu. "Kekurangannya sebenarnya banyak. Misalnya aku enggak paham maksudnya apa, jadi harus banyak tanya ke orang yang bisa. Lalu, minimnya mentor yang berpengalaman mengajari difabel juga menjadi kendala, " aku Hastu.
Hastu mengaku terbantu dengan program DSC ini karena memberikannya ilmu dan peluang baru.
Baca Juga : Nasehat Edo Zhell, YouTuber Kocak dengan 2,4 Juta Subscriber Tentang YouTube Perketat IklanKetika ditanya proyek selanjutnya, Hastu mengatakan masih terus akan mengembangkan fitur-fitur baru di Sukacare yang dibuatnya hampir setahun. Bersama Tesya, ia juga akan mengembangkan Sukacare untuk mereka yang memiliki disabilitas tuli dan bisu. Fitur untuk penyandang tunarungu nantinya diproyeksikan bisa digunakan untuk penyesuaian jadwal kuliah yang disertai fitur text to speech untuk menerjemahkan audio ke teks agar mereka bisa membaca materi via teks. Ada pula fitur notes yang mempermudah penyandang tunarungu dan tunawicara dalam berkomunikasi. (*)(Wahyunanda Kusuma Pertiwi)Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Hastu Wijayasri, Sosok Programer Perempuan Difabel Indonesia"