Nextren.com - Indonesia menganut paham non blok alias tidak memihak. Karena itu dalam perang Rusia - Ukraina, Indonesia juga menahan diri.
Sementara Rusia sudah lama menjalin aliansi dengan Rusia, yang bermusuhan dengan negara-negara Barat terutama Amerika Serikat.
Namun untuk kerjasama latihan perang, Indonesia sudah lama bekerjasama dengan Amerika Serikat.
Bahkan sudah beberapa kali melakukan latihan bersama yang disebut dengan "Garuda Shield", khususnya untuk menjaga perdamaian di kawasan Indo-Pasifik.
Sama halnya dengan Militer India tengah fokus di kawasan Indo-Pasifik.
Kini, Militer Indonesia dan Amerika Serikat memperluas latihan bilateral tahunan mereka ke 14 negara peserta.
Baca Juga: Putin Pusing Kepala! Bantuan Senjata AS untuk Ukraina Datang Setiap Hari
Di mana pasukan dari Inggris, Australia, Jepang, Malaysia, Singapura dan Kanada akan bergabung dalam latihan Garuda Shield 2022 pada 1-14 Agustus mendatang.
Edisi ke-16 dari latihan perang akan mencakup latihan tembakan langsung, operasi khusus dan komponen penerbangan di antara disiplin ilmu lainnya, lapor CNN, Sabtu (9/4/2022).
Perluasan latihan itu dilakukan pada saat ketegangan meningkat di kawasan Laut China Selatan ditambah dengan konflik Rusia dan Ukraina.
Para analis mengatakan langkah itu menandakan Indonesia telah bergerak lebih dekat ke AS daripada China dalam kerja sama Militer.
Garuda Shield tahun lalu melibatkan dua divisi Angkatan Darat AS yang berjumlah sekitar 1.000 tentara, serta rekan-rekan Indonesia mereka dalam apa yang dikatakan Angkatan Darat AS sebagai edisi terbesar dari latihan perang hingga saat ini.
“Latihan bersama Garuda Shield selama dua minggu terus memperkuat Kemitraan Pertahanan Utama AS – Indonesia dan memajukan kerja sama dalam mendukung kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka,” kata pernyataan Angkatan Darat AS sebelum latihan tahun lalu.
Indonesia tidak memberikan perkiraan berapa jumlah pasukan dari masing-masing 14 negara yang akan mengikuti Garuda Shield tahun ini.
Militer AS dan Kedutaan Besar AS di Jakarta tidak segera berkomentar mengenai latihan tersebut.
Indonesia terletak di tepi selatan Laut China Selatan, yang telah menjadi sarang aktivitas Militer selama beberapa tahun terakhir karena China telah melakukan Militerisasi pulau-pulau yang disengketakan di sana dan AS serta mitranya telah menentang klaim tersebut.
Maret lalu, tabloid Global Times yang dikelola pemerintah China menuduh Laksamana AS John Aquilino, kepala Komando Indo-Pasifik AS, mencoba meniru krisis Ukraina di Asia-Pasifik dengan mengumpulkan sekutu, mitra, dan negara-negara lain di kawasan itu untuk menghadapi Cina.
Baca Juga: Australia Kirim 20 Bushmaster ke Ukraina: Kendaraan Lapis Baja 13 Ton yang Gesit dan Tahan Ledakan
Komentar Global Times muncul setelah Aquilino membawa wartawan dalam penerbangan di atas Laut Cina Selatan untuk menyoroti Militerisasi Beijing atas pulau-pulau yang disengketakan.
Analis mengatakan Indonesia telah lama berusaha untuk tidak memihak dalam perselisihan AS-China di Laut China Selatan.
Tetapi mereka mencatat bahwa pada tahun lalu Beijing bukan hanya tegas dalam mendorong klaimnya di dekat Kepulauan Natuna di daerah di dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia tetapi juga di dalam "sembilan garis putus" China, di mana Beijing mengklaim kendali atas hampir semua wilayah Laut Cina Selatan.
Kolonel Frega Wenas Inkiriwang, Komandan Distrik Militer Jakarta Utara dan dosen di Universitas Pertahanan Indonesia, mengatakan perilaku China saat ini meningkatkan risiko konflik di kawasan karena negara-negara meningkatkan kehadiran Militer mereka, termasuk Indonesia, yang telah memperkuat pasukannya di sekitar Pulau Natuna.
Collin Koh, seorang peneliti di S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura mengatakan, Indonesia "mungkin menghindari diplomasi megafon dan berhadapan secara langsung dengan Cina atas masalah Laut Cina Selatan.
"Indonesia akan melakukan tindakan yang secara halus memberi sinyal ke Beijing - dan kembali ke rumah ke audiens domestik - keinginannya untuk melindungi kepentingan nasionalnya, " kata Koh.
Dia menyebut perluasan latihan perang Garuda Shield "sangat penting" karena "Indonesia selalu berhati-hati dalam memberi sinyal terkait sensitivitas seputar masalah Laut China Selatan" dan hubungannya dengan Amerika Serikat dan China.
“Jelas Indonesia ingin terlibat dalam penyeimbangan eksternal di Laut Cina Selatan, sambil menggunakan ini sebagai platform untuk memproyeksikan status dan pengaruhnya dalam hal diplomasi pertahanan multilateral,” kata Koh.
Frega mencatat bahwa Indonesia dan China pernah mengadakan latihan Militer bersama yang disebut "Sharp Knife", tetapi yang terakhir adalah pada tahun 2014.
Sekarang, katanya, dalam hal kerja sama Militer, Indonesia jelas lebih dekat dengan AS daripada China.
Baca Juga: Alami Kerugian Besar, Rusia Berharap Operasi di Ukraina Segera Selesai
Frega juga mengatakan Indonesia telah lama menjalin hubungan Militer yang erat dengan Jepang dan Australia, sehingga masuknya mereka dalam Garuda Shield 2022 seharusnya tidak mengejutkan.
Namun dia mengatakan, karena Jepang dan Australia seperti AS sangat kritis terhadap tindakan China di Laut China Selatan, berita tentang latihan Agustus dapat diharapkan "diterima dengan tidak nyaman" di Beijing.
Ultimatum Indonesia soal Natuna Utara
Dalam pemberitaan Tribun-Medan.com sebelumnya, China telah berani mengancam Indonesia untuk menghentikan pengeboran minyak di ZEE Indonesia di Perairan Natuna Utara, yang juga dianggapnya sebagai wilayahnya berdasarkan klaim sepihak dash nine.
China berani mengirimkan surat protes diplomatik ke Kementerian Luar Negeri Indonesia agar menghentikan kegiatan pengeboran minyak di Blok Tuna, Natuna Utara yang dilakukan Harbour Energy.
Tindakan China yang berani melayangkan surat protes diplomatik diungkap anggota DPR Komisi I yang membidangi hubungan luar negeri, Muhammad Farhan.
"Jawaban kami sangat tegas, bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami," kata Muhammad Farhan seperti dilansir malaymail yang mengutip reuters, 1 Desember 2021 lalu.
Namun seorang Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan: "Setiap komunikasi diplomatik antar negara bersifat pribadi dan isinya tidak dapat dibagikan."
Dia menolak berkomentar lebih lanjut. Sedangkan Kementerian Luar Negeri China, Kementerian Pertahanan dan Kedutaan Besar China di Indonesia tidak bersedia memberikan keterangan.
Tiga sumber lain yang dikutip Reuters membenarkan adanya surat protes China tersebut.
Dua dari sumber ini mengatakan China berulang kali menuntut agar Indonesia menghentikan pengeboran di ZEE Indonesia tersebut.
Baca Juga: Rusia Bersiap Serang Inggris Karena Hal Sensitif Ini, Bisa Picu Perang Dunia ke-3?
Sebelumnya, China juga keberatan setelah Indonesia mengganti nama perairan ZEE Indonesia di Laut China Selatan dengan nama Laut Natuna Utara.
China mengklaim perairan ZEE Indonesia di Natuna Utara itu merupakan teritorialnya berdasar klaim sepihak dash nine.
"(Surat itu) sedikit mengancam karena itu adalah upaya pertama diplomat China untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus (dash nine) mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut," kata Muhammad Farhan.
Muhammad Farhan memaklumi China adalah mitra dagang terbesar Indonesia dan sumber investasi terbesar kedua, sehingga pemerintah Indonesia tetap diam untuk menghindari konflik atau pertikaian diplomatik dengan China.
Muhammad Farhan juga mengungkapkan, dalam surat terpisah, China juga memprotes latihan Militer TNI Amerika Garuda Shield yang berlangsung Agustus lalu di Sumsel.
Latihan Militer Garuda Shield, melibatkan 4.500 tentara dari Amerika Serikat dan Indonesia, merupakan acara rutin sejak 2009. Namun baru kali ini China melakukan protes.
"Dalam surat resmi mereka, pemerintah China mengungkapkan keprihatinan mereka tentang stabilitas keamanan di Laut China Selatan," katanya.
Sejak 30 Juni 2021 lalu, China mengerahkan kapal penjaga pantai dan kapal peneliti ke lokasi sekitar pengeboran minyak di Blok Tuna di Laut Natuna Utara.
Selama empat bulan berikutnya, kapal-kapal China dan Indonesia saling membayangi di sekitar ladang minyak dan gas, sering kali datang dalam jarak 1 mil laut satu sama lain.
Data Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI) dan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), menunjukkan sebuah kapal penelitian China, Haiyang Dizhi 10, tiba di daerah tersebut pada akhir Agustus, hingga tujuh minggu berikutnya.
Kapal peneliti China ini bergerak lambat dalam pola grid Blok D-Alpha yang berdekatan, yang diperkirakan mempunyai cadangan minyak dan gas bernilai 500 miliar dolar AS.
“Berdasarkan pola pergerakan, sifat, dan kepemilikan kapal, sepertinya sedang melakukan survei ilmiah terhadap cadangan minyak D-Alpha,” kata Jeremia Humolong, peneliti di IOJI.
Pada 25 September, kapal induk Amerika USS Ronald Reagan datang dalam jarak 7 mil laut dari rig pengeboran Blok Tuna.
Empat kapal perang China juga dikerahkan ke daerah itu, menurut IOJI dan nelayan setempat.
Pekan lalu, Menko Polhukam Mahfud MD berkunjung ke Laut Natuna.
Mahfud MD mengatakan kunjungannya tidak ada hubungannya dengan surat protes China, tetapi menegaskan Indonesia "tidak akan pernah menyerahkan satu inci pun" wilayahnya.(*)
Artikel ini telah tayang di TribunPalu.com dengan judul Cemburu Lihat Kedekatan Indonesia dan AS, China Kebakaran Jenggot Ultimatum Soal Natuna Utara