Sekjen PBB: Kemungkinan Krisis Ukraina-Rusia Bisa Jadi Perang Nuklir

Rabu, 16 Maret 2022 | 10:57
Defence Blog

Drone nuklir Poseidon milik Rusia

Nextren.com - Saat Putin menyiagakan pasukan nuklirnya, dunia pun khawatir, hingga Sekjen PBB bersuara lantang.

Hingga memasuki hari ke-20, Selasa (15/3/2022), perkembangan perang Rusia dan Ukraina semakin mengkhawatirkan, karena tak ada tanda-tanda adanya gencatan senjata.

Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah buka suara soal kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi.

Termasuk perang nuklir yang akan melibatkan negara-negara besar.

Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, hari Senin (14/3) memperingatkan tentang kemungkinan krisis Ukraina-Rusia bisa meningkat menjadi perang nuklir.

Baca Juga: Ini Bahaya Senjata Nuklir Rusia 'Satan 2', Bisa Lenyapkan Satu Negara!

Dilansir Reuters, António Guterres mengatakan kepada wartawan bahwa meningkatkan tingkat kewaspadaan pasukan nuklir Rusia adalah perkembangan yang mengerikan.

“Prospek konflik nuklir, yang dulu tidak terpikirkan, sekarang kembali ke ranah kemungkinan.”

Guterres mendesak negosiasi dan rekonsiliasi, setelah meningatkan dampak yang dialami warga sipil Ukraina akibat invasi Rusia.

"Sudah waktunya untuk menghentikan kengerian yang terjadi pada rakyat Ukraina dan mengambil jalur diplomasi dan perdamaian," katanya. “Seruan untuk perdamaian harus didengar. Tragedi ini harus dihentikan.”

Upaya NATO yang terus memberikan perhatian pada Ukraina, membuat Rusia menyiagakan senjata nuklirnya.

Upaya NATO itu juga memicu Rusia semakin agresif bertempur di Ukraina.

Sekjen PBB juga menuntut perlindungan fasilitas nuklir Ukraina, pasca serangan Rusia ke pembangkit nuklir di Ukraina.

Fasilitas nuklir itu seperti pelatihan di luar perimeter pabrik Zaporizhzhia di Ukraina timur yang terbakar karena pertempuran.

Untuk bantuan kemanusiaan bagi Ukraina, PBB mengarahkan $40 juta dari dana Tanggap Darurat Pusat.

Menurut Guterres, pendanaan ini untuk membantu mendapatkan pasokan penting makanan, air, obat-obatan dan bantuan penyelamatan nyawa lainnya ke negara serta memberikan bantuan tunai.

Setelah Rusia memulai serangan udara, laut, dan daratnya ke Ukraina selama empat hari, Presiden Rusia Vladimir Putin menempatkan pasukan pencegah nuklirnya dalam "siaga tinggi" untuk "tugas tempur rezim khusus".

Hal itu dikatakan Putin sebagai tanggapan atas upaya yang disebutnya agresi NATO.

Padahal baru pada Februari lalu, AS memperbarui Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis Baru (START), selama lima tahun lagi.

START adalah perjanjian pengendalian senjata nuklir dengan Rusia.

Baca Juga: 6 Negara Ini Menyimpan Bom Nuklir B61 Milik NATO, Rahasia yang Terungkap!

Dalam perjanjian bilateral itu, mereka akan mengurangi dan membatasi senjata pertahanan strategis, khususnya hulu ledak nuklir, rudal darat dan kapal selam, serta pesawat militer.

Sementara Presiden AS Biden sendiri menjawab bahwa orang Amerika tidak harus khawatir tentang kemungkinan konflik nuklir.

Adapun Sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki mengecam pernyataan Putin tentang senjata nuklir.

Menurut Jen Psaki, AS dan NATO tidak berniat konflik dengan Rusia. Sehingga pernyataan provokatif Putin tentang senjata nuklir berbahaya itu, menambah risiko salah perhitungan, harus dihindari, dan tidak akan dituruti.

Tag

Editor : Wahyu Subyanto