Pengamat: Perusahaan Telko Perlu Berpikir Matang, Mau 5G Dulu atau FMC

Jumat, 24 Februari 2023 | 20:00
Tribunnews

Pengamat jelaskan pentingnya perusahaan telko untuk berpikir matang untuk mengembangkan 5G atau FMC

Laporan Wartawan Nextren, Zihan Fajrin.

Nextren.com -Kemarin (23/2) IndoTelko hadirkan talkshow bertema "Entering Telecommunication Convergence Era, How to Respond?" yang dihadiri oleh pengamat dan beberapa orang penting.

Dihadiri oleh Guntur Siboro, Praktisi Digital, Piter Abdullah, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Heru Sutadi, Direktur Eksekutif ICT Institute, dan Niko Margonis, Analisis BRI Danareksa.

Guntur sempat menyebutkan perusahaan telekomunikasi perlu berpikir matang dalam memilih rencana masa depan.

Baca Juga: Kebutuhan Makin Besar, Konvergensi Layanan Telekomunikasi Tidak Dapat Ditolak

Melihat beberapa perusahaan telekomunikasi seperti Telkomsel yang memiliki layanan IndiHome, lalu Indosat dengan HiFi, XL Axiata dengan FirstMedia, dan Smartfren dengan MyRepublic menimbulkan pertanyaan.

Fixed-Mobile Convergence (FMC) yang telah mereka lakukan apakah akan terus berjalan atau memilih mengembangkan 5G, 6G atau 7G, dan lalu melakukan service bundling?

Heru yang merupakan Anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI menjelaskan pada dasarnya tren telekomunikasi adalah transformasi yang arahnya efisiensi, sehingga operator fokus berikan layanan yang semakin baik ke masyarakat.

Saat ini, penetrasi layanan mobile mulai turun sementara pasar fixed boradband masih berpeluang tumbuh.

Baca Juga: Persiapan IOH di Libur Tahun Baru 2023, Perkuat Jaringan Demi Konsumen

Pasar rumah tangga Indonesia sekitar 45 juta sementara layanan fixed braodband baru menjangkau 10 juta subscriber sehingga masih bisa bertumbuh hingga 20 juta subscriber dalam beberapa waktu mendatang.

Yang menjadi masalah ialah perusahaan telko tak hanya melakukan FMC tetapi juga mengembangkan 5G yang dimana bisa membengkakkan biaya.

"Pasar global FMC diperkirakan naik cukup besar pada 2023-2028 terutama di Eropa, Asia Pasifik dan Amerika Utara. Banyak negara sekadar satukan fixed dan mobile hanya karena faktor kompetisi, selain itu di banyak negara lain yag pemain telkonya enggak begitu, banyak mereka bermain di sisi diskon (harga)," ujar Heru.

Maka dari itu Guntur mempertanyakan kepada perusahaan telko agar langkah yang diambil menjadi lebih matang.

"you (perusahaan telko) mau FMC beneran atau pergi aja ke 5G, 6G, 7G, kemudian lakukan service bundling? Gak perlu akuisisi perusahaan, service bundling aja dengan cable broadband operator itu pertanyaannya,"

"Kalau idealnya tadi menurut AI, ya FMC, tapi dari sisi bisnis butuhkah pelanggan? atau rutenya, rute baru seperti Jio," ungkap Guntur.

Baca Juga: Telkomsel Luncurkan Orbit MiFi, Modem Portabel dengan Paket Data Murah

Jio sendiri merupakan perusahaan telekomunikasi dari India, yang menjadi contoh oleh Guntur, karena dikatakan paling mengerti.

Jio itu menurutnya merusak semua tantangan, tapi karena perusahaan tersebut tidak memiliki legacy cost maka bisa rusak.

Harga layanan yang ditawarkan oleh Jio termasuk murah, 56GB untuk layanan internet seluler bisa didapatkan dengan harga hanya 50 ribu Rupiah.

Bahkan waktu launch mereka menghadirkan kuota internet gratis 1GB dan membuat masyarakat India langsung berlangganan.

Baca Juga: Pertumbuhan XL Axiata 2022: Trafik Naik 22 Persen, Laba Bersih Rp 1,1 Triliun

Untuk layanan cable broadband-Nya dengan 30mbps, pengguna hanya membayar 100 ribu Rupiah, layanan on-demand TV gratis.

"Jadi model dalam tanda kutip integrasi bisnis Jio, jaringannya tidak diintegrasikan, jadi sendiri-sendiri, tapi jika sewaktu-waktu diperlukan maka ia akan integrasikan, karena basisnya IP," jelas Guntur.

Namun meski baik, Guntur menganggap bahwa hal ini tidak bisa dilakukan di Indonesia karena adanya legacy cost yang besar sekali.

Bahkan untuk operator baru pun dikatakan tidak bisa, jadi integrasi menurutnya bukan masalah teknis tapi masalah bisnis.

"Integrasi ini bukan masalah teknis, masalah bisnis sebenarnya," katanya.

Adapun meski Guntur merasa perusahaan telko harus berpikir lagi, namun menurut Niko, FMC dan 5G harus berjalan bersamaan.

Baca Juga: Samsung Rilis Exynos 1380 untuk HP 5G Mid range, Hadir di Galaxy A54?

Layanan 5G mungkin akan lebih luas ada 2024, namun dengan penggabungan layanan ini operator bisa pasarkan layanan internet, OTT, IoT untuk rumah.

"FMC basisnya, supaya operator bisa jualan, offering (layanan) harus komprehensif," lanjut Niko.

Editor : Wahyu Subyanto

Baca Lainnya