Serbia Peringatkan Semua Orang Eropa Bisa Membeku Jika Rusia Matikan Pasokan Gas

Senin, 19 September 2022 | 21:43
Dado Ruvic/Reuters

Ilustrasi logo perusahaan Rusia Gazprom dan pipa gas ke China

Nextren.com - Saat ini pasokan gas dari Rusia ke Eropa menurun drastis, yang dipicu oleh sanksi Eropa terhadap Rusia.

Terkait hal itu, Presiden Serbia Aleksandar Vucic memperingatkan pada hari Jumat, bahwa Moskow mungkin segera memutuskan untuk menutup pasokan gas sepenuhnya, jika Uni Eropa melanjutkan rencananya untuk memberlakukan batas harga.

“Jika UE membuat keputusan seperti itu, maka Rusia dapat memutuskan untuk mematikan gas ke Eropa sepenuhnya. Maka kemudian tidak akan ada satupun gas dan semua orang akan membeku,” kata Vucic, dilansir Russian Today (16/9).

Vucic juga menambahkan bahwa harga listrik karena kasus itu juga akan meroket dari harga hari ini €400 per megawatt-jam.

Baca Juga: Jalur Pipa Rusia ke China Segera Gantikan Jalur Gas Nord Stream 2 ke Eropa yang Terhenti

Komentar pemimpin Serbia itu muncul dalam sebuah wawancara TV setelah pertemuannya dengan Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban.

Di antara topik yang mereka diskusikan, kata Vucic, adalah musim gugur dan musim dingin yang akan datang, yang menurut Orban akan menjadi “kelangsungan hidup yang menentukan dalam hal ekonomi.”

Pada konferensi pers bersama mereka di Beograd, Orban menunjuk pada embargo UE terhadap Rusia.

Orban mengatakan bahwa embargo Eropa itu sama saja seperti “orang minim energi yang menjatuhkan sanksi terhadap raksasa energi.”

Menguraikan pernyataan PM Hungaria, Vucic mengatakan kepada TV Pink bahwa krisis energi artinya adalah kesulitan bagi rumah tangga.

Tetapi masalah utamanya adalah perusahaan dan ekonomi negara mana yang akan bertahan di musim dingin.

Sebagai negara kaya, Jerman mampu “membuang uang” untuk masalah ini, kata Vucic, bersama dengan Prancis dan mungkin Spanyol.

Tetapi bukan termasuk anggota UE yang lebih kecil, atau Serbia.

Musim Dingin Mengancam

Sebelumnya Menteri Energi Belgia Tinne Van der Straeten memberi peringatan kepada seluruh Eropa bahwa mereka akan menghadapi musim dingin yang berat di tengah krisis gas alam yang terjadi setelah invasi Rusia.

Tinne mengatakan, harga gas alam di Eropa perlu segera ditetapkan. Ia juga menyebutkan, hubungan antara harga gas dan tarif listrik perlu direformasi.

Menjelang akhir tahun, Tinne khawatir Eropa akan menghadapi musim dingin yang sangat berat. Kondisi ini bahkan diprediksi bisa bertahan hingga bertahun-tahun kemudian.

"Lima sampai sepuluh musim dingin berikutnya akan mengerikan jika kita tidak melakukan apa-apa. Kita harus bertindak di sumbernya, di tingkat Eropa, dan bekerja untuk membekukan harga gas," ungkap Tinne, seperti dikutip BBC.

Baca Juga: Perang Rusia Ukraina Meluas Tak Hanya Adu Senjata, Tapi Juga Perang Energi

Di Eropa, tarif listrik melonjak dan mencapai rekor tertingginya minggu lalu.

Hal ini tidak lepas dari tingginya harga gas alam yang menjadi sumber utama pembangkit listrik di Eropa. Tarif listrik di Jerman untuk kontrak selama satu tahun ke depan mencapai 995 Euro per MWh.

Sementara di Prancis, harganya naik menjadi 1.130 Euro per MWh. Harga tersebut mengalami peningkatan lebih dari sepuluh kali lipat di kedua negara dari tahun lalu.

Kanselir Austria Karl Nehammer mengajak semua pihak di Eropa untuk segera mengakhiri gejolak di pasar energi saat ini. Nehammer meminta Uni Eropa segera memisahkan harga listrik dan gas.

"Tarif listrik harus turun. Kita tidak bisa membiarkan (Presiden Rusia Vladimir) Putin menentukan tarif listrik Eropa setiap hari," ungkapnya.

Menjelang Musim Dingin Jerman, importir gas Rusia terbesar pada tahun 2020, sedang berusaha meningkatkan cadangan gasnya sebelum musim dingin di tengah berhentinya pasokan dari negeri beruang merah.

Jerman berencana mengisi kapasitas gasnya hingga 85 persen pada Oktober. Pemerintahnya pun telah menerapkan langkah-langkah penghematan energi untuk mencapai tujuan tersebut.

"Bersama dengan membeli gas dari pemasok alternatif, langkah-langkah tersebut memungkinkan Jerman untuk memenuhi tujuannya lebih cepat dari yang diantisipasi.

Target kemungkinan bisa tercapai pada awal September," kata Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck.

Negara-negara Uni Eropa berjuang menghadapi kenaikan harga energi yang drastis sejak mayoritas memberikan sanksi dagang kepada Rusia yang menginvasi Ukraina.

Awal pekan ini, PM Prancis Elisabeth Borne memperingatkan bahwa harga listrik di pasar spot bisa naik sepuluh kali lipat dari tahun lalu.

Sementara harga gas untuk 2023 telah meningkat lima kali lipat sejak 2021.

Brussels telah melarang semua impor minyak Rusia dan memotong jumlah gas alam, meskipun beberapa anggota Uni Eropa, seperti Hongaria, mendapatkan pengecualian.

Alasannya adalah perlunya mendukung pemerintah Ukraina dalam konflik yang sedang berlangsung dan untuk "diversifikasi" sumber energinya, selain atas desakan Washington.

Baca Juga: Setelah Jerman Menderita, Kini Putin Dituduh Menghukum Prancis Lewat Gas

Namun sayangnya, AS tidak dapat turun tangan melakukan pengiriman gas alam cairnya – bahkan dengan harga yang jauh lebih tinggi – untuk menutupi perbedaan kebutuhan gas tersebut.

Tidak ada alternatif yang tepat untuk pasokan gas pipa Rusia untuk Eropa.

Tidak ada negara yang mampu menyediakan sumber daya yang sebanding dengan sumber daya dan ladang Siberia dan Semenanjung Yamal.

"Tidak ada yang bisa meningkatkan pasokan gas menggunakan sistem pipa dengan persyaratan seperti ditawarkan oleh Gazprom, ”kata wakil ketua perusahaan Oleg Aksyutin, Kamis (15/9).

Tahun lalu, 40% pasokan gas alam Uni Eropa berasal dari Rusia. Setelah menerima sanksi, impor gas alam Rusia ke Uni Eropa menjadi terbatas.

Satu Syarat Putin

Presiden Rusia Vladimir Putin hanya mengajukan satu syarat bagi Uni Eropa yang sedang terancam membeku menjelang musim dingin.

Syarat tersebut adalah kesediaan negara-negara di Ui Eropa untuk mencabut sanksi dari pipa gas Nord Stream 2 Rusia.

Pemimpin Rusia ini bersikeras bahwa penyebab krisis energi di Eropa bukan karena Rusia, namun sanksi Uni Eropa yang menyulitkan Rusia menjualnya ke negeri benua biru tersebut.

"Pada akhirnya, jika terlalu sulit, jika semuanya menjadi begitu sulit, pergi dan cabut sanksi dari Nord Stream 2."

"Lima puluh lima miliar meter kubik per tahun — cukup tekan tombolnya, dan itu akan mengalir," kata Presiden Vladimir Putin pada konferensi pers setelah KTT SCO.

Editor : Wahyu Subyanto

Baca Lainnya