Cegah Startup Zombie, Ini 5 Kunci Mencari Product-Market Fit Bagi Startup Indonesia

Senin, 06 Desember 2021 | 13:19
FILE Magz

Ilustrasi startup

Nextren.com - Pertumbuhan startup di Indonesia yang pesat tak lepas dari dukungan berbagai pihak dalam mengembangkan proses bisnisnya, salah satunya lewat program Startup Studio Indonesia (SSI).

Program SSI diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika sejak September 2020 untuk mendukung kemajuan ekosistem startup Indonesia.SSI menyediakan fasilitas dan akses bagi para pegiat early-stage startup untuk mengembangkan potensi bisnisnya.

Memasuki batch ketiga, penyelenggaraan program inkubasi Startup Studio Indonesia (SSI) oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI semakin berfokus dalam memberikan nilai tambah, bagi 15 startup early-stage yang terpilih menjadi finalis.

Sebagai bagian dari rangkaian pelatihan SSI, para founders startups ini mengikuti sesi 1-on-1 Coaching.

Baca Juga: Google Photos Rilis Fitur Locked Folder, Foto & Video Sensitif Lebih Aman!

Dalam sesi ini mereka dibina dan dilatih langsung oleh para veteran startup Indonesia, seperti Grady Laksmono, Co-founder Moka dan Head of Selly di GoTo Financial; Phil Opamuratawongse, Co-founder Shipper; serta Fajar Budiprasetyo, Co-founder dan CTO HappyFresh.

Fokus dan tema utama dalam batch ini adalah mencari Product-Market Fit (PMF), yaitu berbagai upaya penyempurnaan produk dan model bisnis dalam peningkatan kecocokan atau loyalitas/retensi pengguna terhadap produk, sebelum startup masuk tahap ekspansi pasar.

Mencari kecocokan atau fit tentu penting, karena menunjukkan seberapa jauh sebuah startup dapat memberikan solusi yang tepat bagi pasar yang ingin mereka layani.

Karena itu, fase PMF ini sangat krusial terutama bagi founders tingkat awal.

Di tahao ini mereka berupaya mempersolid tawaran produk digitalnya, agar betul-betul dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan pengguna.

Menurut riset CB Insights, tidak adanya kebutuhan pasar menjadi penyebab terbesar dari kegagalan sebuah startup (42%).

Artinya, startup telah menawarkan produk digital, namun frekuensi serta jumlah penggunanya tidak cukup besar untuk membuat perusahaan bisa bertahan dan berkembang.

Dengan adanya pandemi yang memberikan dampak negatif pada sebagian besar startup di Indonesia (42,5%), maka semakin penting bagi startup tahap awal untuk mempelajari cara terbaik menemukan PMF agar bisa bertahan.

Jika tidak berhasil melalui proses PMF, maka bisa dipastikan bahwa startup tersebut akan gagal atau menjadi startup “zombie”.

Baca Juga: Uji Langsung OPPO ORoaming, Penyelamat Ketika Butuh Internet di Amerika

Startup Studio

Startup “zombie” merupakan sebutan untuk perusahaan-perusahaan rintisan yang masih bertahan, namun tidak memiliki pertumbuhan bisnis.

Oleh karena itu, SSI merangkum lima tips penting untuk mencari PMF dari 3 startup veteran Indonesia:

1.Lakukan uji pasar sesegera mungkin

Salah satu kesalahan utama startup adalah menunggu terlalu lama untuk menguji apakah pasar menerima produk mereka dengan baik atau tidak.

Jika model bisnis startup adalah dengan basis langganan, maka tawarkan biaya langganan yang ideal kepada para pengguna.

Lalu evaluasi feedback yang mereka berikan, untuk menentukan apakah skema tersebut bisa berjalan dengan baik atau tidak.

“Banyak founder startup yang menciptakan problem-problem yang sebenarnya tidak ada atau tidak signifikan di pasaran."

"Kita harus bisa membedakan antara ‘keyakinan’ dan ‘fakta’. Dan proses ini harus berjalan dengan cepat, apakah benar ada problem tersebut? Berapa orang yang benar-benar membutuhkan solusinya?"

"Jika terlalu lama, kita hanya akan menghabiskan terlalu banyak sumber daya dan waktu untuk hal yang sia-sia,” ungkap Grady Laksmono.

Baca Juga: Prediksi Bisnis Erajaya: Wearable Atau IoT Akan Lebih Berkembang di Indonesia

2.Lakukan A/B testing untuk menghitung dampak nyata

Dalam operasional startup, seringkali perusahaan menghadirkan fitur-fitur baru dengan harapan untuk menarik semakin banyak pengguna.

Namun, hal ini justru bisa menjadi distraksi dari tawaran utama startup.

Oleh karena itu, Fajar Budiprasetyo menyarankan startup untuk menjalankan A/B testing agar bisa menghitung dampak nyata dari sebuah promo/fitur/kemitraan baru.

Ia pun mengaku budaya eksperimen ini telah ia pupuk sejak mengembangkan HappyFresh.

3. Dengarkan umpan balik dari pengguna

Pemikiran kritis menjadi hal esensial yang harus dimiliki semua founder startup.

Untuk bisa mencapai PMF, maka jalan terbaik adalah untuk benar-benar memahami target pengguna, mulai dari kebutuhan, keinginan, hingga harapan mereka.

"Semua pengguna ingin mencoba layanan startup agar bisa mempermudah hidup mereka."

"Untuk itu, terlebih bagi para startup B2B atau startup yang model bisnisnya rumit dan membutuhkan edukasi lebih, kita yang harus giat ‘jemput bola’ dan mengajak mereka untuk menggunakan sistem kita, kalau pengguna belum tertarik mencoba."

"Jelaskan apa saja kelebihan-kelebihannya,” kata Phil Opamuratawongse, merefleksikan pengalamannya dalam membesarkan Shipper.

Baca Juga: YouTube Music Hadirkan Fitur Kilas Balik Mirip Spotify Wrapped

Fajar juga menekankan bahwa umpan balik dari pengguna menentukan jalan masa depan bagi perusahaan.

“Di HappyFresh, kami memiliki tim teknologi dan produk yang terintegrasi untuk membentuk mindset yang agile dan kolaboratif."

"Kami juga mengajak tim engineering untuk berbicara langsung dengan pengguna, supaya mereka semakin mendalami pain points dari pengguna dan menciptakan solusi yang tepat.”

4. Bersikap fleksibel dalam mengadaptasi produk

Faktanya, tidak semua startup akan sering digunakan oleh pengguna.

Bergantung pada jenis bisnisnya, ada startup-startup yang hanya digunakan sekali sebulan atau sekali dalam beberapa bulan.

Ini akan menurunkan tingkat retensi pengguna.

Mengomentari permasalahan ini, Phil menyarankan founder startup untuk bisa membangun produk atau fitur-fitur baru yang bisa melengkapi solusi utama tersebut.

Dengan memberikan fitur-fitur baru yang diakses lebih sering, maka kemungkinan untuk menambah aliran pendapatan juga semakin besar.

Karena itu, penting bagi startup untuk bersikap fleksibel dan bisa mengadaptasi produk digitalnya sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Grady juga mengungkapkan hal yang sama, “Kita harus terus menerus mempertanyakan asumsi kita."

"Jangan bergantung di satu jawaban, tapi harus berani berevolusi. Misalnya, ketika masyarakat sedang menghadapi periode ‘New Normal’, perubahan gaya hidup seperti apa yang bisa kita antisipasi.”

Baca Juga: Chip Snapdragon Seri Terbaru Bisa Intip Aktivitas Pengguna Lewat Kamera Depan

5.Fokus mengembangkan ‘power user’

Hal lain yang tak kalah penting untuk menentukan PMF adalah fokus dalam pengembangan basis ‘power user’.

“Kenali siapa saja power user atau pengguna setia kita, dan berfokuslah untuk memperluas segmen ini dengan membangun produk-produk baru sesuai dengan kebutuhan mereka."

"Pahami apa yang membuat power user ini loyal dan tertarik untuk mencoba produk startup kita."

"Merekalah yang menentukan apakah startup kita bisa makin berkembang atau tidak,” jelas Grady.

Mengingat pentingnya tahap PMF untuk startup, SSI berharap pelatihan tahun ini bisa berkontribusi dalam mencetak 150 startup digital yang mampu mengembangkan skala bisnisnya.

Baik dari segi jumlah pengguna, jumlah pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan pendanaan dari Venture Capital pada tahun 2024 mendatang.

Sejak diluncurkan pertama kali pada bulan September 2020, program inkubasi SSI telah diikuti oleh total 50 startup early-stage di Indonesia.

Baca Juga: Cara Bikin Stiker WA Langsung di WhatsApp Web Tanpa Aplikasi Lain

Tahun ini, melalui tahap seleksi yang ketat, terdapat 15 startup early-stage dari total 5.723 pendaftar yang akhirnya terpilih sebagai partisipan.

Daftar startup tersebut diantaranya adalah: AturKuliner, AyoBlajar, Bicarakan, Bolu, Eateroo, Finku, FishLog, Gajiku, Imajin, Keyta, KreatifHub, Powerbrain, Sgara, Soul Parking, dan Zi.Care.

Editor : Wahyu Subyanto

Baca Lainnya